tirto.id - Koreksi terhadap jadwal waktu subuh di wilayah Indonesia menjadi salah keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Muhammadiyah ke-31.
Berdasarkan keputusan Munas Tarjih Muhammadiyah itu, waktu Subuh di Indonesia dikoreksi dari semula posisi matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18 derajat.
Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Mohamad Mas’udi menyebut, pembahasan tentang jadwal waktu Subuh di Indonesia tersebut melanjutkan temuan tiga lembaga.
Ketiganya ialah Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA, Pusat Astronomi Universitas Ahmad Dahlan (Pastron UAD) dan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU).
Tiga lembaga tersebut selama ini secara khusus mengamati perubahan cahaya pagi di sejumlah kota di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
"Temuan tiga lembaga penelitian astronomi dan ilmu falak Muhammadiyah tersebut menyimpulkan bahwa ketinggian matahari pada waktu subuh di angka -20 derajat perlu dikoreksi," kata Mas’udi pada Minggu lalu (20/12/2020), seperti dilansir laman resmi Muhammadiyah.
"Majelis Tarjih menilai -18 derajat [posisi matahari di ketinggian minus 18 derajat] merupakan angka lebih akurat," dia menambahkan.
Sementara dalam laporan situs Suara Muhammadiyah, disebutkan bahwa wacana merevisi waktu subuh ini sudah berulangkali diseminarkan di beberapa tahun terakhir.
Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 menyepakati koreksi waktu subuh itu, berdasarkan temuan ketiga lembaga tadi dan beberapa dalil tentang waktu subuh di Al-Quran dan Hadis.
Menurut Sekretaris Sidang Pleno IV Munas Tarjih ke-31, Rahmadi Wibowo, dengan adanya koreksi dua derajat ini, awal waktu subuh di Indonesia mundur sekitar 8 menit dari waktu yang sekarang.
Jadi, seumpama jadwal waktu Subuh di suatu wilayah Indonesia saat ini tercatat pukul 03.50 maka berdasarkan keputusan Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31, perlu diundur menjadi jam 03.58.
Pendapat Kemenag soal Koreksi Waktu Subuh
Menanggapi putusan Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31, Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin menyatakan kementeriannya masih berpegang pada kriteria waktu Subuh pada posisi matahari -20 (minus dua puluh) derajat.
"Kementerian Agama, melalui Tim Falakiyah menyepakati, kriteria waktu Subuh di posisi matahari -20 (minus dua puluh) yang digunakan dalam pembuatan jadwal salat Kementerian Agama, sudah benar sesuai fikih dan sains," kata Kamaruddin di Jakarta, Senin (21/12/2020), dan disiarkan oleh situs resmi Kemenag.
Menurut Kamaruddin, Tim Falakiyah Kementerian Agama terdiri atas pakar dari berbagai lembaga, seperti Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Universitas Islam di Indonesia. Para pakar falak dari PBNU, Persis, PUI, dan Al-Irsyad, pun dilibatkan di dalamnya.
"Kriteria tersebut berdasar hasil observasi rukyat fajar yang dilakukan oleh Tim Falakiyah Kemenag di Labuan Bajo pada tahun 2018 dan hasil observasi rukyat fajar di Banyuwangi yang dilakukan oleh peneliti dari Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama," terang Kamaruddin.
"Kami sampaikan kepada masyarakat untuk tidak ragu menggunakan jadwal salat yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama RI," dia menambahkan.
Editor: Agung DH