tirto.id - Untuk ukuran atlet, Cristiano Ronaldo memang sudah masuk usia senja. Namun, di usia 33, dia masih berada di peringkat ketiga dalam daftar atlet terkaya di dunia versi Forbes. Dengan kekayaan 108 juta dolar yang berasal dari gaji, iklan, dan produk-produk dengan namanya; dia hanya kalah oleh mantan petinju Floyd Mayweather Jr. dan rivalnya sepanjang masa, Lionel Messi.
Memang, dibandingkan saat dia jadi pemuncak senarai itu pada 2017, dia harus turun dua peringkat. Namun jumlah kekayaannya ternyata malah naik 15 juta dolar ketimbang tahun lalu. Selain perkara prestasi yang terus mengundang sponsor, Ronaldo ternyata punya rahasia khusus yang dia warisi dari sang ayah: rajin beramal, terutama pada anak-anak.
“Ayah saya selalu mengajarkan bahwa ketika kamu membantu orang lain, Tuhan akan membalasnya dua kali lipat,” tutur Ronaldo pada tahun 2013 lalu. “Dan itulah yang terjadi pada saya. Ketika saya membantu orang yang membutuhkan, Tuhan memberi saya lebih.”
Dengan dasar seperti itu, orang-orang tahu bahwa Ronaldo bukan hanya adibintang di lapangan hijau, tapi juga seorang megabintang perkara kemanusiaan.
Mantan pemain Manchester United tersebut pernah melelang sepatu emas milikinya untuk membantu korban-korban perang di Gaza. Dia pernah mengeluarkan 83 ribu dolar untuk seorang bocah yang menderita cortical dysplasia (kelainan otak yang menyebabkan penderita mengalami 30 kali kejang setiap harinya) bernama Erik Ortiz Cruz.
Ronaldo juga jadi duta organisasi non-profit Save the Children, menyumbangkan "dana besar" yang lantas disalurkan untuk anak-anak korban perang di Suriah, sembari memberi petuah: jangan kehilangan harapan. Yang terbaru, trofi Ballon d’Or yang ia raih pada tahun 2013 lalu, ia lelang dan hasilnya didonasikan ke badan amal Make-a-Wish untuk disalurkan kepada anak-anak yang membutuhkan.
Dan bagi orang Indonesia, kebaikan hati Ronaldo akan mengingatkan pada sosok Martunis.
Martunis Sang Bocah Ajaib
Pada 26 Desember 2004 lalu, gempa dan tsunami mengguncang Aceh. Ribuan bangunan lantak, sejumlah kapal karam ke daratan, dan sekitar 130 ribu orang meninggal dunia. Namun di balik bencana dahsyat tersebut, ada satu keajaiban: Martunis, seorang bocah berusia 7 tahun, berhasil selamat setelah sempat terombang-ambing di lautan selama 21 hari.
Sesaat sebelum bencana, Martunis berencana bermain bola dengan teman-temannya. Ia mengenakan seragam Portugal bernomor 10 dengan nama Rui Costa. Namun sebelum ia sempat bertanding melawan teman-temannya itu, tsunami merusak rencananya terlebih dahulu.
Bersama ibu dan kedua saudaranya, Martunis kemudian berusaha menyelamatkan diri dengan menaiki mobil pick up milik tetangganya hanya untuk tidak tenggelam setelah dihantam gelombang tsunami yang kelewat besar. Ibu dan dua saudara Martunis terseret gelombang, sementara Martunis kembali muncul ke atas permukaan.
Layaknya pemain-pemain nomor 10 yang berjuang menjaga eksistensinya di tengah-tengah sepakbola modern, Martunis mencoba bertahan. Ia sempat nangkring di balok kayu, pindah ke atas kasur, hingga akhirnya memanjat ke atas pohon. 21 hari kemudian, Martunis berhasil diselamatkan.
Menurut Washington Post, Martunis saat itu ditemukan oleh sekelompok jurnalis yang sedang berada di dekat laut. Oleh karenanya, berita tentang Martunis mudah sekali menyebar. Tidak hanya di Indonesia, berita itu juga sampai ke luar negeri.
Pernyataan ihwal Martunis setelah berhasil selamat pun menjadi bumbu yang pas untuk berita itu. Katanya, ia tidak takut terhadap semua kejadian yang menimpanya itu. Ia “ingin tetap hidup agar dapat bertemu dengan keluargaku dan bisa menjadi pemain sepakbola.“
Karena Martunis saat itu mengenakan seragam timnas Portugal, berita tentang Martunis langsung menjadi headline di sebagian besar media di Portugal. Mengetahui hal tersebut, federasi sepakbola Portugal merasa tersentuh. Mereka lalu memberikan donasi sebesar 40 ribu Euro, memperbaiki rumah keluarga Martunis, serta membawa Martunis ke Portugal. Dari situ, Cristiano Ronaldo memilih untuk melangkah lebih jauh. Pada tahun 2005 lalu, Ronaldo datang ke Aceh untuk bertemu dengan Martunis.
Saat pertama kali Ronaldo bertemu dengan Martunis, Ronaldo langsung tersentuh dengan tingkah polah bocah itu. Martunis memeluknya, menciumnya, dan melakukan hal-hal lainnya yang tak bisa dilakukan Ronaldo kepada ayahnya sewaktu masih kecil. Menurut Wright Thompson, dalam sebuah tulisannya di dalam ESPN, Dinis Aveiro, ayah Ronaldo, lebih dekat dengan alkohol daripada dengan Ronaldo. Ia hanya peduli dengan kehidupan yang memabukkan daripada kehidupan nyata.
Meski begitu, Aveiro mempunyai cara tersendiri untuk menunjukkan kasih sayangnya terhadap Ronaldo: ia senang menanamkan keyakinan. Selain mengajarkan Ronaldo untuk selalu membantu orang lain, Aveiro selalu yakin bahwa Ronaldo kelak bisa menjadi bintang besar di jagad sepakbola. Saat mengatakan itu, teman-teman Aveiro akan meledeknya, menganggapnya bodoh, atau menertawakannya, tapi Aveiro sama sekali tak pernah goyah terhadap keyakinannya itu. Pada akhirnya, Ronaldo benar-benar berhasil menjadi bintang sepakbola.
Setelah bertemu Martunis, selain memberikan bantuan mengenai biaya pendidikan, di tengah-tengah kesibukannya Cristiano Ronaldo masih sempat memperhatikan Martunis secara serius. Ronaldo pun kemudian membantu Martunis untuk meraih mimpinya. Pada tahun 2015 lalu, Martunis bergabung dengan akademi Sporting Lisbon, klub yang menjadi langkah awal Ronaldo menjadi adibintang.
“Semua keperluan Martunis di Sporting Lisbon dibiayai oleh Ronaldo,” ujar Mustafa, asisten manajer Martunis, saat dihubungi Tirto.
Apa Kabar Martunis?
“Saya sangat gembira bisa bergabung dengan Sporting (Lisbon). Itu seperti mimpi yang menjadi nyata, “ kata Martunis saat bergabung dengan Sporting Juli 2015 lalu, dilansir dari The Guardian.
Martunis memang sempat bergabung dengan tim U-19 Sporting Lisbon. Sayang, Martunis ternyata tidak betah. Ia harus menghadapi banyak aral. Mulai dari bahasa, makanan, kultur, hingga intensitas latihan yang ternyata berbeda jauh dari perkiraannya. Mimpi Martunis untuk jadi pesepakbola profesional sementara ini masih harus tertunda. Apalagi saat ini dia mengalami cedera.
“Bagi saya agak susah mengerti cara latihan mereka. Game di sana mereka agak cepat dan polanya menyerang. Sepak bolanya keras, berkelahi, ya berkelahi. Patah (tulang), patah. Mereka bersaing untuk cari posisi utama. Tidak ada kawan di dalam lapangan. Kawan yang di luar saja,” tutur Martunis dilansir dari CNN Indonesia.
Oleh karena itu, didorong oleh sifat pemalunya, tanpa memberikan kabar kepada Ronaldo terlebih dahulu, Martunis kemudian memutuskan pulang. Sebuah keputusan yang kemudian sangat disayangkan, terutama oleh Munawardi, manajer Martunis. saat diwawancara oleh CNN Indonesia, Munawardi mengatakan bahwa peluang Martunis ukup besar. Namun, menurut sang manajer itu, Martunis tidak berani ambil risiko tinggal di negeri orang, jauh dari keluarga, juga kampung halaman.
"Dia pulang ke sini, kami desak untuk ikut latihan Persiraja, klub-klub lain yang ada di Banda Aceh termasuk Pra-PORA, dia hanya beberapa kali datang. Akhirnya keluhannya adalah cedera lutut, sakit, dan segala macam. Memang kembali ke niat dia, motivasi dia dari dalam,” ujar Munawardi saat diwawancarai oleh CNN Indonesia pada akhir 2017 lalu.
Saat ini Martunis sudah jarang bermain bola. Cedera lutut kanannya membuatnya menepi dari lapangan hijau. Menurut Mustafa, Martunis saat ini sibuk mengisi acara televisi di Jakarta atau menerima undangan-undangan lainnya. Meski begitu, pada Jumat (5/10/18) nanti, ia berencana kembali ke Jakarta untuk mengobati cedera lututnya. Cita-citanya untuk menjadi pesepakbola profesional memang masih kabur, tetapi ia, sekali lagi, ingin bangkit dan mengejarnya.
Yang menarik, meski Martunis memilih untuk kembali ke Indonesia, Ronaldo ternyata tetap mendukung apapun keputusan yang diambil oleh Martunis. Ia akan selalu memberinya motivasi dan menganggap Martunis sebagai anaknya sendiri. Martunis sendiri mengaku bahwa ia ingin kembali bertemu dengan Ronaldo untuk menyampaikan keluh kesahnya. Dan jika tidak ada halangan, pada bulan November nanti, ia akan pergi ke Portugal untuk memberikan undangan peringatan tsunami di Aceh kepada sang ayah angkat.
Editor: Nuran Wibisono