tirto.id - Jelang puncak kegiatan Presidensi G20 Indonesia yang akan digelar di Nusa Dua, Bali pada 15-16 November 2022, sejumlah event sampingan pun ikut digelar pemerintah. Sebagai contoh adalah kegiatan Digital Economy Working Group (DEWG) G20 di Bali, Kamis (10/11/2022).
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah kerap menyatakan keuntungan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari G20. Salah satunya disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso dalam kegiatan Focus Group Discussion dengan tema “Menyongsong KTT G20: Kesiapan dan Keuntungan bagi Indonesia,” Kamis (3/11/2022).
Susiwijono menuturkan bahwa pelaksanaan 438 rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia yang diselenggarakan di 25 kota tersebut telah memberikan manfaat baik secara substansi maupun fisik.
“Jika dari sisi substansi, bedanya Presidensi G20 Indonesia dengan yang sebelumnya, presiden sejak awal menyampaikan bahwa G20 Indonesia harus memberikan manfaat yang nyata dan konkret. Untuk itu kami menyiapkan adanya concrete deliverable,” kata Susiwijono.
Terkait manfaat dari sisi substansi, kata dia, Presidensi G20 Indonesia telah menginisiasi concrete deliverables, yakni proyek, program, atau inisiatif sebagai manfaat nyata yang diharapkan dapat menjadi lead examples bagi pembangunan berkelanjutan dengan memanfaatkan kerja sama internasional dan peran multi stakeholders.
Selanjutnya, concrete deliverable tersebut akan dituangkan dalam Leaders’ Declaration pada bagian Annex atau lampiran dan diharapkan mampu menjadi legacy Indonesia bagi G20.
Demi meyakinkan publik, tim komunikasi G20 menyampaikan sejumlah dampak yang dirasakan masyarakat atas kegiatan G20. Dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto pada Kamis (10/11/2022), G20 diklaim memberikan dampak kepada pengusaha dan UMKM Bali.
Asisten Manajer Krisna Oleh-Oleh outlet Jalan By Pass, Kadek Bhuana misalnya. Ia mengaku tokonya mengalami kenaikan kunjungan baik dari wisatawan lokal dan asing. Ia senang toko bisa kembali ramai dalam dua bulan terakhir.
“Dua bulanan ini, toko kami mencatat kenaikan kunjungan wisatawan asing dan lokal. Mereka juga berbelanja. Toko kembali ramai. Pemandangan ini benar-benar menjadikan semangat optimis bagi kami, Bali bisa bangkit,” kata Bhuana berdasarkan keterangan dari tim komunikasi G20.
Beberapa makanan dan minumam juga pilihan wisatawan. Misalnya, pie susu, pia, kacang, kopi bubuk arabika, robusta serta biji kopinya masuk daftar unggulan di toko penyedia oleh-oleh. Begitu pula oleh-oleh berupa lukisan dan pernak pernik dari bambu.
“Kami selalu memeriksa ketersediaannya agar jangan sampai kosong dan mengecewakan tamu yang datang,” jelas Bhuana.
Selain Bhuana, pemasok kaos Barong dari Gianyar, Ni Wayan Erni Lestari juga menerima dampak positif. Ia mengaku kewalahan menerima baju Barong, yakni baju tanpa kerah dengan dasar warna-warni bergambar kepala barong ini menjadi unggulan oleh-oleh khas Bali di sejumlah outlet.
Ia mengaku tidak sedikit rumah produksi hingga ribuan kaos barong mulai memasok baju ke toko-toko penyedia buah tangan. Erni pun mengaku kewalahan dengan pesanan.
“Senang sekali dan astungkara (semoga) tetap menjadi favorit oleh-oleh dari Bali,” katanya.
Sementara itu, pengusaha Keben Bali, Zian mengaku telah mendapatkan pemesanan sebanyak 700 keben (anyaman bambu yang berbentuk menyerupai kubus). Pemesannya dari salah satu hotel tempat delegasi G20 menginap, di Nusa Dua.
“Saya senang sekali ikut dapat berkah dari kegiatan G20 ini. Soalnya, lama saya tidak mendapat pemesanan seperti semenjak terhenti karena pandemi,” kata Zian.
Bagaimana dengan Rakyat di Luar Provinsi Bali?
Keterangan manfaat yang disampaikan tim komunikasi G20 menandakan G20 berdampak positif bagi masyarakat Bali. Pertanyaanya, sejauh mana rakyat Indonesia secara nasional mendapat manfaat dari gelaran internasional itu?
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengakui bahwa setiap event nasional dan internasional akan berdampak terhadap perekonomian. Dampak itu rerata adalah perputaran ekonomi pada beberapa sektor seperti perhotelan, industri makanan-minuman maupun transportasi.
“Namun hal tersebut dirasakan oleh masyarakat tempat pelaksanaan acara. Kalau event-nya di Bali, ya masyarakat Bali saja yang menerima. Masyarakat di luar Bali mendapatkan manfaat tidak langsung, namun tidak signifikan,” kata Huda kepada reporter Tirto, Kamis (10/11/2022).
Huda menilai, efek kepada masyarakat luar Bali akan tidak berdampak langsung. Di sisi lain, efeknya tidak akan bertahan lama, terutama setelah acara berakhir.
“Masyarakat di luar daerah Bali minim dampak langsungnya karena ini event teritorial dan temporer. Setelah acara, dampak ekonomi langsungnya akan hilang. Semuanya kembali seperti sedia kala," kata Huda.
Huda memberikan catatan dampak tambahan bisa muncul apabila ada kesepakatan tertentu antara Indonesia dengan negara lain. Kesepakatan tersebut akan berdampak dan bisa meluas sesuai kesepakatan Indonesia dengan negara tertentu dalam KTT G20.
“Tapi itu tergantung bagaimana pemerintah bisa membuat kesepakatan yang menguntungkan, khususnya bagi Indonesia,” kata Huda.
Namun, ia menegaskan bahwa Indonesia tidak akan dapat efek banyak secara langsung kecuali masyarakat Bali. “Walaupun ada dampak tidak langsung ke masyarakat di luar Bali, namun terbatas,” kata dia.
Indonesia Dapat Panggung, Rakyat Dapat Apa?
Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro menilai, dampak kehadiran G20 punya sejumlah derajat. Pertama, G20 dianggap sebagai panggung Indonesia di dunia global, salah satunya dalam mendamaikan Rusia dan Ukraina.
Jika Indonesia berhasil mendamaikan perang kedua negara, kata Riko, maka Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan dunia.
“Paling enggak trust-nya pemerintah, negara-negara dunia terhadap Indonesia itu akan menjadi celah. Nah aku lebih pengen real lagi ke bawahnya apa? Membangun dialog-dialog lintas negara yang dipelopori oleh Indonesia,” kata Riko.
Riko menuturkan, kegiatan side event justru lebih penting daripada main event di G20. Ia beralasan, side event adalah tempat Indonesia dan negara lain melakukan dialog bilateral dengan kesepakatan bersama antarnegara.
Sebagai contoh, kata dia, Indonesia menawarkan ke negara-negara G20 bahwa mereka menemukan cadangan minyak di daerah tertentu. Indonesia mencari siapa yang berniat untuk kerja sama mengelola ladang minyak tersebut sesuai kesepakatan. Selain minyak, bisa saja negosiasi agar barang UMKM Indonesia diterima di tingkat dunia.
“Tapi kalau kemudian kita mau lihat manfaat langsung pada hari ini, yang terjadi besok itu, ya otomatis pasti hanya Bali, enggak mungkin bisa berdampak ke kita yang ada di Jakarta. Kita di Jakarta itu (hanya dapat) manfaat dari dialog (G20) itu,” kata Riko.
Riko menilai, dampak langsung dan jangka pendek hanya dinikmati oleh masyarakat Bali. Mereka akan menerima dampak dari para anggota G20 yang hadir. Para delegasi akan mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang G20. Akan tetapi, angka belanja tersebut tidak akan besar karena niat mereka hanya sekadar 'melepas penat'.
Oleh karena itu, Riko menilai, kegiatan side event akan lebih berdampak karena rerata side event akan berujung pada kesepakatan atau kerja sama. Namun, side event tetap penuh tantangan karena kesepakatan baru muncul jika kedua pihak mau membangun kerja sama.
“Tetapi lagi-lagi apakah pemerintah kita mau melakukan dialog-dialog bilateral di luar agenda-agenda resmi? Itu kan sama saja kerjaan tambahan sebetulnya. Mau gak mereka melakukan dialog-dialog bilateral itu? Berarti sifatnya dua pihak, apakah yang sana juga bersedia ditemui kita,” kata Riko.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz