tirto.id - Harga telur ayam mengalami lonjakan dalam sepekan terakhir di sejumlah daerah. Harganya pun beragam mulai dari Rp30.000 hingga Rp44.000 per kilogram di pasaran.
Terkait hal tersebut, pemerintah pun melakukan sejumlah strategi untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan harga telur di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen. Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo menuturkan, salah satu langkah untuk menstabilkan harga yaitu dengan melakukan pemantauan pergerakan harga di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
Tidak hanya itu, pihaknya juga memfasilitasi distribusi jagung ke daerah sentra peternakan untuk menjaga harga pakan. Arief menuturkan, langkah ini dilakukan agar terwujud keseimbangan harga dari hulu hingga hilir sehingga menjaga keberlanjutan tumbuhnya ekosistem telur nasional.
"Beberapa bulan terakhir usaha pemerintah memang untuk menyiapkan harga yang wajar. Hal ini sesuai dengan arahan Bapak Presiden yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan harga di tingkat peternak, pedagang dan konsumen," tutur Arief dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (17/5/2023).
Kemudian, Arief menuturkan pihaknya melakukan aplikasi panel harga pangan dengan enumerator yang tersebar di 514 kabupaten/kota. Lalu, terus melakukan monitoring dan pemantauan pergerakan harga telur di seluruh provinsi dan kabupaten/kota setiap hari.
"Kita pantau terus pergerakan harganya setiap hari. Apabila ada indikasi kenaikan harga baik di tingkat produsen dan konsumen kita lakukan intervensi. Seperti saat harga di tingkat produsen jatuh kita langsung minta BUMN Pangan serap dengan harga yang baik untuk kebutuhan bantuan pangan atau Cadangan Pangan Pemerintah (CPP),” jelasnya.
“Apabila kondisi harga di produsen naik, kita cek jika masalahnya di harga pakan yang tinggi, kita upayakan untuk fasilitasi pendistribusian pangan komoditas jagung dari sentra produksi ke titik yang membutuhkan pasokan jagung untuk stabilkan harga pakan,” tambahnya.
Arief menjelaskan saat ini NFA secara konsisten melakukan fasilitasi distribusi jagung dari Gapoktan di sentra produksi seperti NTB dan Sulawesi Selatan ke peternak pulau Jawa, seperti Blitar, Kendal, Solo Raya, dan Lampung. Sampai dengan saat ini telah dilakukan fasilitasi distribusi jagung sebanyak 4,4 juta kg.
“Untuk menjaga keseimbangan harga telur maka upaya yang dilakukan harus menyeluruh, dari mulai memastikan stabilitas pasokan harga komoditas pakan di hulu hingga biaya logistik di hilir. Tentunya itu memerlukan sinergi dan kerja bersama,” ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat harga telur naik signifikan di pasaran. Pertama dari faktor supply and demand.
“Harga pokok produksi meningkat seiring dengan kenaikan harga pakan pabrik saat ini, dan pemerintah tidak bisa lakukan intervensi pabrikan,” jelasnya.
Kemudian untuk faktor ketiga, Ki Musbar menyebut kegiatan pemerintah seperti program Keluarga Risiko Stunting (KRS) terasa pengaruhnya dalam terjadinya kenaikan harga telur.
“Kegiatan Pemerintah dalam menyerap daging dan telur ayam untuk Program KRS BAPANAS sangat terasa pengaruhnya disaat populasi belum pulih 100 persen,” ucap Ki Musbar.
Ki Musbar mengatakan, solusi saat ini yang sangat realistis adalah disaat biaya produksi per kilogram naik diharapkan Bapanas sesuai Perpres 125 tahun 2023 bisa lakukan reevaluasi Per Badan no 5 tahun 2022.
“Apalagi bulan Mei ini sudah mulai pendaftaran BACALEG merata diseluruh Indonesia. Otomatis, kebutuhan Nasi Bungkus atau Nasi Rames pasti juga meningkat ya,” pungkasnya.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Intan Umbari Prihatin