tirto.id - Awal pekan Agustus, Bitcoin membuat rekor baru: untuk pertama kalinya, harga 1 Bitcoin lebih mahal daripada 1 ons emas. Waktu itu setara 4 ribuan Dolar Amerika Serikat (AS), atau sekitar Rp55-56 juta.
Para pengamat terbelah. Sebagian menganggapnya baik, sebagai sebuah kemajuan, lainnya menganggap tren tersebut tak akan berumur panjang. Nyatanya, hingga kini harga Bitcoin masih melambung—sempat mencapai Rp90 juta.
Angka peminatnya juga ikut tumbuh. Di Indonesia, menurut Bitcoin Indonesia, perusahaan exchanger terbesar di sini, ada sekitar 550 ribu orang yang sudah bergabung berinvestasi. Padahal hanya tercatat sekitar 50 ribuan orang pada 2015.
Bitcoin yang diperkenalkan, 2009 lalu, sebagai alat pembayaran digital global tanpa batas geografi, mulai berdisrupsi menjadi barang komoditas—yang dipakai sebagai aset investasi. Minat yang tumbuh baik itu akhirnya memaksa pemerintah Indonesia, mau tak mau, harus ikut campur mengatur sirkulasinya.
Sebagai mata uang atau alat pembayaran, Bitcoin ditolak. Artinya ia tak sah jika dijadikan alat pembayaran. Namun, peredarannya sama sekali tak dilarang. Selama dijadikan sebagai komoditas, seperti emas.
Bank Indonesia lebih "terbuka" dengan teknologi blockchain, sistem transaksi mata uang kripto yang lahir bersama dengan mata uang Bitcoin, tujuh tahun lalu. Konon teknologi itu dapat merombak sistem perbankan kini yang tersentralisasi jadi desentralisasi—membuatnya jadi lebih aman, murah, cepat, dan transparan.
Bagaimana dengan nasib Bitcoin di Indonesia, kini?
Baca juga:Blockchain Teknologi yang Awalnya Membuat Takut Bank
Tirto menemui Oscar Darmawan, CEO Bitcoin Indonesia, untuk mengupas gejala disrupsi fungsi Bitcoin. Pria 31 tahun itu sudah mengenal teknologi blockchain dan Bitcoin sejak 2012 lalu, ketika diperkenalkan temannya.
“Saya awalnya skeptis. Tapi coba ingin mengerti, coba mendalami. (Hasilnya) saya terkesima,” kata Oscar.
“Ternyata ada sebuah teknologi peer to peer money, bagaimana sebuah digital aset bisa berjalan sendiri tanpa pihak ketiga,” kata Oscar.
Di kantornya, di Epicentrum Walk Office, Jakarta, Oscar menerima jurnalis Tirto, Aulia Adam dan Terry Muthahhari. Ia mengupas bagaimana disrupsi yang dialami Bitcoin, dan gelap-terang pasarnya di Indonesia.
Bank Indonesia menolak Bitcoin, tapi mau mengadopsi teknologi blockchain. Apa tanggapan Anda?
Saya kira statement-nya Bank Indonesia sudah betul, sudah benar. Cuma ada kesalahpahaman saja di media dan masyarakat. Jadi yang dikatakan Bank Indonesia itu bahwa Bank Indonesia tidak menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran. Itu yang ditolak. Di Indonesia kita harus paham, dolar AS untuk pembayaran adalah ilegal, sama seperti Bitcoin. Yang legal itu cuma rupiah.
Jadi, statement Bank Indonesia itu memperjelas, transaksi di Indonesia itu semua harus dalam rupiah. Bukan Bitcoin yang ditolak. Jadi penggunaan Bitcoin untuk dimiliki, dijual, atau menganggap Bitcoin seperti emas, itu enggak masalah di Indonesia. Bahkan dolar AS yang kuat, dianggap ilegal untuk alat pembayaran.
Apakah statement itu mengganggu pasar Bitcoin?
Kalau kita lihat pasar Indonesia enggak mengganggu. Di pasar Indonesia ini hampir enggak ada yang menggunakan Bitcoin untuk pembayaran. Di luar negeri, seperti di AS, Microsoft menerima pembayaran dengan Bitcoin. Wikipedia, semua menerima. Namun, penggunaan Bitcoin paling banyak itu bukan untuk alat pembayaran, melainkan untuk saving asset class.
Apa itu? Saving asset class adalah sebuah klasifikasi aset, di mana orang menggunakannya untuk menyimpan kekayaan, yang tidak terhubung dengan naik-turunnya performa ekonomi suatu negara, contohnya, emas. Kenapa emas? karena harga emas itu enggak berpengaruh pada performa ekonomi suatu negara. Jadi orang itu ada anggapan kalau Bitcoin dan emas itu ada kesamaan.
Kalau diibaratkan sebagai emas, bagaimana pembentukan harga Bitcoin?
Kita harus tahu pembentukan harga Bitcoin. Pembentukan harganya berdasarkan demand dan supply. Ketika ada demand dan supply baru terbentuk suatu harga. Artinya kalau demand-nya bertambah, harganya naik. Demand-nya berkurang, harganya turun. Jadi, kalau ada perusahaan yang menawarkan keuntungan pasti 20 persen per bulan, itu kita perlu hati-hati. Jadi kalau sudah ada yang bisa menebak secara pasti, itu kan sudah masuk ranahnya perusahaan investasi.
Bagaimana mekanisme jual-beli Bitcoin di perusahaan Anda?
Mekanisme Bitcoin.co.id adalah mempertemukan pembeli dan penjual. Jadi orang yang mau membeli Bitcoin, dia tentukan sendiri harga belinya berapa? Yang dia mau. Kemudian orang yang mau jual, tentukan sendiri harga jualnya. Nanti orang yang jual dan beli menentukan sendiri harga, sehingga terbentuklah harga tengah. Sehingga harga Bitcoin tercetak, antara pembeli dan penjual, sama seperti saham.
Apakah ada perusahaan sejenis Bitcoin Indonesia?
Cukup banyak. Sudah tumbuh banyak. Tapi cuma kita yang tercatat dengan pengguna terbanyak.
Apakah di luar 550 ribu itu ada pengguna lain? Apa ada lembaga yang meghitung jumlah aslinya?
Biasanya kalau pemain Bitcoin main di tempat lain, mereka itu udah daftar di tempat kita dulu. Agar dikira ada kaitannya dengan Bitcoin—bagian dari marketing. Makanya pilih nama Bitcoin. Ini sama seperti Anda jual tiket pesawat, tapi nama tempat jualannya tiket.com.
Berarti di setiap negara beda-beda?
Bisa beda-beda sedikit. Jadi di Jepang, di Korea, di Indonesia harganya bisa beda-beda. Tetapi biasanya harganya beda enggak banyak. Kenapa? Karena kalau harganya beda sampai banyak, di Indonesia lebih murah dari di Jepang, yang terjadi orang di Jepang beli Bitcoin di Indonesia kemudian dibawa ke Jepang untuk dijual. Karena ini semua berdasarkan internet.
Sempat ada istilah Bitcoin Bubble, dan Bitcoin diramalkan tidak akan bertahan sebagai alat pembayaran. Menurut Anda?
Itu ramalan yang baik. Soalnya sekarang Bitcoin memang diidentikkan sama dengan emas. Emas itu kan jadi banyak fungsinya karena orang senang dengan emas. Orang senang beli emas, sama seperti saham, dan properti, maupun komoditas. Saya pikir bubble itu terjadi di semua komoditas, tak cuma Bitcoin. Cuma kalau dibilang bubble sekarang rasanya masih belum, karena bubble itu terjadi saat semua orang sudah beli dan tiba-tiba tidak ada kemampuan harga untuk naik, itu baru disebut bubble.
Persoalan bubble jadi kata yang menarik, kenapa? Kita bicara emas, orang jarang bilang emas itu bubble, padahalkadang harganya turun, kenapa? Karena emas adalah suatu barang bubble yang secara permanen naik terus-menerus sampai orang tidak menyebutnya sebagai bubble. Namun, kalau Bitcoin, karena ini produk baru, baru berumur 9 tahun, orang bilang bubble.
Pertanyaannya, apakah Bitcoin ini harganya tinggi karena permintaannya sangat tinggi, saya kira benar. Bitcoin permintaannya memang sangat tinggi, sehingga harganya naik sangat besar. Namun, apakah ini bubble yang bakal pecah dalam waktu singkat? Saya juga enggak tahu.
Apakah munculnya mata uang kripto lainnya seperti Etherum, Ripple, Dash, dan sebagainya berpengaruh pada Bitcoin?
Yang menarik begini, kalau kita melihat coinmarketcap, sekarang market-nya sudah bernilai 200 miliar dolar AS. Kalau dibilang munculnya koin-koin itu bikin turun Bitcoin, enggak juga, karena secara market nilainya naik terus.
Kenapa demikian?
Karena yang pakai Bitcoin itu masih sedikit sekali. Yang pakai itu masih orang-orang awal. Sama kayak emas, zaman dahulu emas itu diawali dengan isu bubble. Waktu semua orang dahulu berburu tambang emas di Amerika. Sampai sekarang emas masih laku.
Semua cryptocurrency (mata uang kripto) ini berlomba menciptakan teknologinya sendiri-sendiri. Bagaimana Bitcoin sudah saya ceritakan. Bagaimana Etherum? Lebih menarik lagi. Kalau di Bitcoin, cuma currency-nyayang bisa pindah, yang dilakukan Etherum tidak demikian. Selain Etherum yang pindah, orang bisa bikin sistem di atas pengguna. Sehingga sosial media tanpa server. Makanya Ethereum didukung sama Microsoft.
Soal Ripple konsepnya lebih luar biasa—ia menciptakan sistem yang bisa swift tanpa switch. Membuat sebuah sistem yang terhubung di seluruh dunia. Sehingga Ripple didukung oleh Google. Teknologi mana yang lebih baik? Saya sendiri enggak tahu mana yang lebih baik. Tergantung market yang memutuskan.
Bagaimana dengan Monero? Kabarnya biasa digunakan para peretas?
Monero menarik sekali. Monero memang salah satu perkembangan blockchain untuk anonim. Monero memang bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan. Saat kita bicara Bitcoin, itu adalah transaksi yang jauh dari itu. Kalau kita bicara Monero, kita bicara sebuah breach yang tidak bisa dilacak, sama seperti uang tunai.
Nama perusahaan kita sebenarnya Bitcoin, tapi yang dijual ada banyak coin-coin lain juga. Kita tidak terhubung dengan sistem pembayaran Bitcoin. Jadi ini yang harus diingat. Masyarakat itu masih banyak yang enggak mengerti, jadi dikira perusahaan kita itu perusahaan pembayaran atau perusahaan investasi. Padahal kita ini seperti Bukalapak, kita ini seperti Tokopedia.
Kita ini mempertemukan penjual dan pembeli, karena tanpa kita, Bitcoin itu jauh lebih berbahaya. Dengan kita transaksi lebih aman, karena tanpa kita, transaksi Bitcoin itu orang ke orang. Namun, dengan adanya perusahaan seperti kami, kami membantu supaya transaksi Bitcoin jauh lebih sesuai dengan aturan setempatnya.
OJK sempat menutup 14 perusahaan akhir Oktober kemarin. Empat di antaranya perusahaan mata uang kripto, seperti Dunia Coin Digital. Apa tanggapan Anda?
Saya sangat setuju sekali. Saya sangat setuju dengan OJK, karena yang harus kita ketahui, semua yang ditutup OJK kemarin itu adalah perusahaan-perusahaan yang menawarkan investasi bodong. Jadi kalau Anda lihat website-nya, mereka menawarkan keuntungan dalam sehari-dua hari naik berapa persen. Sebulan atau dua bulan naik berapa persen.
Itu kan sudah investasi bodong. Padahal, kalau kita lihat Bitcoin, Litecoin, Etherium atau apa pun, itu enggak ada yang tahu harganya bisa naik atau turun. Perusahaan kami kan mempertemukan pembeli dan penjual Indonesia. Kami tidak pernah memberikan pandangan ini bakal naik atau turun, karena kami pribadi juga enggak tahu.
Baca juga:Mata Uang Digital yang Naik Daun Selain Bitcoin
Apakah Anda melakukan komunikasi khusus dengan Bank Indonesia soal Bitcoin?
Saya kira Bank Indonesia sudah cukup paham. Di Indonesia orang-orang Bank Indonesia adalah orang-orang terpintar di Indonesia dalam hal ekonomi dan teknologi. Mereka sangat memahami bagaimana teknologi Bitcoin dan Blockchain. Makanya statement dari mereka selalu benar, dan saya mendukung sekali. Mereka kan cuma bilang enggak boleh untuk pembayaran. Bisa kita lihat di aturannya, bahwa Bank Indonesia tidak melarang penggunaan Bitcoin. Kalau penggunaannya itu enggak apa-apa, kecuali dibuat untuk pembayaran.
Jadi umumnya orang Indonesia memakai Bitcoin untuk apa?
Untuk investasi kalau sekarang dan menyimpan kekayaannya. Kalau ada orang yang beli emas kenapa? Karena dia bisa aja suka menyimpan emas atau mau bikin pesawat ruang angkasa, karena emas itu salah satu bahan yang tahan panas.
Orang Indonesia beli emas kenapa? Karena mereka percaya kalau menyimpan emas punya masa depan yang baik. Makanya kalau bicara Bitcoin, jangan bicara Bitcoin dalam skala mata uang. Karena kalau bicara Bitcoin dalam konteks mata uang, nanti pola pikir kita akan terbatas, pola pikir kita akan susah kalau memikirkan Bitcoin sebagai mata uang.
Nanti akan muncul pikiran, lalu siapa bagian negara yang bertanggung jawab? Lalu siapa bank sentral yang bertanggung jawab? Lalu inflasinya bagaimana? Lalu aturannya bagaimana? Itu kalau kita memikirkannya sebagai mata uang. Sekarang kalau Anda bayangkan Bitcoin sebagai emas digital. Semua pertanyaan itu akan hilang. Bitcoin.co.id selalu menganggap Bitcoin sebagai komoditas. Sejak wawancara pertama kali 2013, saya selalu bilang Bitcoin itu adalah emas digital.
Baca juga:BI Masih Menolak Legalisasi Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran
Adakah celah untuk menggunakan Bitcoin sebagai upaya menghindarkan diri dari pajak?
Bisa. Tentu saja bisa. Namun ketika pengguna melakukan transaksi, misalnya Oscar mentransfer ke Adam, tentu Adam akan tahu nomor rekening saya. Namun, karena ini digital, semua jejak digitalnya terekam. Kita bisa mengecek seluruh transaksi orang tersebut.
Jadi bisa dibilang menaruh kekayaan di Bitcoin tidak rahasia?
Kita bisa lihat di sini (blockexplorer.com) [Oscar membuka situs blockexplorer]. Di sini bisa kelihatan, dia bisa transaksi dari sini ke sini, sebelumnya dia dapat dana dari sini. Bahkan saldonya kita bisa lihat. Jika Anda melakukan transaksi lewat Bitcoin, itu ada jejak digital. Dan kita mesti tahu pola pikir orang jahat—orang kriminal—adalah sebisa mungkin jangan pernah meninggalkan jejak digital.
Kalau Anda tidak ingin meninggalkan jejak, saya menyarankan untuk menggunakan berlian, karena saat menggunakan berlian seukuran dompet misalnya, mungkin harganya triliun juta. Alasannya setiap butir bisa puluhan juta rupiah. Berlian saat berpindah, dari saya ke Adam, tidak ada yang bisa melihat, dan tidak ada yang bisa membuktikan. Benar, enggak?
Jadi kalau ada asumsi yang berpikir sistem ini tidak aman adalah salah?
Menurut saya enggak salah, karena ini masih percobaan. Jadi kita mesti tahu, bahwa ini masih percobaan. Jadi, apakah ini 100 persen aman? Saya pribadi juga enggak tahu. Namun, sampai saat ini, transaksi Bitcoin teruji salah satu transaksi yang paling aman. Buktinya, dengan mengetahui nomor rekening seseorang, kita tetap enggak bisa membobol isinya.
Baca juga:Bitcoin Idola Para Penjahat Siber
Apa saja yag diperlukan untuk bikin akun?
Daftar online. KTP, foto diri, sama kita mau membuktikan apakah nomor ponselnya valid atau tidak.
Kenapa butuh data diri?
Karena kita ingin semua pemain teridentifikasi. Mencegah tindak kejahatan. Jadi kita bikin aturan untuk mencegah money laundering tanpa pemerintah minta. Jadi kita menerapkan ekosistem Bitcoin di Indonesia yang bersih.
Apa ada jaminan data itu aman?
Ya disimpan di server kita saja. Biar nanti suatu waktu, siapa tahu pemerintah membutuhkan.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Suhendra