Menuju konten utama

Isi Pasal 263 KUHP Tentang Pemalsuan Dokumen

Pasal 263 KUHP termasuk dalam buku 2 Bab XII KUHP yang berisi tentang kejahatan khususnya pemalsuan surat.

Isi Pasal 263 KUHP Tentang Pemalsuan Dokumen
Ilustrasi KUHP. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berisi tentang hukum pembuatan surat palsu dan pemalsuan dokumen. Dalam pasal itu juga terdapat definisi dari penggunaan surat palsu dan pemalsuan dokumen.

Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki landasan untuk menegakkan hukum pidana dalam bentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP merupakan induk peraturan hukum pidana positif di Indonesia yang digunakan untuk mengadili kasus-kasus pidana yang bertujuan untuk melindungi kepentingan umum.

Hukum pidana merupakan upaya hukum terakhir (ultimum remedium) yang berarti hukum pidana mengandung sanksi yang bersifat memaksa.

Dalam sejarahnya, KUHP berasal dari produk hukum kolonial Belanda yang bernama Wetboek van Strafechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang dibentuk pada 15 Oktober 1915 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1918.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pendiri bangsa Indonesia merumuskan hukum pidana baru yang akan diberlakukan di Indonesia namun masih didasarkan pada WvSNI.

Pada 26 Februari 1946, WvSNI reesmi diubah menjadi KUHP lewat UU No. 1 Tahun 1946 yang meliputi penghapusan aturan kerja rodi serta pengubahan denda dengan mata uang gulden ke rupiah.

KUHP dibagi menjadi 3 bagian (buku) yang memuat isi yang berbeda-beda. Buku 1 (Pasal 1-103) berisi aturan-aturan umum, Buku 2 (Pasal 104-488) berisi tentang kejahatan, dan Buku 3 (Pasal 489-589) berisi pelanggaran.

Isi Bunyi dan Unsur Pasal 263 KUHP Tentang Pemalsuan Dokumen

Pasal 263 KUHP termasuk dalam buku 2 Bab XII KUHP yang berisi tentang kejahatan khususnya pemalsuan surat. Pasal 263 KUHP mengatur tentang tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen. Adapun bunyi pasal tentang Pemalsuan Dokumen tersebut sebagai berikut:

“(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.

(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.”

Pasal ini merumuskan definisi tentang pemalsuan dokumen dan penggunaan dokumen palsu. Dalam pasal tersebut pembuatan surat palsu didefinisikan sebagai membuat surat yang dapat menerbitkan hak, perjanjian, atau pembebasan utang dengan maksud akan menggunakan surat itu seolah-olah surat itu asli yang jika digunakan akan mendatangkan suatu kerugian hukum.

Sanksi yang dikenakan untuk pemalsuan dokumen dalam pasal tersebut adalah selama-lamanya 6 (enam) tahun.

Dilansir dari laman Legal Smart Channel BPHN, menurut R Soesilo dalam KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang diartikan sebagai “surat” dalam pasal ini adalah segala surat, baik yang ditulis tangan, cetak, maupun mesin tik, dan lain-lainnya. Jika seseorang terbukti turut serta melakukan tindak pidana, maka ia akan dikenai dengan sanksi dalam pasal ini.

Jika ia hanya dituduh membantu melakukan tindak pidana tersebut, maka harus dibuktikan bahwa ada unsur kesengajaan pada orang tersebut untuk melakukan tindak pidana. Jika orang tersebut tidak tahu tindakannya berujung pada tindak pidana, maka ia tidak bisa dikatakan membantu melakukan tindak pidana.

Baca juga artikel terkait PASAL 263 KUHP TENTANG PEMALSUAN DOKUMEN atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal Iskandar

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Muhammad Iqbal Iskandar
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Nur Hidayah Perwitasari