tirto.id - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menyatakan pengetatan importasi untuk keperluan penelitian dan pengembangan mulai berlaku per Senin (27/1/2020) lalu.
Bila ada pihak yang ingin melakukan importasi tanpa dikenakan bea masuk, DJBC mengimbau agar setiap lembaga segera mengajukan permohonan untuk memperoleh fasilitas ini.
Permohonan ini ditujukan sebagai bukti kalau importasi barang litbang dilakukan dalam lingkup ilmu pengetahuan. Pembebasan bea ini diatur dalam PMK No. 200/PMK.04/2019 merupakan pengganti dari KMK 143/KMK.05/1997.
“Bagi perguruan tinggi (negeri/ kedinasan/ swasta), lembaga pemerintah dan badan usaha yang akan mengimpor barang untuk penelitian, dapat mengajukan permohonan pembebasan bea masuk melalui kantor pelayanan bea cukai setempat,” ucap keterangan tertulis Direktorat Fasilitas Kepabeanan DJBC yang diterima reporter Tirto, Selasa (28/1/2020).
DJBC menyatakan barang yang diimpor dengan mekanisme itu juga akan memperoleh fasilitas berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah, dan pajak penghasilan (PPh pasal 22).
Bila importasi dilakukan di luar tujuan ilmu pengetahuan, maka barang yang akan didatangkan akan diberlakukan bea dan pajak tersebut.
Dalam hal ini, pemerintah tidak akan memberi kemudahan bila barang yang dimpor dan mendapat pembebasan bersinggungan dengan keperluan produksi dari badan usaha tersebut.
Namun, merujuk pada pasal 3 PMK No. 200 tahun 2019 ini, barang yang memperoleh pembebasan bea masuk dan pajak juga diatur cukup ketat.
Ada tiga jenis barang yang mendapat fasilitas di antaranya belum diproduksi di dalam negeri, belum diproduksi tetapi jumlahnya tak mencukupi, sampai sudah diproduksi tetapi spesifikasi belum memenuhi kebutuhan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri