Menuju konten utama

Jejak KSP: Awalnya Ditentang Kemudian Jadi Tempat Galang Dukungan

Belum genap dua bulan, KSP di bawah kendali Moeldoko mulai menampilkan wajah politik praktis dari lembaga ini.

Jejak KSP: Awalnya Ditentang Kemudian Jadi Tempat Galang Dukungan
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, memaparkan kinerja pemerintah saat Diskusi Mellenial Menuju 2045 di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (27/2/2018). ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang

tirto.id - Yorrys Raweyai keluar dari Kantor Staf Kepresidenan (KSP) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa sore, 27 Februari 2018. Ia habis bertemu Deputi IV KSP Eko Sulistyo untuk melaporkan rencana pembentukan relawan pendukung Joko Widodo untuk Pemilu Presiden 2019.

Laporan disampaikan lantaran SPSI akan menginisiasi deklarasi dukungan dari anggotanya untuk Jokowi. Yorrys merupakan Ketua Umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Menurut Yorrys, Eko nantinya melaporkan hasil pertemuan mereka kepada Kepala KSP Moeldoko untuk memonitor rapat SPSI yang hasilnya akan dikukuhkan dalam bentuk relawan.

“Untuk pemenangan Pak Jokowi,” kata Yorrys.

Yorrys bukan kali ini saja datang ke KSP. Saat Golkar tengah diterjang konflik internal dan KSP dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan, Yorrys kerap terlihat menyambangi gedung yang berada di sayap timur Istana Negara ini.

Salah satunya seperti yang terjadi pada 25 Mei 2015. Yorrys mengaku hendak membicarakan masalah internal Partai Golkar dengan Luhut. Padahal Luhut saat itu berbeda kubu dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie saat Pilpres 2014.

Beberapa waktu berselang, Yorrys tampak menyambangi KSP buat melaporkan rekonsiliasi Golkar dalam payung musyawarah nasional luar biasa kepada Luhut. Dalam rencana rekonsiliasi itu, Luhut menjadi penengah dua kubu yang bertikai di Golkar. Munaslub Golkar kemudian memilih Setya Novanto sebagai ketua umum dan membuat dua kubu bertikai akhirnya berdamai.

Disoalkan Saat Dibentuk

Saat pertama kali dibentuk, KSP sempat ditentang Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Muasalnya, presiden Jokowi meneken Perpres Nomor 190 Tahun 2014 tentang Unit Staf Kepresidenan tanpa sepengetahuan JK pada Desember 2014. Penerbitan Perpres ini juga tidak didahului dengan pembuatan Undang-undang terkait keberadaan KSP.

Lembaga ini dibentuk setelah Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang dibentuk Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Fungsi awal dari KSP adalah pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden; penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan; percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional; dan pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.

Buntut keberadaan KSP sempat membuat Jokowi-JK tak sepaham. JK kecewa lantaran kewenangan Luhut diperluas dan dianggap memereteli sebagian fungsi wakil presiden lewat peraturan presiden tentang Kantor Staf Presiden yang dikeluarkan pada 25 Februari 2015.

Selama menjabat sebagai Kepala KSP, Luhut memfungsikan lembaga yang mirip West Wing di White House AS. KSP kerap memberi masukan kepada Presiden dengan basis data dan angka.

“Pasti ada masukan tapi tentu tak bisa dipublikasi,” kata Luhut usai melakukan jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis 25 Juni 2015, seperti dilansir TEMPO.

Luhut menegaskan KSP merupakan mitra setiap kementerian untuk mengatasi masalah lantaran fungsi KSP salah satunya menyelesaikan masalah. “Kalau ada yang macet akan dibantu. ‎Biasanya difasilitasi."

Metamorfosa KSP

Di era Luhut, KSP sesekali tampak menjadi alat komunikasi politik Jokowi yang bersifat senyap. Luhut yang juga kader senior Partai Golkar, tampil menjadi penengah dari konflik yang sempat meruncing di partai berlambang beringin ini. Kala itu, banyak analis berpendapat keberadaan Luhut dalam Munaslub Golkar mewakili kepentingan Istana lantaran Jokowi butuh Golkar untuk menguatkan dukungan di parlemen.

Sayfa Auliya Achidsti peneliti dari Indonesia Policy Analysis Center (IPAC) menerangkan peran yang diambil Luhut tak sekadar menjadi alat komunikasi eksternal tapi juga internal. Luhut mencoba mengkoordinir menteri-menteri dari sejumlah partai yang berada dalam koordinasi Menteri Koordinator dengan cara operasi senyap.

“[Saat zaman Luhut] publik jarang melihat kerja KSP itu seperti apa,” kata Sayfa kepada Tirto, Kamis malam (1/3/2018).

Teten Masduki kemudian didapuk menjadi Kepala KSP yang menggantikan Luhut. Jabatan itu sebelumnya sempat akan diisi Johny Lumintang tapi batal di detik terakhir. Di masa Teten, KSP mulai terdengar banyak diberitakan lantaran Teten sering berkomunikasi dengan sejumlah pihak. Puncaknya, Teten menerima Kartini Kendeng yang menolak pembangunan pabrik semen dan dinilai Sayfa sebagai masalah regional.

Cara kerja KSP yang senyap berubah. Teten tak hanya menarik Jokowi ke ranah konflik warga dan Pemprov Jawa Tengah tapi juga menjadikan masalah regional menjadi nasional. “Padahal itu bisa rampung di tingkat daerah,” kata alumnus FISIP UGM ini.

Setelah Teten lengser sebagai Kepala KSP, Moeldoko dilantik menjadi Kepala KSP yang baru. Belum genap dua bulan, KSP di bawah kendali Moeldoko mulai menampilkan wajah politik praktis dari lembaga ini.

KSP mengunggah twit yang menyampaikan terima kasih kepada PDI Perjuangan atas dukungan terhadap Jokowi untuk kembali mencalonkan diri pada Pilpres 2019 pada 25 Februari 2018. Selang dua hari, KSP menerima kunjungan Yorrys yang hendak mendeklarasikan relawan Jokowi untuk pilpres.

Twit dan pertemuan itu dinilai Sayfa sebagai tindakan politik yang tak tepat dilakukan KSP. Ia beralasan, KSP merupakan lembaga pemerintah yang operasionalnya didanai dari anggaran negara sehingga KSP perlu punya etika politik dalam bertindak.

“KSP harusnya bergerak secara silent, dia tak butuh dan jangan terkesan butuh panggung. itu salah dalam sinergitas kebijakan dan harmoni politik,” ujar alumnus program studi ilmu pemerintahan ini.

Klarifikasi Kepala KSP

Kepala KSP Jenderal (purn) Moeldoko membantah jika KSP sudah berpolitik. Menurut Moeldoko Yorrys memang benar bertemu dengan Deputi IV KSP Eko Sulistyo dan berkomunikasi politik. Hanya saja, Moeldoko mengatakan komunikasi itu bukan berarti KSP tengah menggalang dukungan buat Jokowi.

“Karena kami tugasnya mengawal program-program strategis nasional, berikutnya komunikasi politik. Nah di komunikasi politik kalau salah memahaminya seolah-olah KSP itu tempatnya untuk membangun relawan untuk pemenangan, enggak seperti itu,” ucap Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis siang.

Moeldoko tak menyoalkan jika ada pihak yang mau membangun atau mendeklarasikan dukungan, tapi dia meminta jangan dikaitkan dengan KSP.

“Sehingga persepsi di luar menjadi salah,” kata Moeldoko.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Mufti Sholih
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih