tirto.id - Masuknya baja Cina dalam jumlah besar ke Indonesia diyakini memiliki keterkaitan dengan pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira mengatakan proyek pemerintah umumnya didanai dari pinjaman kepada pemerintah Cina.
Akan tetapi, dalam prosesnya, pinjaman diberikan dalam bentuk paket. Isinya pembangunan dilakukan dengan melibatkan besi baja, mesin, kontraktor dan pekerja ahli dari Cina.
Karena itu, ia menduga selain karena masifnya pembangunan infrastruktur, hal ini berkaitan dengan konsekuensi pinjaman yang diterima Indonesia.
"Pinjaman dari Cina berbentuk turnkey project menjadi jalan masuk preferensi kontraktor infrastruktur menggunakan baja dari Cina," ujar Bhima saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (1/2/2019).
Bhima mengatakan situasi ini juga terkait dengan praktik dumping baja pemerintah Cina ke negara-negara di ASEAN. Kejadiannya pun diyakini sudah lebih dulu dibanding perang dagang AS-Cina.
Namun, pemerintah, kata Bhima, seakan memperburuk keadaan. Sebab, pemerintah malah mempermudah impor baja melalui peraturan menteri perdagangan.
"Pemerintah justru memberikan lampu hijau bagi masuknya besi baja impor," ucap Bhima.
Peraturan ini, kata Bhima, awalnya dibuat dengan alasan mendukung industri perkapalan nasional. Namun, kenyataannya, baja-baja itu malah digunakan untuk infrastruktur.
Bhima pun menduga bahwa beleid yang menjamin kemudahan impor baja memang terkait dengan kebutuhan infastruktur yang dibangun dari pinjaman luar negeri. Dengan demikian, ia tidak heran bila walaupun terdapat fakta produksi baja lokal tidak mampu memenuhi permintaan, produsen justru malah mengalami kerugian.
"Faktanya banyak masuk ke infrastruktur. Karena Krakatau Steel sendiri masih merugi, kan ga sinkron bangun infrastruktur tapi serapan baja lokalnya justru minim," ucap Bhima.
"[Menuduh perang dagang] hanya cari kambing hitam saja," tambah Bhima.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri