tirto.id - Kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat yang menerapkan jam masuk sekolah pukul 5 pagi bagi siswa SMA ternyata menuai polemik. Viktor memandang bahwa strategi yang ia rancang itu akan berguna bagi perkembangan anak di NTT, khususnya dalam meningkatkan etos kerja dan kedisiplinan.
Menurut Viktor, siswa nantinya terlatih sedari dini untuk mengikuti ujian masuk di perguruan tinggi negeri (PTN) unggulan maupun sekolah kedinasan. Kalangan akademisi punya pendapat lain terkait ide Viktor tersebut.
Kepada Tirto, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menyebut bahwa kebijakan ini tidak mempunyai dasar pijakan kajian akademis, tak ada juga korelasinya dengan capaian dan masalah pendidikan di NTT.
Satriwan menekankan, seharusnya ada kajian lebih lanjut dari sisi filosofis, sosiologis, pedagogis, serta geografis. Hal ini mengingat ada banyak sekolah di NTT yang jarak antara rumah siswa atau guru ke sekolah cukup jauh, mencapai 5 kilometer dan ditempuh dengan berjalan kaki.
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti menilai kebijakan ini dapat berdampak buruk pada waktu tidur anak. Mengutip penelitian yang dipublikasikan di Journal Academic Pediatrics, Retno menyebut bahwa anak-anak yang jam tidurnya kurang akan cenderung mengalami penurunan kemampuan belajar ketika di sekolah.
Di balik “hujan” protes itu, apakah kebijakan sekolah mulai pukul 5 pagi ini merupakan jalan ideal untuk meningkatkan etos kerja dan mendongkrak kualitas pendidikan, sebagaimana yang ingin dicapai Gubernur NTT Viktor Laiskodat?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Tirto membandingkan jam masuk sekolah di negara-negara yang masuk ke daftar 15 besar dalam pemeringkatan global dari sisi pendidikan.
Daftar tersebut dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), disusun berdasarkan penilaian atas angka harapan lama sekolah di masing-masing negara, capaian pendidikan (education attainment), serta kemampuan belajar siswa.
Dari penelusuran Tirto, jam masuk sekolah di tiga negara peringkat teratas (Finlandia, Australia, dan Swedia) berkisar antara 08.00–09.00. Waktu belajar siswa di Finlandia menjadi yang paling singkat dibandingkan Australia dan Swedia, yakni hanya selama 5 jam, dimulai antara pukul 09.00–09.45 dan berakhir sekitar pukul 14.00-14.45).Adapun di Asia, Korea (peringkat ke-11) memulai kegiatan belajar mengajar sejak pukul 08.00 hingga 13.00 untuk siswa sekolah dasar. Siswa tingkat menengah bersekolah dari 08.00–16.30 atau sekitar 8,5 jam. Jepang (urutan ke-14 dalam daftar) memulai kegiatan sekolah dari sekitar pukul 08.00 atau 08.30 sampai 15.00–16.00 (berkisar 7 hingga 8 jam).
Sudah ada penelitian yang membahas lebih lanjut tentang dampak dari penerapan jam masuk sekolah, salah satunya dipublikasikan dalam Journal of Adolescencepada Februari 2023 dengan judul School start time delays and high school educational outcomes: Evidence from the START/LEARN study.
Riset yang melibatkan 2.500 pelajar sekolah menengah di Minneapolis--Saint Paul, Amerika Serikat (AS) itu mengungkap bahwa jam sekolah yang dimulai lebih siang atau tak terlalu pagi mampu memperbaiki tingkat kedatangan tepat waktu (on time arrivals) dan masalah seputar kedisiplinan di antara siswa.
Di aras global, beberapa lembaga menyatakan dukungan agar jam sekolah bisa dimulai lebih lambat, khususnya untuk remaja. Salah satu yang mengemukakannya adalah American Academy of Pediatrics (AAP), organisasi yang menaungi para pakar kesehatan bayi, anak, dan remaja atau dewasa muda.
National Education Association (NEA)—serikat guru sekolah negeri dan pendukung pendidikan lainnya di AS—dalam artikelnya yang mengutip pernyataan AAP, menuliskan bahwa siswa menengah seharusnya memulai kegiatan belajar di sekolah dari pukul 08.30 atau di atas jam itu. Tujuannya agar siswa mendapatkan kesempatan beristirahat dan waktu tidur.
Editor: Farida Susanty