tirto.id - Umpatan kasar yang dilontarkan Miftah Maulana Habiburrahman dalam sebuah pengajian memicu kontroversi dan reaksi keras dari berbagai kalangan. Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan itu dinilai berlebihan karena merendahkan pedagang es teh bernama Sunhaji di depan ribuan jamaah.
Dalam video viral yang beredar luas di media sosial, Miftah awalnya sedang mengisi acara ‘Magelang Bersholawat’ di Lapangan Drh. Soepardi, Mungkid, Kabupaten Magelang, Rabu (20/11/2024) malam. Di tengah acara, Miftah dikejutkan dengan kedatangan seorang penjual es teh yang mendekat ke area panggung.
Jamaah yang hadir kemudian kompak berseru meminta Miftah memborong dagangan penjual es teh tersebut. Bukannya memborong dagangan tersebut, Miftah justru melontarkan guyonan berintonasi kasar kepadanya.
“Es tehmu jik akeh, ra? (es teh Anda masih banyak, tidak?) Masih? Yo, kono didol, goblok! (Ya, sana dijual, goblok!) Dolen disik, mengko nek rung payu, yo, wis, takdir. Ngono, lho (Jualin dulu, nanti kalau belum laku, ya, sudah, takdir. Gitu, loh),” ujar Miftah disahuti gelak tawa jemaah dan sejumlah orang di sekitarnya.
Sikap Miftah yang menghina penjual es teh tersebut jelas tidak mencerminkan perannya sebagai seorang Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto. Sikap Miftah itu disebut bertolak belakang dengan Prabowo yang begitu menghormati dan memuliakan rakyat kecil dan pedagang kaki lima.
Sebuah video yang diunggah Partai Gerindra di Instagram memperlihatkan begitu emosional Mantan Menteri Pertahanan itu ketika berpidato mengenai perjuangan para pedagang kecil demi bertahan hidup. Prabowo bilang bahwa para pedagang kaki lima itu mulia, jujur, dan mereka semua mencari nafkah dengan halal.
“Saya sangat hormat sama pedagang kaki lima, sama tukang ojol, sama tukang bakso. Pedagang kaki lima tiap hari keluar dia dorong itu. Keringat, fisik mencari makan untuk anak dan istrinya, itu yang kita hormati," ujar Prabowo dengan nada bergetar.
Kepala Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, bahkan menyayangkan perilaku Miftah yang menghinakan pedagang es teh tersebut. Menurut dia, perilaku Miftah sangat berbanding terbalik dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang menghormati pedagang kecil, nelayan, hingga petani.
"Perlu kami tekankan di sini bahwa Presiden Prabowo Subianto sangat menghormati dan menjunjung tinggi, terhadap siapa pun, terhadap rakyat kecil, terhadap pedagang kaki lima, terhadap nelayan, terhadap petani, terhadap siapa pun," kata Hasan Nasbi, dalam keterangannya, Rabu (4/12/2024).
Atas kejadian tersebut, Prabowo lantas menegur Miftah melalui Sekretariat Kabinet. Miftah juga telah meminta maaf secara langsung kepada pedagang es teh tersebut serta membuat pernyataan terbuka melalui video.
“Saya meminta maaf atas kekhilafan saya. Saya memang sering bercanda dengan siapa pun. Untuk itu, atas candaan kepada yang bersangkutan, saya akan meminta maaf secara langsung dan mudah-mudahan dibukakan pintu maaf untuk saya," ucap Miftah dalam keterangan video yang diterima Tirto, Rabu (4/12/2024).
Meski demikian, jauh sebelum mengolok-ngolok pedagang es teh dan viral, sikap pendakwah kondang tersebut juga sempat beberapa kali mengundang antipati publik. Dalam sebuah potongan video viral beberapa waktu lalu, misalnya, Miftah terlihat menjambak sang istri kemudian menggoyang-goyangkan kepalanya di sebuah acara musik. Kejadian itu lantas menuai cibiran dari warganet.
Namun, seturut pemberitaan CNN Indonesia, Miftah saat itu berdalih bahwa dirinya memegang kepala sang istri lantaran merasa gemas. Dia juga menyebut hal itu sudah biasa dilakukan keduanya.
Candaan yang Tak Pantas
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, mengatakan bahwadia mengenal Miftah sebagai tokoh agama yang urakan dan kerap diidentikkan dengan tempat-tempat “gelap”. Meski begitu, candaan yang dilontarkan utusan presiden itu kali ini sudah kebablasan dan tidak pantas.
“Apa yang disampaikan memang kurang pantas. Saya yakin Gus Miftah juga tahu itu, tapi mungkin kepeleset saja. Tentu publik bisa menilailah,” kata Jazilul kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Menurut Jazilul, guyonan Miftah tersebut salah tempat. Pasalnya, seorang pendakwah memang sepatutnya tidak mengumbar apa pun di depan publik secara vulgal, apalagimengumpat dengan kata-kata kasar.
“Jangan juga diumbar di depan publik ketika menghadapi orang yang lemah, pasti publik enggak suka,” imbuh dia.
Ketua PBNU Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrur Rozi, juga ikut menyayangkan perilaku Miftah tersebut. Karena, menurutnya, dakwah semestinya mengajak dan merangkul serta harus dilakukan dengan kelembutan dan adab sebagaimana teladan dari Rasulullah SAW.
Tentu saja, kata Fahrur, kasus yang dialami Miftah ini menjadi pelajaran bagi para mubaligh lainnya agar lebih berhati-hati dalam bercanda agar tidak menimbulkan kegaduhan dan melukai perasaan orang lain.
“Saya yakin Miftah hanya bermaksud bercanda untuk menghidupkan suasana, tapi kepleset lidah tidak bermaksud mengolok-olok,” ujar Fahrur kepada Tirto, Rabu (4/12/2024).
Dari kejadian tersebut, Fahrur meminta masyarakat ambil hikmahnya saja bahwa penjual es tersebut ternyata malah mendapat banyak rezeki, simpati, dan apresiasi masyarakat luas.
“Sebaiknya disudahi polemik ini. Harap dimaklumi dan setiap orang bisa saja berbuat khilaf. Mari saling mendukung dan mengingatkan untuk kebaikan dakwah umat Islam,” ujar dia.
Tak Pantas Jadi Utusan Presiden
Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, mengatakan bahwa sikap Miftah tersebut secara otomatis akan berdampak pada kepercayaan publik atas penunjukannya sebagai utusan khususpresiden. Tindak tanduknya yang tak patut semakin menguatkan persepsi bahwa Miftah hanya ditempatkan karena jasanya di masa kampanye, bukan karena kapasitasnya.
“Terlebih, dia diminta mengurusi urusan agama, tetapi justru membuat gaduh masyarakat agama,” jelas Musfi kepada Tirto, Rabu (4/12/2024).
Menurut Musfi, akan baik jika Miftah tidak menyandang jabatan utusan khusus presiden. Sebab, ini bisa dianggap mewakili karakter Prabowo sebagai jejaring sosial Miftah.
“Dan perlu dipahami jika Presiden sebenarnya tidak memerlukan Miftah karena urusan agama sudah dikendalikan oleh Menteri Agama,” pungkas dia.
Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengatakanbahwa apa yang dilakukan Miftah memang tidak serta-merta merefleksikan karakter pemerintahan Prabowo. Menurutnya, publik pun mungkin menganggap posisi Miftah di pemerintahan tidaklahterlalu penting.
“Miftah itu yang utusan presiden bidang toleransi agama yang tidak penting-penting banget, mungkin gitu,” ujar Kunto kepada Tirto, Rabu (4/12/2024)
Meski begitu, Kunto sangat menyayangkan teguran Presiden Prabowo terhadap anak buahnya itu tidak dilakukan secara publik. Padahal, mereka berdua adalah pejabat publik yang digaji dengan uang pajak rakyat yang pada 2025 akan dinaikkan pungutannya.
“Jadi, kita juga butuh tahu dong, kita punya hak untuk tahu tegurannya sekeras apa, seperti apa? Dan kalau melanggar lagi mau diapain ini Miftah, kan gitu,” pungkas Kunto.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi