Menuju konten utama

INDEF Kritik APBN Indonesia Boros & Utang Hingga 5 Tahun Mendatang

Ekonom INDEF mengkritik pemerintahan Jokowi yang menjadikan utang negara sebagai hal umum dan biasa.

INDEF Kritik APBN Indonesia Boros & Utang Hingga 5 Tahun Mendatang
Surat Utang Negara (SUN). ANTARA News/Ridwan Triatmodjo

tirto.id - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang kerap mengalami masalah pendapatan untuk membiayai pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mendatang.

Ekonom Senior INDEF Didik Rachbini menjelaskan, akibat dari masalah menahun ini, pemerintah kerap mengandalkan utang untuk menutup defisit.

“Kita harus beruutang untuk menutup defisit itu. Jadi utang itu sudah menjadi hal yang umum dan addict. Sudah terjadi secara terus-menerus bagi pemerintah. Utang kata pemerintah selalu dibilang belum terlalu besar,” kata Didik dalam konferensi pers melalui sambungan telepon di Kantor INDEF pada Senin (19/8/2019).

“APBN ktia punya masalah dari penerimaan. Sangat rendah dan paling rendah di ASEAN dan pengeluaran kita boros-boros dan tidak berhasil dipakai. Ini akan bermasalah 5 tahun mendatang,” lanjutnya lagi.

Didik mengatakan, utang yang dilakuakn pemerintah memang sah-sah saja dilakukan.

Namun, kekesalannya semakin menjadi lantaran ia mendapati utang yang diterbitkan pemerintah kini tak hanya untuk membiayai pengeluaran APBN, tetapi juga membayarkan utang yang sudah jatuh tempo. Apalagi saat ini bunga utang Indonesia sudah menyentuh angka Rp300 triliun.

“Tidak hanya berutang untuk membiayai kekurangan tapi juga utang untuk membayar utang. Ini ada problem pengeluaran. Ini sangat jelek,” ucap Didik

Didik menambahkan, usai utang ternyata dipakai untuk membayarkan utang yang sudah ada sebelumnya, ia mendapati bahwa selama ini belanja pemerintah kurang efektif dan bermanfaat.

Ia menyebutkan, pada tahun 2015-2019 ini saja, belanja pegawai sudah naik dari Rp200 triliun menjadi Rp400 triliun. Untuk belanja barang pun sama yaitu Rp200 triliun menjadi sekitar Rp300 triliun.

“Belanja pegawai dan kantor itu menghabiskan ratusan triliun untuk pegawai. Tidak ada hubungannya dengan pembangunan,” tegas Didik.

Dengan total belanja Rp700 triliun itu, ia mengkritik bahwa sedianya pemerintah terbilang boros sampai-sampai memerlukan bantuan BUMN untuk menggelontorkan utang bagi pembangunan.

Ia sampai menyebut bahwa pemerintah yang sudah kurang sehat mengelola keuangan negara justru mengikutsertakan BUMN untuk turut terperosok dalam jeratan utang.

“Jadi spirit di Jokowi itu malah sekarang merambah utang yang di BUMN khususnya di pembangunan infrastruktur. Itu krusial utang untuk menambal defisit dan menambah utang," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait UTANG NEGARA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno