Menuju konten utama

Jangan Anggap Remeh Link Berita sebagai Alat Bukti Kecurangan di MK

Link berita tak bisa dianggap remeh sebagai alat bukti. Lewat link berita, misalnya, hakim bisa memanggil orang yang dibicarakan untuk dimintai konfirmasi langsung.

Jangan Anggap Remeh Link Berita sebagai Alat Bukti Kecurangan di MK
Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bersama Hashim Djojohadikusumo mengajukan gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/5/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Saat mengajukan permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi pada 25 Mei lalu, tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melampirkan 51 berkas alat bukti. Di antara yang mereka lampirkan adalah tautan (link) dari situs berita media daring. Ada lebih dari 34 link berita sebagai bukti permulaan.

Link berita itu digunakan sebagai bukti atas dugaan kecurangan yang meliputi penyalahgunaan anggaran, ketidaknetralan aparat negara (Polri, TNI dan intelijen), penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.

Ringkasnya, untuk meyakinkan hakim bahwa memang ada kecurangan pemilu yang sifatnya Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).

Kuasa hukum capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, lantas merasa link berita tak akan cukup. Yusril bilang Prabowo dan tim semestinya melampirkan bukti lain yang lebih kuat, misalnya surat.

Sebelum ke MK, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga juga menggunakan link berita untuk melaporkan pelanggaran administratif ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sehari sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil penghitungan akhir Pemilu 2019. Saat itu Bawaslu memutuskan kalau link berita lemah sebagai bukti.

"Dengan hanya memasukkan bukti berupa link berita dalam laporan pelanggaran administrasi pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif, maka nilai kualitas bukti belum memenuhi syarat," kata anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, Senin 20 Mei 2019.

Meski konteksnya berbeda (sidang di Bawaslu untuk dugaan pelanggaran administratif proses pemilu, sementara sidang di MK untuk hasil pemilu), namun apa yang diputus Bawaslu seperti menegaskan kalau link sebagai bukti memang lemah, seperti yang dinyatakan Yusril.

Link Berita? Tak Masalah

Meski dianggap lemah, link berita sebagai bukti sebetulnya diperbolehkan. Hal ini ditegaskan oleh peneliti pemilu dari PERLUDEM, Fadli Ramadhanil.

"Kalau bisa atau tidak link berita itu dijadikan bukti, jawabannya bisa. Enggak apa-apa, kan memang alat bukti itu ada beberapa jenisnya," kata Fadli saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (28/5/2019) siang.

Jenis-jenis bukti yang dimaksud Fadli merujuk pada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 Tahun 2018 tentang Perselisihan Hasil Pemilu Presiden, khusunya di Pasal 36. Di sana tertulis kalau alat bukti yang dimaksud bisa berupa surat atau tulisan, keterangan para pihak, keterangan para saksi, keterangan ahli, keterangan pihak lain, alat bukti lain dan atau petunjuk.

"Bisa dikategorikan alat bukti lain atau petunjuk," kata Fadli.

Kendati begitu, lanjut Fadli, pihak pelapor memang harus menambahkan bukti-bukti lain yang lebih konkret dan kuat. Link berita saja memang tidak cukup untuk membuktikan semua dalil yang mereka sampaikan, kata Fadli. Ini yang tidak bisa dilakukan BPN Prabowo-Sandi ketika menghadap ke Bawaslu.

Hal serupa diungkapkan bekas Ketua Makhamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Mahfud menjelaskan berita tersebut akan ditelaah isinya. Untuk keperluan konfirmasi atau pendalaman, orang yang terlibat/dibicarakan dalam berita itu bisa dipanggil dan menjelaskan langsung di persidangan.

"Misal ada berita di kabupaten antah-berantah seorang bupati sudah melakukan kecurangan. Ya, panggil bupatinya," ucap Mahfud kepada reporter Tirto saat ditemui di depan Aula BPPT, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Selain itu, hakim juga dapat menghadirkan saksi lapangan. Tujuannya kurang lebih sama: buat mengklarifikasi kebenaran peristiwa yang diangkat dalam berita.

"Jadi bisa memang. Nanti yang panggil hakimnya. Apa betul itu terjadi," pungkas Mahfud.

Terverifikasi

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) juga ikut berkomentar mengenai hal tersebut. Ketua Bidang Organisasi AMSI, Suwarjono, melihat tak ada yang salah dari melampirkan link berita sebagai bukti kecurangan ke MK. Lagipula, katanya kepada reporter Tirto, media-media yang dikutip memiliki kredibilitas dan kualitas yang tak bisa dianggap remeh--jauh dari kata hoaks.

"Media-media yang dikutip link-nya cukup kredibel. Tempo, Tirto, Kompas," kata Jono saat dihubungi Selasa (28/5/2019) malam. "Karena sebelum tayang, berita-berita itu melalui proses panjang. Kerja-kerja verifikasi hingga penyuntingan dengan mengedepankan standar jurnalisme," lanjutnya.

Oleh karena itu, Jono menilai lebih baik memang mencantumkan link berita tersebut ketimbang mecantumkan sumber-sumber lainnya yang cenderung menyebarkan hoaks atau tidak terverifikasi ke dalam alat bukti permohonan.

"Terlepas dari apakah link berita alat bukti paling tepat atau tidak, konten media saat ini jadi rujukan utama saat banyak informasi hoaks," katanya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino