Menuju konten utama

Jangan Jorok Kalau Tak Mau Demam Tifoid

Demam tifoid bisa dicegah dengan menjaga kebersihan dan vaksinasi.

Jangan Jorok Kalau Tak Mau Demam Tifoid
Ilustrasi tes darah. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pernah bolos sekolah atau kerja gara-gara sakit tifus? Di Indonesia, "sakit tifus" termasuk penyakit yang sering terdengar, selain flu dan demam berdarah. Tak heran, "sakit tifus" memang umum terjadi di negara tropis seperti Indonesia dan mudah menular.

Namun, apa yang sering disebut sebagai "sakit tifus" di Indonesia sesungguhnya bernama demam tifoid. Penyakit tifus betulan disebabkan oleh bakteri bernama Rickettsia prowazekii. Sementara itu, tifoid disebabkan oleh masuknya bakteri Salmonella typhi (S. typhi) ke dalam tubuh. Gejala yang lebih ringan, paratifoid, biasanya disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi (S. paratyphi).

Orang mengalami demam tifoid karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri S.typhi atau S.paratyphi. Gejala yang terjadi adalah demam/panas (suhu di atas 37,5°C), nyeri-nyeri pada otot ataupun sendi, sakit kepala, gejala pada saluran pencernaan seperti, sakit perut, mual, muntah, sulit buang air besar, ataupun diare. Keluhan batuk terkadang juga ditemukan.

Diagnosis tifoid ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang diikuti dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang menggunakan darah, umumnya dilakukan pada hari ke-4 demam, sebab pada demam hari pertama sampai ketiga antibodi terhadap bakteri S. typhi ataupun S. paratyphi belum terbentuk.

Di Indonesia, pemeriksaan laboratorium uji Widal masih menjadi pilihan pemeriksaan. Namun, pada pemeriksaan ini, dalam waktu 4-12 bulan setelah terdiagnosis tifoid, antibodi tifoid masih bisa terdeteksi, sehingga uji Widal tidak disarankan. Harus dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya.

Jika Anda dinyatakan positif demam tifoid, biasanya tidak perlu sampai dirawat inap. Penderita demam tifoid dengan kondisi tertentu saja yang perlu dirawat. Misalnya jika disertai komplikasi, atau jika penderita demam tifoid juga sedang menderita demam berdarah. Di luar kondisi-kondisi spesial itu, penderita demam tifoid cukup dirawat jalan saja.

Pencegahan seperti apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah penularan demam tifoid? Pertama: mencuci tangan. Lakukan hal ini terutama sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan. Juga setelah Anda keluar dari toilet atau kamar mandi.

Selain itu, karena penularan didapat dari mengkonsumsi minuman, akses terhadap air bersih sangat penting. Maka, sebaiknya air dimasak untuk menghindari kontaminasi bakteri, dan tempat penyimpanan air minum di rumah juga harus diperhatikan. Higienitas harus selalu terjaga.

Selanjutnya, hindarilah mengkonsumsi makanan mentah. Makanan yang tak dimasak dengan sempurna berisiko terkontaminasi bakteri. Memasak setiap makanan akan mengurangi risiko infeksi, sebab mikroorganisme dalam makanan akan mati jika dimasak dengan baik.

Selain itu, yang harus diperhatikan adalah anggapan masyarakat di Indonesia yang keliru: tifoid kambuh. Padahal, tak ada istilah kambuh pada kasus tifoid. Yang terjadi adalah infeksi baru pada pada seorang penderita. Karena higienitas kurang terjaga, seseorang bisa dengan mudah terinfeksi dan mengalami demam tifoid. Terutama jika makan makanan di jalanan yang tidak ditutup dengan baik, dan peralatan makannya tidak dicuci dengan bersih.

Apakah air untuk mencuci tempat makan dan minuman yang Anda pakai ketika makan siang di kantor sudah bersih? Hal ini sebaiknya dijadikan perhatian, jika Anda tak mau mengalami demam tifoid.

Ada Vaksin Tifoid

Demam tifoid sebenarnya juga bisa dicegah dengan vaksinasi yang bisa didapatkan oleh masyarakat di rumah sakit. Terdapat dua jenis vaksinasi demam tifoid, yaitu yang bisa diberikan dengan suntikan, ataupun dalam bentuk kapsul.

Pada vaksinasi dengan cara suntik, proteksi terhadap demam tifoid mulai terjadi setelah 7 hari pasca-suntik. Ia mencapai proteksi maksimal setelah 28 hari, saat konsentrasi antibodi tertinggi sudah mencapai puncaknya. Pada penelitian di Nepal oleh WHO, efektivitas pemberian vaksin ini adalah 72 persen pada 12-18 bulan pasca-suntikan, dan 55 persen setelah 3 tahun suntikan. Karena efektivitasnya menurun, revaksinasi dianjurkan setelah 3 tahun.

infografik demam tifoid

Sementara itu, menurut penelitian di Cina, efektivitas proteksi mencapai angka 70 persen jika diberikan sebelum atau selama kejadian wabah yang melanda suatu daerah. Di sisi lain, vaksinasi yang diberikan melalui bentuk kapsul—dikonsumsi sebanyak tiga kali, dengan jarak dua hari, saat perut kosong—memberi proteksi pada 10-14 hari setelah konsumsi obat ketiga. Efek proteksi didapatkan di angka 62 persen pada tahun ke-7 setelah vaksinasi di daerah endemik.

Namun, vaksinasi tifoid bukanlah program nasional, sehingga jika ingin divaksinasi, pasien harus mengakses imunisasi tersebut di rumah sakit dengan biaya sendiri. WHO merekomendasikan vaksinasi bagi orang-orang yang berlibur ke daerah endemik tifoid, juga bagi mereka yang bekerja di laboratorium, saluran pembuangan, serta anak-anak.

Mengingat penyebab demam tifoid adalah bakteri yang mengkontaminasi makanan ataupun minuman, maka untuk mencegahnya tidak bisa hanya berharap pada vaksinasi saja. Pola hidup bersih dan sehat tetap menjadi dasar dari pencegahan tersebut. Jika masyarakat menjalankan pola hidup bersih sehat dengan baik, ditambah vaksinasi, kemungkinan menderita demam tifoid pun dapat dihindari.

=============

RALAT:

Sebelumnya, ditulis dalam judul dan isi tulisan bahwa demam tifoid adalah sakit tifus. Kami keliru. Demam tifoid dan tifus adalah dua penyakit yang berbeda dengan bakteri penyebab yang juga berlainan. Karena kekeliruan tersebut, naskah diralat dan diperbarui pada 1 Februari 2018.

Baca juga artikel terkait TIFOID atau tulisan lainnya dari Reggie Suwandy

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Reggie Suwandy
Penulis: Reggie Suwandy
Editor: Maulida Sri Handayani