tirto.id - Koalisi warga untuk keadilan akses kesehatan yang terdiri Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak pemerintah untuk membatalkan kebijakan pemotongan insentif tenaga kesehatan yang sedang berjibaku dalam penanganan pandemi COVID-19
“Kami mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan terkait pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan,” kata perwakilan dari ICW Wana Alamsyah melalui keterangan tertulis, Kamis (4/2/2020).
Koalisi menilai pemotongan insentif tak tepat lantaran beban kerja nakes terus meningkat. Saat ini situasi COVID-19 sedang memburuk, per Januari 2021 Indonesia menduduki peringkat atas se-Asia dengan kasus aktif terbanyak yakni 174.083 kasus.
Namun, alih-alih memperbesar anggaran kesehatan, pemerintah di tahun 2021 malah menaikkan anggaran infrastruktur sekitar 67 persen atau menjadi sebesar Rp417,4 triliun dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp281,1 triliun.
Dalam APBN 2021, anggaran untuk bidang kesehatan khususnya penanganan Covid-19 mengalami penurunan cukup drastis. Tahun 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan khusus COVID-19 sebesar Rp87,55 triliun. Sedangkan tahun 2021 anggaran tersebut turun menjadi Rp60,5 triliun.
Koalisi menduga pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk COVID-19.
Selain itu, koalisi juga menyoroti buruknya tata kelola penanganan COVID-19 oleh pemerintah yang terlihat pada aspek realisasi anggaran penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan.
Per tanggal 11 Desember 2020, pemerintah baru menggelontorkan insentif tenaga kesehatan kepada 485.557 orang dengan total anggaran sebesar Rp3,09 triliun.
Sedangkan santunan kematian baru diberikan kepada 153 keluarga atau 20 persen dari 647 tenaga kesehatan yang meninggal dengan anggaran sebesar Rp46,2 miliar.
“Kami mendesak agar pemerintah segera merealisasikan pemberian insentif dan santunan kematian kepada tenaga kesehatan,” katanya.
Koalisi menilai, masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian ini disebabkan tata kelola data yang dimiliki oleh pemerintah buruk.
Berdasarkan data LaporCovid-19 per tanggal 26 Januari 2020, ada sebanyak 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif. Sedangkan 24 persen lainnya menerima insentif tetapi tidak sesuai dengan Kepmenkes 2539/2020.
Oleh karena itu, pemerintah juga didesak untuk segera memperbaiki data terkait dengan penyaluran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan. Dan mendesak BPK dan KPK segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap anggaran penanganan COVID-19.
Sebelumnya, Kemenkes menyatakan pengurangan nominal insentif terhadap tenaga kesehatan penanganan COVID-19 adalah untuk memperluas sasaran penerima insentif. Tak hanya tenaga kesehatan, para pekerja kesehatan seperti sopir ambulans dan pengurus jenazah COVID-19 juga akan mendapat insentif.
“Jadi kita memperluas sasaran sebenarnya penerima insentif nakes tetapi memang berarti ada pengurangan insentif nakes yang kemarin sudah berjalan di 2020,” kata Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Wiweko saat Webinar ‘Tatakelola Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional’, Rabu (3/2/2020).
Jika pada tahun 2020 insentif hanya diberikan kepada tenaga kesehatan baik itu dokter, perawat dan tenaga medis lainnya, maka di 2021 diperluas. Para pekerja kesehatan yang bekerja di back office maupun tenaga administrasi yang menunjang pelayanan pasien COVID-19 juga akan diberikan insentif.
“Petugas kebersihan, termasuk sopir ambulans atau pengurus jenazah itu juga kita berikan [insentif],” kata Nadia yang juga menjabat Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes.
Oleh karena itu, konsekuensinya besaran insentif menjadi tak sebesar tahun lalu. Namun, untuk alokasi anggaran menjadi lebih besar, jika pada 2020 alokasi anggaran insentif nakes hanya Rp5,9 triliun maka tahun ini naik sebesar Rp14,6 triliun.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri