tirto.id - Penantian selama 17 tahun itu berakhir. Minggu, 9 Desember 2018, di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Persija berhasil memenangi Liga 1 musim 2018.
Macan Kemayoran berhasil memastikan gelar tersebut setelah mengalahkan Mitra Kukar 2-1. Marco Simic, penyerang asal Kroasia, menjadi bintang kemenangan Persija dengan memborong dua gol. Gol pertamanya lahir dari titik putih, sementara gol keduanya dicetak lewat tandukan kepala. Satu-satunya gol Mitra Kukar dicetak oleh Aldino Herdianto sekitar dua menit menjelang laga bubar.
Berkat kemenangan tersebut, raihan angka Persija tak terkejar oleh PSM Makassar yang ada di peringkat dua. Sementara PSM Makassar yang dalam waktu bersamaan berhasil membenamkan perlawanan PSMS Medan dengan skor 5-1 menutup kompetisi dengan raihan 61 angka, Persija berhasil mengumpulkan 62 angka.
Gelar juara Persija lantas dilengkapi oleh dua gelar lain. Steffano Cugurra Teco, pelatih Persija, berhasil menyabet gelar pelatih terbaik Liga 1 musim 2018. Lalu Rohit Chand, gelandang Persija meraih gelar pemain terbaik.
Kandidat Lain Bermasalah, Persija Konsisten
Sebelum Liga 1 musim 2018 dimulai, situs Bola.commemprediksi bahwa akan ada tujuh tim yang berpeluang besar meraih gelar Liga 1, yakni: Persib Bandung, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, PSM Makassar, Bali United, Madura FC, serta Arema FC. Namun, prediksi itu ternyata tak sepenuhnya benar.
Pada akhir putaran pertama, Barito Putera secara mengejutkan berhasil nangkring di peringkat pertama. Sementara itu, Arema FC, Sriwijaya FC, dan Bali United tergelincir ke papan ke tengah.
Arema FC sudah tampil buruk sejak pekan-pekan awal liga. Setelah ditahan imbang Mitra Kukar di laga pembuka, mereka langsung kalah dua kali, yakni saat bermain melawan Persija dan Borneo FC. Akibatnya, Joko Susilo, pelatih Arema, dipecat.
“Mundur bagi saya adalah pengecut. Seorang singa tidak sepantasnya mundur. Singa itu dipecat atau dihukum. Itu singa menurut saya. Jadi sekarang tiba saatnya dan pergantian coach Milan Petrovic semoga bisa membawa Arema menjadi yang terbaik,” ujar Joko setelah vonis pemecatan.
Sementara itu, penampilan buruk Sriwijaya FC tentu tak kalah mengejutkan. Didukung tuah Stadion Jakabaring dan skuat bertabur bintang, juga diracik oleh pelatih sekaliber Rahmad Darmawan, mengapa mereka hanya mampu berada di peringkat ke-12?
Kala itu Sriwijaya ternyata mengalami masalah keuangan, mengakibatkan gaji pemain dan pelatih terlambat untuk dibayar. Alhasil pemain-pemain Sriwijaya pun tak bisa tampil maksimal. Saat bursa transfer paruh musim dibuka, pemain-pemain Sriwijaya melakukan eksodus besar-besaran. Setidaknya, ada sekitar 9 pemain bintang Sriwijaya yang memilih hengkang, termasuk Adam Alis, Hamka Hamzah, hingga Makan Konate.
Selain itu, Sriwijaya juga terpaksa melepas Rahmad Darmawan. “Saya bukan meninggalkan Sriwijaya FC tapi dilepas oleh Sriwijaya dan terpaksa meninggalkan Sriwijaya FC,” kata Rahmad kepada Detik pada 13 Juli 2018 silam. “Ke depannya saya belum tahu. Saya masih menunggu hak saya; gaji dua bulan dan kompensasi yang belum dibayar.”
Sama halnya dengan Sriwijaya FC, penampilan buruk Bali United di sepanjang paruh pertama tentu saja berada di luar dugaan publik sepakbola Indonesia. Semula, anak asuh Widodo Cahyono Putro tersebut dinilai tampil melempem di liga karena harus membagi konsentrasi di kompetisi Asia. Namun kelak, asumsi tersebut ternyata salah. Menjelang Liga 1 berakhir, Widodo Cahyono Putro memilih mundur. Ia lantas membeberkan alasan mengapa penampilan Bali United bisa acak-acakan di liga.
Widodo menyebut bahwa “banyak pihak memang ingin mendongkel saya dari kursi pelatih”. Ruang ganti Bali United pun menjadi salah satu sasaran untuk “mengusir” mantan penyerang timnas yang pernah mencetak gol salto ke gawang Kuwait tersebut.
“Ruang ganti mulai tidak harmonis dan beberapa pemain mulai membangkang,” tutur Widodo kepada Jawa Pos. “Kalau pemain tidak masuk line-up, langsung lapor manajemen atau owner. Penyusunan line-up sudah tidak kondusif lagi. Pemain diganti, justru marah-marah.”
Pada putaran kedua, dua kandidat juara lainnya, Persib Bandung dan Madura FC, juga mulai mengalami penurunan. Madura United bermasalah dengan konsistensi. Penampilan mereka sulit dimengerti. Kadang mereka bisa menang besar saat menghadapi tim besar, tapi bisa kalah dengan mudah saat menghadapi tim kecil.
Sementara itu, Persib bermasalah dengan kedalaman skuat. Saat mereka sedang panas-panasnya, Ezechiel N’Douassel, Bojan Malisic, dan Jonathan Bauman justru mendapatkan sanksi dari PSSI, akibat dari kericuhan saat bermain melawan Persija di Stadion Gelora Bandung Lautan Api pada 23 September 2018 lalu. Ezechiel dilarang tampil lima kali, Bauman dilarang tampil dua kali, dan Bojan dilarang tampil empat kali.
Saat tiga pemain bintangnya itu tidak bisa bermain secara bersamaan, penampilan Persib memprihatinkan: Maung Bandung kalah 1-2 dari Madura FC, bermain imbang 1-1 melawan Persipura, kalah 1-4 dari Persebaya, kalah 1-0 dari PSM, dan imbang 1-1 melawan Bali United. Persib yang sebelumnya berada di peringkat pertama pun turun ke peringkat ketiga.
Persib memang sempat kembali menyalip Persija yang berada di peringkat kedua pada pekan ke-29, tapi setelah itu penampilan mereka tak pernah menang hingga kompetisi bubar.
Dengan pendekatan seperti itu, sejak pekan ke-30 Liga 1, hanya PSM Makassar dan Persija Jakarta yang bersaing ketat untuk meraih gelar juara. Namun, Persija yang hanya mengalami dua kali kekalahan di sepanjang putaran kedua berhasil mengkudeta posisi PSM pada pekan ke-33 hingga akhirnya keluar sebagai juara. Dan kunci keberhasilan Persija terjadi saat mereka berhasil menahan imbang PSM 2-2.
Setelah pertandingan itu, PSM memang masih berada di puncak klasemen dengan perolehan 54 angka, unggul 4 angka dari Persija. Namun, Persija masih menyimpan satu pertandingan lebih banyak. Lantas, dari sanalah konsistensi Persija mulai berbicara. Saat PSM sempat ditahan 0-0 oleh tuan rumah Bhayangkara FC, Persija melahap empat pertandingan sisa dengan sempurna: Persela dihantam 3-0, Sriwijaya digasak 3-2, Bali United dipermalukan 1-2 di kandangnya, dan terakhir mereka mengalahkan Mitra Kukar 1-2 di Jakarta.
“Kami bekerja sangat keras sepanjang tahun karena di musim ini Persija harus pindah-pindah kandang. Selain di SUGBK, kami pernah bermain di Bantul, Bekasi, Cikarang, Bogor, tapi performa kami tetap stabil,” ujar Teco menyoal konsistensi anak asuhnya.
Kado Perpisahan Bambang Pamungkas?
Bambang Pamungkas bersiap masuk ke dalam lapangan saat pertandingan antara Persija Jakarta melawa Mitra Kukar sudah memasuki menit-menit akhir. Tidak seperti biasanya, Penyerang Persija berusia 38 tahun tersebut nampak tegang. Di atas tribun Stadion Gelora Bung Karno, tempat digelarnya pertandingan itu, Jakmania lantas berdiri untuk memberikan aplaus panjang kepada sang legenda.
Sekitar 17 tahun sebelumnya, di tempat yang sama, Bambang pernah memantik kebahagiaan Jakmania. Kala itu, dalam pertandingan final Liga Indonesia musim 2001 melawan PSM Makassar, Bambang yang masih muda, gesit, juga cepat berhasil mencetak dua gol untuk Persija. Gol pertamanya lahir dari tendangan kaki kiri yang terukur, sementara gol keduanya terjadi lewat sontekan pelan kaki kanan. Berkat dua gol itu Persija menang dengan skor 3-2, menjadi juara liga Indonesia. Bambang pun mendapatkan gelar prestisius: pemain terbaik Liga Indonesia.
Minggu sore kemarin Bambang jelas sudah banyak berubah. Ia bukan lagi yang terbaik. Kecepatan, ketangguhan di udara, dan insting Bambang dalam membobol gawang sudah bertekuk lutut di hadapan usia. Namun, ternyata ada satu hal penting yang masih terang benderang di dalam diri Bambang: tak peduli itu penghangat bangku cadangan, kapten tanpa simbol, maupun pengayom pemain muda, Ia masih ingin memberikan yang terbaik bagi Persija.
Bagi Bambang, yang hanya bermain 8 kali pada musim ini, lima menit maupun sembilan puluh menit di atas lapangan sekarang memiliki arti yang sama. Asalkan itu untuk Persija, ia akan terus berjuang seakan sedang memperjuangkan kehidupannya.
Sore itu Persija menang. Ketegangan yang dialami Bambang pun berubah menjadi kebahagiaan yang tiada banding. Ia lega. Tujuh belas tahun tentu bukan waktu yang sebentar. Saat tidak ada satu pun rekannya dari tim 2001 yang masih berjuang bersamanya, Bambang masih mampu menjadi pemenang dengan sisa-sisa tenaganya
.
Lihatlah bagaimana ekspresinya sore itu: ia masih bisa bergaya. Beberapa saat setelah pertandingan, disertai foto saat ia mengangkat tinggi-tinggi tropi Liga 1 dan menghadapkannya ke Jakmania, ia mencuit, “Jakarta! Ini untukmu.”
Yang menarik, Bambang beberapa kali mengindikasikan pensiun setelah musim ini berakhir. Pada Februari 2018 lalu, dalam acara launching jersey Persija, ia menyarankan kepada penggemar Persija untuk mengoleksi jersey tersebut karena siapa tahu itu merupakan jersey terakhir Persija yang ia kenakan.
Selain itu, ia juga memberikan petunjuk lain. Saat bertanding melawan Mitra Kukar, jersey Bambang berbeda dengan pemain Persija lainnya. Di bagian belakang, ia menambahkan kata “Pamungkas” di bawah nomor punggungnya. Selain itu merupakan nama akhirnya, “Pamungkas” secara harfiah memiliki arti orang yang menyelesaikan atau mengakhiri (kerja, persoalan, dan sebagainya).
Yang jelas, apapun keputusan Bambang nanti, karier panjangnya bersama Persija tak akan pernah dilupakan. Ia adalah gambaran pas dari puisi yang pernah ia tulis untuk Persija, “Sekali Persija, Persija Selamanya”. Dalam puisi tersebut, ada tiga bait yang sangat menggambarkan karakter Bambang:
Jakarta adalah kota para pejuang
Rumah bagi para pemenang
Milik mereka yang siap untuk meninju tantang.
Editor: Nuran Wibisono