tirto.id - Harga gula di tingkat petani mengalami penurunan drastis seiring memasuki musim giling pada ahir Mei dan awal Juni 2020.
Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengeluhkan situasi ini lantaran melimpahnya pasokan gula dalam negeri yang sebagiannya dipengaruhi pasokan impor.
“APTRI menilai, tekanan harga itu salah satunya dipicu dengan masuknya gula impor secara bersamaan dengan musim giling tebu,” ucap Sekretaris Jenderal APTRI, M. Nur Khabsyin dalam keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020).
Nur menjelaskan dampak anjloknya harga gula sudah mulai terlihat bahkan lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya.
Saat ini harga gula di tingkat petani di Pulau Jawa sudah menyentuh Rp10.800 per kg, turun dari akhir bulan puasa di angka Rp12.500 kg-13.000 per kg.
Petani juga sudah kesulitan menjual gula karena pedagang dan distributor sudah mempunyai stok dari gula impor.
Hal itu ditambah, sebagian perusahaan gula juga sudah mulai memproduksi gula tebu lokal, sehingga pasokan akan semakin melimpah. Padahal musim giling tebu diperkirakan akan berlangsung dalam empat sampai lima bulan ke depan.
“Harga di petani masih bisa turun terus bahkan sampai batas harga acuan pemerintah yang saat ini masih berlaku yakni Rp9.100 per kg,” ucap Nur.
Menurut dia, harga Rp9.100 per kg merupakan harga acuan sesuai Permendag 42/2016 agar harga di tingkat konsumen menjadi Rp12.500 per kg. Namun, tercapainya harga itu justru tidak menggembirakan buat petani.
Penyebabnya selama ini pemerintah tidak kunjung menyesuaikan harga, padahal tiap tahunnya petani semakin merugi karena biaya produksi konsisten terus naik termasuk inflasi.
Biaya pokok produksi di lapangan yang ditanggung petani saja sudah menyentuh Rp12.772 per kg, jauh lebih tinggi dari harga acuan Kemendag.
APTRI pun mendesak pemerintah mewajibkan importir membeli gula dari petani. Di samping itu. ia juga meminta agar HPP petani diperbaiki menjadi Rp14.000 per kg.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali