tirto.id - Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak hal, terutama pola hidup sehari-hari, dan satu-satunya cara untuk bertahan adalah dengan menyesuaikan diri.
“Semua tahu, kita sedang dan akan menghadapi masa-masa sulit dalam beberapa bulan ke depan. Tetapi, bukan berarti kita tak bisa berbuat apa-apa. Dalam kondisi uncertainty inilah kemampuan adaptif sangat kita butuhkan,” kata Guru Besar UI dan Founder Rumah Perubahan Renald Khasali dalam tulisannya, “Virus Bermutasi, Manusia Beradaptasi”.
Renald menerangkan, tiap kali manusia berhadapan dengan kesulitan, maka inovasi muncul. "Dulu, banyak orang yang tak bisa mengonsumsi cokelat karena harganya yang sangat mahal. Pada 1963, Michele Ferrero dari Italia berinovasi mencampur cokelat yang mahal dengan gula, minyak, susu, dan kacang hazelnut. Lahirlah Nutella yang kemudian mendunia sebagai alternatif pengganti cokelat untuk dimakan bersama roti.”
Saat ini, inovasi tentu sangat dibutuhkan dalam berbagai sektor kehidupan, tak terkecuali pendidikan. Sebagaimana diketahui bersama, untuk mencegah penyebaran Covid-19, sekolah hingga universitas mengubah proses pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau remote learning.
Di sinilah pentingnya orangtua, guru, dan murid bersinergi untuk mengoptimalkan pembelajaran melalui penggunaan teknologi. “Sekolah perlu terus membuka diri pada perubahan, guru jangan segan beradaptasi dengan kebaruan.” Cuitan Najwa Shihab pada 2015 itu tentu akan senantiasa relevan, terlebih dalam kondisi sekarang.
Murid bisa belajar secara daring dengan pendampingan guru, sementara orangtua bisa membantu memonitor perkembangan belajar anak. Walau begitu, inovasi tak selalu berjalan mulus alias ada saja kendalanya—mulai dari guru maupun orangtua yang gagap teknologi sampai dengan kesenjangan akses internet dan terbatasnya media belajar.
Untuk mengatasinya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan inovasi dan memberikan bermacam perbaikan sistem pembelajaran, di antaranya, kebijakan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan penayangan program Belajar dari Rumah yang disiarkan di TVRI bagi guru-murid dengan keterbatasan internet.
Covid-19 membuat semua orang harus keluar dari zona nyaman. "Satu-satunya cara untuk benar-benar belajar dan tumbuh sebagai individu, mau itu murid atau orang dewasa adalah untuk keluar dari zona nyaman kita. Di situlah level pembelajaran paling optimal," ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
Keluarnya semua orang dari zona nyaman masing-masing bakal melatih karakter adaptif, inovatif, dan kreatif komunitas pendidikan. Dalam ungkapan Renald, “Kemampuan beradaptasi itu akan muncul beriringan dengan daya inovasi.”
Sistem PJJ masih terus dikaji agar lebih fleksibel dan sejalan dengan kebijakan Merdeka Belajar—reformasi sistem pendidikan yang belum lama ini dicanangkan Kemendikbud. Konsep ini memberikan kemerdekaan bagi tiap unit pendidikan untuk berinovasi, salah satunya, ya melalui teknologi.
Nadiem pun berpesan kepada para guru, “Dalam krisis ini saatnya mencoba hal-hal yang dulu mungkin kita masih ragu, tapi di dalam hati kita merasa ini yang terbaik untuk para murid.”
Positifnya, situasi PJJ justru membawa hikmah karena ketika pandemi berakhir, salah satu hal yang menjadi kebiasaan baru masyarakat adalah kemampuan untuk bisa beraktivitas di mana saja. Orang-orang akan terbiasa dengan digitalisasi.
“Potensi kita untuk bekerja dan menjadi efektif dari mana pun itu menjadi suatu pembelajaran yang sangat baru buat kita,” ujar Nadiem. Kombinasi pembelajaran tatap muka dan jarak jauh ini dinilai memiliki potensi luar biasa untuk memajukan pendidikan nasional.
“Inilah saatnya guru dan orangtua berinovasi dengan melakukan banyak tanya, banyak coba, dan banyak karya,” terang Nadiem, karena secanggih apa pun teknologi, sebesar apa pun inovasi pendidikan, peran guru sebagai pendidik tak akan tergantikan. “Konsepnya bukan untuk menggantikan guru, tetapi teknologi itu untuk memperkuat potensi guru.”
Editor: Advertorial