tirto.id - Peneliti dari Institute for Development of Economies and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengkritik keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadirkan dua kementerian baru yakni investasi dan ekspor.
Menurutnya, hadirnya dua lembaga tersebut tak akan menyelesaikan persoalan yang saat ini dihadapi pemerintah. Sebaliknya, penambahan dua kementerian tersebut justru bakal menambah beban anggaran dan koordinasi antara instansi/ lembaga semakin sulit dilakukan.
"Saya positive thinking, oke lah Pak Jokowi ngerti. Tapi masalahnya bukan membentuk kementerian baru. Masalahnya gimana bisa sinkronisasi kementerian supaya dunia usaha tidak bingung," ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (15/3/2019).
Sebelumnya, Heri juga sempat mengkritik bahwa sejumlah kebijakan untuk mengundang investasi yang dikeluarkan pemerintah pusat tak sinkron dengan kebijakan di daerah. Misalnya saja, kata dia, soal sistem online single submission (OSS).
Dalam hal ini, banyak daerah yang belum melakukan harmonisasi dengan pusat dan masih berjalan sendiri-sendiri. Di samping itu, ia juga mengkritisi perbedaan data ekspor yang justru bisa merugikan negara dari sisi penerima bukan pajak.
Lagi pula, menurutnya, tiap kementerian/lembaga yang ada dan sudah punya tupoksi masing-masing untuk menjalankan dua fungsi tersebut. Dalam hal ekspor, kementerian perdagangan sudah punya dirjen perdagangan luar negeri yang membidani lahirnya atase perdagangan di negara-negara tujuan ekspor serta Indonesia Trade Promotion Center (ITPC).
"Kan ekspor itu ada di eselon 2, dirjen perdagangan luar negeri ini. Setidaknya Kemendag bisa jalankan sesuai tupoksinya. Cari saja pasar yang banyak," imbuh Heri.
Sementara dalam hal investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal juga memiliki wewenang cukup besar untuk memberikan masukan kebijakan yang membuat iklim investasi di Indonesia menjadi menarik.
"Mau bikin kementerian investasi sementara masalah investasi banyak di daerah. Bagaimana kalau nanti kementerian investasi dibikin sementara daerah masih sama saja masalahnya," pungkasnya.
Sebelumnya, keinginan Jokowi untuk menambahkan dua kementerian baru itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di ICE BSD, Selasa lalu (12/3/2019).
Ia menjelaskan, kunci pertumbuhan ekonomi adalah investasi dan ekspor. Jangan sampai pertumbuhan ekonomi RI kalah dibandingkan negara lain.
"Kita memiliki kekuatan besar, baik SDM ataupun SDA tapi kita terlalu sudah terlalu lama. Senangnya ekspornya bahan mentah atau raw material. Sudah berpuluh-puluh tahun lalu tidak berani masuk ke hilirisasi, industrialisasi. gubernur walikota harus dorong dua itu," papar Jokowi.
Indonesia memang memiliki nilai ekspor yang besar. Namun, menurut dia, selama ini yang diekspor lebih banyak berupa bahan mentah seperti karet sampai CPO.
"Padahal turunannya banyak. Padahal, kalau kita mau sebetulnya tidak seperti sekarang. Waktu booming komoditas harga global atau internasional tinggi, semua senang. Tapi lupa mendorong industrialisasi, hilirisasi. Ini kesalahan yang harus kita perbaiki," jelas dia.
Karena itulah, ia menitipkan pesan agar bupati, wali kota dan gubernur, jika ada investor terkait industri tertarik untuk tanam modal baiknya pemerintah daerah tidak bertele-tele memberikan izin.
"Tutup mata, beri izin. Yang terkait bahan mentah di provinsi itu, beri izin. Tidak usah bertele-tele. Karet ada yang mau bikin ban di Sumatera Selatan atau Sumatera Utara atau Riau, beri izin dan tutup mata. Kalau mau buat industri ban atau sarung tangan karet. Tapi jangan tutup mata saja, investor hilang nanti," jelas dia.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri