Menuju konten utama

Isu Proxy War, Sandiaga Ajak Gatot Nurmantyo Gabung Tim Kampanye

Lewat proxy war, Sandiaga Uno merayu Gatot Nurmantyo agar masuk ke tim pemenangannya untuk pilpres 2019.

Isu Proxy War, Sandiaga Ajak Gatot Nurmantyo Gabung Tim Kampanye
Bakal calon wakil presiden Pilpres 2019 Sandiaga Uno (kanan) tiba di gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/8/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Lamat-lamat nama Gatot Nurmantyo kembali ke tengah percakapan politik Indonesia. Nama bekas Panglima TNI ini diseret kembali oleh calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno. Dia ingin Gatot, jebolan akademi militer 1982 itu, masuk ke tim pemenangan.

Selasa (21/8/2018) kemarin Sandi mengaku telah melakukan pendekatan ke Gatot hampir dua minggu lamanya, meski sampai sekarang belum ada kata sepakat. Pernyataan ini ia ulang kembali setelah salat Idul Adha, hari ini (22/8/2018).

Ada beberapa alasan kenapa Sandi mengajak Gatot bergabung. Pertama adalah kedekatan antara Gatot dan calon presiden Prabowo Subianto yang sama-sama lulusan Akmil. Prabowo adalah senior Gatot yang lulus tahun 1974.

"Mereka berlatar belakang militer, punya kepedulian kebangsaan yang kuat, juga punya kepedulian hadirnya kepemimpinan yang tegas dan kuat," kata Sandi.

Alasan ini pula yang sempat jadi latar belakang sekelompok orang yang menamakan diri Gatot Nurmantyo untuk Rakyat (GNR) mengusung Gatot Nurmantyo sebagai calon presiden alternatif di luar Prabowo Subianto dan Joko Widodo.

Alasan selanjutnya terkait dengan proxy war yang kerap diwacanakan Gatot ketika masih aktif berdinas. Kata Sandi, mereka sama-sama menaruh perhatian yang lebih terhadap isu ini, dan akan lebih baik kalau keduanya bekerja sama.

Berdasarkan penelusuran arsip berita di situs resmi Mabes TNI, istilah ini memang dipopulerkan Gatot Nurmantyo, tepatnya sejak 2014. Tahun itu ia menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).

Tercatat beberapa kali Gatot mempopulerkan istilah ini di muka umum, termasuk ketika menyampaikan kuliah umum di Universitas Indonesia (UI) pada 11 Maret 2014, di Universitas Brawijaya (UB) pada 26 Maret 2014 dan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2 Mei 2014.

Sejak itu proxy war pun jadi tema yang sering disampaikan petinggi TNI AD, baik di kampus atau acara resmi lain.

Menurut Sandi, termasuk di dalam proxy war adalah "ancaman ekonomi".

"Proxy war itu kadang-kadang masuk dalam konteks ekonomi juga, bahwa negara dibuat tidak berdaya karena ekonominya dilemahkan, lapangan kerja tidak diciptakan, beban hidup semakin berat," kata Sandi.

Sandi kemudian menyinggung apa yang kerap dipropagandakan oleh oposisi ke masyarakat, bahwa pada era Joko Widodo harga-harga melambung tinggi, bahwa lapangan kerja sulit, dan lain sebagainya. Intinya, kata Sandi, masih banyak urusan ekonomi mikro yang harus dituntaskan.

"Jika ada peluang kerja yang belum tercipta, maka pemerintah bersama dunia usaha harus mewujudkan lapangan pekerjaan," jelasnya.

Ajakan ini memang belum direspons Gatot. Setidaknya belum ada pernyataan resmi dari dia ke media massa. Namun, usul Sandi ini nampaknya diterima dengan baik oleh partai pendukung. Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera misalnya, sudah memberikan sinyal positif.

"Pak Gatot fine-fine saja," kata Mardani kepada Tirto.

Dalam struktur tim pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno, satu pos yang masih kosong adalah posisi ketua tim, meski Gerindra sudah mengusulkan nama Djoko Santoso. Gatot bisa saja mengisi posisi ini. Namun Mardani mengatakan kalau semua "masih dibicarakan" [terkait posisi dan tugas Gatot].

Infografik Hl Elektabilitas jenderal 212

Nama Gatot Nurmantyo mulai menghiasi jagad politik ketika dia hampir memasuki masa pensiun.

Setelah menanggalkan jabatan sebagai Panglima TNI pada Desember tahun lalu, Gatot beberapa kali menemui elite partai. Dia pernah menemui Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto. Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-30 ini juga pernah bertemu elite PAN.

Wacana menjadikan Gatot sebagai capres atau cawapres pun mengemuka, meski perolehan suaranya pada banyak survei tak pernah bisa dikatakan bagus. Pada survei Indo Barometer April 2018 Gatot hanya meraih 7,9 persen suara jika jadi cawapres. Itu pun sudah lebih baik ketimbang survei SRMC pada Desember 2017 yang hanya memberinya 0,8 persen suara sebagai capres.

Pada akhirnya, seperti kita tahu bersama, partai telah menjatuhkan pilihan masing-masing, dan tak ada yang meminang Gatot.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino