Menuju konten utama

Jacinda Ardern: Kebijakan dan Prestasinya Sebagai Perdana Menteri

Jacinda Ardern, daftar kebijakan dan prestasinya sebagai Perdana Menteri Selandia Baru.

Jacinda Ardern: Kebijakan dan Prestasinya Sebagai Perdana Menteri
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern berbicara di Istana di SIngapura, Jumat (17/5/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Feline Lim/djo/nz

tirto.id - Jacinda Ardern kembali menjabat sebagai Perdana Menteri setelah menang telak dalam Pemilu Selandia Baru pada 17 Oktober 2020 lalu. Di bawah kepemimpinannya, Selandia Baru bisa terbebas dari Virus Corona.

Selain itu, dia juga merespons kasus penembakan di masjid Christchurch dengan memperketat kepemilikan senjata api.

Dia juga pernah membuat sejarah dengan membawa bayi dan menyusui dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Kebijakan Jacinda Ardern

Berikut ini kebijakan Jacinda Ardern dalam memimpin Selandia Baru:

1. Strategi menghadapi COVID-19

Setelah virus COVID-19 dikonfirmasi telah menyerang secara global, pada 16 Maret setiap orang termasuk warga Selandia Baru mesti mengisolasikan dirinya, saat tiba di negara itu.

Namun begitu, hal ini tidak berlaku bagi mereka yang datang dari kepulauan Pasifik yang sebagian besar tidak terpengaruh.

  • Segera melaksanakan Lockdown
Senada dengan hal itu, Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan bahwa peraturan isolasi diri akan dijalankan secara ketat dan bertanggung jawab.

Lalu, di hari berikutnya Jacinda Ardern melakukan perbatasan sepenuhnya untuk hampir semua penduduk yang bukan berasal dari Selandia Baru.

"Pembatasan atau lockdown sebenarnya dapat menekan transmisi virus yang berpotensi menular, hal ini bisa dicontoh oleh negara lain,"ujar Prof Martin Berka, seorang ekonom di Universitas Massey, sebagaimana yang dilaporkan dari BBC.

Dia juga mengatakan di dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah dituliskan bahwa keberhasilan lockdown di Wuhan pada akhir Januari memperjelas strategi Selandia Baru untuk mengantisipasi segalanya sejak awal.

Kemudian, pada akhir Maret saat publik sedang mempersiapkan situasi yang berbeda karena adanya COVID-19, Selandia Baru memperkenalkan sistem peringatan empat tahap baru.

Sehingga, penduduk maupun pemerintah bisa lebih siap untuk beradaptasi dengan keadaan baru atau new normal.

Sistem ini dimulai pada level dua, akan tetapi pada 25 Maret 2020 telah naik menjadi level 4. Sehingga, menimbulkan lockdown total secara nasional. Lockdown total ini ditandai dengan hanya beberapa layanan penting yang beroperasi.

Sementara profesi lainnya, diminta untuk bekerja dari rumah, dan tetap tinggal di rumah. Pada saat itu, Selandia Baru tercatat hanya 102 kasus dan tidak ada kasus kematian akibat COVID-19.

  • Komunikasi yang efektif dan publik yang tertib
Menurut Prof Barker para pejabat telah melakukan tugasnya dengan baik. Hal ini karena, mereka telah melibatkan penduduk untuk menyuarakan pendapatnya.

Kemudian, setiap harinya Selandia Baru juga melakukan pengujian sebanyak 10.000 tes. Ketika mereka mengetahui hasilnya, akan dideteksi siapa saja yang sudah berinteraksi dengan seseorang yang hasil tesnya reaktif bahkan positif COVID-19.

Meski begitu, hal tersebut bukan tanpa kritik. Ketika penduduk menjalankan lockdown mereka mempertanyakan kondisi ekonomi yang terjadi, terutama ketika jumlah kasusnya menurun.

Sementara itu, polisi bertindak tegas untuk siapapun yang melanggar aturan lockdown. Sehingga, pemerintah menerima dukungan dari penduduk sebanyak 80 persen.

  • Berupaya untuk mempertahankan kasus yang terus menurun
Pada 8 Juni, Jacinda Ardern mengumumkan bahwa Selandia baru tidak memiliki kasus penularan selama 17 hari. Selain itu, semua pasien yang terinfeksi, dikabarkan sudah pulih.

Akhirnya aturan lockdown dicabut, dan hampir semua aspek berjalan normal dengan penetapan aturan jarak sosial. Akan tetapi, lockdown tetap tegas dilaksanakan untuk turis yang hendak berlibur ke Selandia Baru, tanpa indikasi kapan akan dibuka kembali untuk turis.

Kemungkinan itu diperkuat saat sebanyak dua orang dinyatakan positif COVID-19, setelah melakukan perjalanan dari Inggris. Sehingga, Perdana Menteri Helen Clark mengatakan Selandia Baru perlu mempertimbangkan lagi kapan lebih siap terbuka untuk dunia.

2. Undang-undang persenjataan.

Undang-undang senjata yang lebih ketat, mulai berlaku setelah disahkannya Rencana Undang Undang (RUU) melalui Parlemen.

Tindakan ini disebabkan setelah seorang pria bersenjata dinyatakan membunuh 51 jemaah Muslim tahun lalu.

Penembakan ini merupakan penembakan massal terburuk di negara Selandia Baru. Tidak hanya itu, tindakan memperketat persenjataan juga dilakukan karena adanya pembantaian Christchurch oleh tersangka kulit putih yang membunuh korbannya dengan senjata semi-otomatis.

Dengan begitu, Brenton Tarrant dari Australia pelaku atas serangan itu, akan dijatuhi hukuman akhir tahun ini.

"Undang-undang baru yang dirancang ditujukan untuk senjata api, jika nantinya jatuh di tangan yang salah. Hal ini merupakan pertama kalinya, memiliki senjata api adalah hal yang istimewa, serta terbatas pada sebuah perizinan yang bertanggung jawab," ujar Menteri Kepolisian Stuart Nash, dilansir dari Reuters.com.

Perubahan lainnya seperti, melarang senjata api yang berisiko tinggi, termasuk senapan semi-otomatis pendek. Kemudian, peraturan yang lebih ketat untuk pedagang senjata, serta pengurangan jangka waktu izin senjata api dari 10 menjadi 5 tahun untuk pemegang lisensi atau izin pertama kali.

Prestasi Jacinda Ardern

1. Selandia Baru dinyatakan bebas dari COVID-19.

Atas kebijakan serta ketegasan Jacinda Ardern menjadi Perdana Menteri di Selandia Baru, membuat negaranya bebas dari COVID-19.

Namun begitu, sebetulnya luas Selandia Baru yang relatif kecil hanya merupakan keuntungan kecil negara ini bebas dari COVID-19.

Prof Baker mengatakan, strategi bebas dari COVID-19 dapat berjalan dengan baik apabila setiap negara dapat menjalankan infrastrukturnya dengan tegas. Hal itu, ditujukan oleh Taiwan sebagai negara besar di Asia yang sukses mengantisipasi COVID-19.

2. Upaya pengendalian senjata.

Kebijakan pengendalian senjata yang secara tegas dibuat oleh Selandia Baru, mendapat pujian global terutama dari Amerika Serikat. Apalagi, Amerika Serikat adalah salah satu negara yang mendukung pengendalian senjata.

Tidak hanya itu, aktivis di negara itu juga telah berjuang untuk mengatasi kekerasan senjata.

3. Jacinda Ardern memenangkan Pemilu di Selandia Baru.

Prestasinya dalam menghadapi COVID-19, membuat Jacinda Ardern mampu memenangkan pemilu di Selandia Baru. Hal ini juga didukung oleh Partai Buruh yang mengusungnya.

Selain itu, dirinya juga mampu membentuk pemerintah dengan partai tunggal pertama dalam beberapa dekade.

Namun begitu, Selandia Baru mendapat tantangan untuk transformasi sehingga pada masa jabatan pertamanya, Partai Buruh berbagi kekuasaan dengan Partai Nasionalis.

Atas kemenangannya itu, Ardern berjanji untuk memberikan pajak yang tinggi bagi orang-orang berpenghasilan tinggi.

Sementara itu, Pemimpin Partai Nasional Oposisi Judith Collins menjanjikan pemotongan pajak jangka pendek, tetapi lebih baik mereka dapat menunjukan sedikit perbedaan besar dalam kebijakan.

4. Jacinda Ardern mengukir sejarah pemimpin dunia pertama yang menghadiri majelis umum PBB dengan membawa bayinya.

Jacinda Ardern membawa bayinya yang baru saja berumur tiga bulan di PBB pada Senin malam. Bahkan dirinya, sempat bermain dahulu sebelum memberikan pidato di KTT perdamaian Nelson Mandela.

Ardern melahirkan Neve Te Aroha di Rumah Sakit Auckland pada 21 Juni. Kemudian, kembali bekerja pada awal Agustus setelah mengambil enam minggu cuti hamil.

Perdana menteri ini, terus menyusui putrinya selama bepergian bersamanya ke New York dalam perjalanan enam hari. Dia berkomitmen, akan selalu membawa putrinya ke acara resmi apa pun.

"Tidak ada aturan tetap yang akan dijalankan, hanya apakah dia cukup tidur atau tidak, kapan dia lapar. Mungkin saya dan Neve akan selalu bersama, tetapi bisa juga dia di hotel dan saya ada di sebuah pertemuan. Itu tergantung seberapa jet lag dia," ujar Jacinda, dikutip dari The Guardian.

Mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto merupakan satu-satunya pemimpin dunia lain yang melahirkan pada Januari 1990. Tetapi dia diberhentikan sebagai pemimpin negaranya tujuh bulan kemudian.

Baca juga artikel terkait JACINDA ARDERN atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Dhita Koesno