tirto.id - Selain punya Yayasan Kartika Eka Paksi dan Yayasan Dharma Putra yang legendaris, Angkatan Darat memiliki koperasi yang banyak jumlahnya. Ada Primkopad, Puskopad, juga Inkopad yang menjalani fungsi dan hierarki masing-masing dan tersebar di seantero Indonesia. Koperasi dianggap penting karena tujuannya demi kesejahteraan anggota. Dalam hal ini seharusnya seluruh prajurit di dalam angkatan.
“Induk Koperasi Angkatan Darat atau Inkopad adalah untuk markas besar angkatan darat, Pusat Koperasi Angkatan Darat atau Puskopad adalah untuk komando daerah militer, dan Primer Koperasi Angkatan Darat atau Primkopad adalah untuk komando rayon militer,” tulis laporan Human Rights Watch bertajuk Indonesia Harga Selangit [vol. 18 no. 5(C), Juni 2006: 41].
Menurut catatan Daniel Dhakidae dalam Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru (2003:256), jumlah Primkopad sebanyak 894 unit.
Sebelum 1965, koperasi-koperasi di tubuh Angkatan Darat itu sudah ada. Begitu juga Inkopad. “Ide pembentukan Induk Koperasi TNI Angkatan Darat (Inkopad) muncul pertama kali dari Pusat Koperasi Kodam Vl/Siliwangi, yang dicetuskan oleh Ketuanya Mayor Rachmat dalam Musyawarah Nasional Koperasi ke-I di Surabaya (21 s/d 27 April 1961),” tulis buku Setengah Abad Pasang Surut Gerakan Koperasi Indonesia, 12 Juli 1947-12 Juli 1997 (1997: 166) yang disusun Dewan Koperasi Indonesia.
Ketika itu banyak wakil dari banyak Komando Daerah Militer (Kodam) hadir sebagai peninjau. Ide ini diterima banyak orang-orang koperasi militer. Mayor Rachmat kemudian melapor ke atasannya, Panglima Kodam Siliwangi Brigadir Jenderal Ibrahim Adjie.
Merambah Banyak Lini Bisnis
Meski sudah dipikirkan sejak 1961, Inkopad tak langsung terbentuk. Sebelum pembentukan, diadakan pertemuan di Sukabumi pada 17 Juli 1961 yang memutuskan pendirian Panitia Persiapan Pembentukan (Paperkan). Sukabumi adalah wilayah teritorial dari Kodam Siliwangi.
Tiga tahun berselang, pada 25 Juli 1964, tepat hari ini 54 tahun lalu, Inkopad secara resmi disahkan Menteri Panglima Angkatan Bersenjata (Menpangab)Jenderal Abdul Haris Nasution.
“Pengesahan Akte Pendirian Inkopad dilakukan pada tanggal 20 Mei 1964 dengan nomor Badan hukum 8205. Sementara Menteri Panglima Angkatan Bersenjata (Menpangab) memberikan pengesahannya tanggal 25 Juli 1964, dengan nomor: Kep. 805/7/1964,” tulis Setengah Abad Pasang Surut Gerakan Koperasi Indonesia.
Tanggal 25 Juli 1964 kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran Inkopad. Kala itu Inkopad diketuai Brigadir Jenderal Rahardjodikromo hingga 1967.
Di masa transisi lengsernya Sukarno dan naiknya Soeharto, Inkopad, menurut catatan Richard Robison dalam Indonesia: The Rise of Capital (2009: 265-266) menerima aset dari PT Flat Bluntas. Perusahaan yang terlibat pembangunan hotel di Jakarta itu terkait dengan menteri Orde Lama yang cukup dibenci pada 1966, Jusuf Muda Dalam. Hotelnya kemudian diserahkan ke perusahaan bernama PT Wisma Kartika. Hotel itu dikelola juga bersama perusahaan asing dan kini dikenal sebagai Hotel Kartika Plaza.
Inkopad juga punya 20 persen saham di Bank Bukit Barisan di Medan dan 10 persen saham di perusahaan perikanan PT Kartikamina—yang merupakan patungan antara pemodal Jepang dengan komando militer di Sulawesi.
Setelah Sukarno lengser dan Soeharto naik jadi presiden, pada 1971 Brigadir Jenderal Djoko Basoeki, yang juga menjabat Asisten Intelijen di Kostrad, ditunjuk jadi Ketua Inkopad hingga 1976. Sejak 1975 dia juga menjabat Ketua Umum dari Bank Umum Koperasi Indonesia—sebuah bank yang ikut didirikan Inkopad bersama Induk Koperasi Kepolisian (Inkoppol), Induk Koperasi Angkatan Laut (Inkopal), Gabungan Koperasi Batik Indonesia, Yayasan Bulog, dan lainnya.
Bank Umum Koperasi Indonesia belakangan dikenal sebagai Bank Bukopin. Menurut Sukamdani S. Gitosardjono dalam Perkembangan Dunia Usaha, Organisasi Bisnis, dan Ekonomi di Indonesia, 1950-2000 (2000: 581), “Bukopin memulai usaha perbankan pada 17 Maret 1971, dengan modal Rp 50 juta.”
Berdasarkan data yang dihimpun Sukardi Rinakit dalam The Indonesian Military After the New Order (2005: 175), belakangan Inkopad membawahi Kartika Plaza Hotel, PT Kartika Aneka Usaha, PT Kartika Buana Niaga (ekspor-impor), PT Duta Kartika Cargo Service (usaha peti-kemas), Orchid Palace Hotel, PT Kartika Cipta Sarana (konstruksi), PT Mina Kartika Samudra (perikanan), PT Rimba Kartika Samudra (fishing), PT Mitra Kartika Sejati (udang), PT Kartika Inti Perkasa, PT Kartika Summa, dan PT Mahkota Transindo Indah.
Angkatan Darat memang selalu identik dengan nama Kartika—karena semboyan Angkatan Darat adalah Kartika Eka Paksi (burung gagah perkasa tanpa tanding).
Setelah terbit Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 yang mengharamkan tentara berbisnis, maka Inkopad pun setuju melepaskan atribut militernya. Pada 2010, Ketua Inkopad saat itu, Brigadir Jenderal Bernard Limbong, mengatakan, “Kami siap berkompetisi dengan pengusaha lain dan siap membantu pimpinan untuk menyejahterakan anggota.” Pihaknya juga berusaha agar tidak dengan mudah menggunakan fasilitas.
Inkopad yang punya anggota 800.000 orang di seluruh Indonesia ini berganti nama menjadi Induk Koperasi Kartika pada 2010. Meski mengaku hendak lepas atribut TNI-nya, nama Kartika sudah identik dengan Angkatan Darat. Jadi, semangat Angkatan Darat masih terasa di induk koperasi itu.
Editor: Ivan Aulia Ahsan