Menuju konten utama
Mozaik

Imhoff Tank, Teknologi Pengolahan Limbah di Bandung Awal Abad XX

Imhoff Tank menjadi proyek percontohan bagi pengolah limbah serupa yang rencananya akan dibangun di kota-kota lain di Hindia Belanda.

Imhoff Tank, Teknologi Pengolahan Limbah di Bandung Awal Abad XX
Header Mozaik Imhoff Tank. tirto.id/FUad

tirto.id - Setelah kereta api masuk pada tahun 1884, Bandung mulai menjadi kota modern. Kota yang pernah dijuluki Sebuah Desa Pergunungan ini kian maju karena sejumlah teknologi baru dihadirkan.

Perlahan, hampir semua sektor dibenahi dan dikembangkan sebagai upaya mengimbangi potensi pertumbuhan penduduk serta perluasan wilayah permukiman, terutama setelah Bandung dicalonkan menjadi ibu kota Hindia Belanda menggantikan Batavia.

Sanitasi menjadi salah satu sektor yang dibenahi untuk mencegah pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit. Menurut Hary Ganjar Budiman dalam "Perkembangan Sanitasi dan Prasarana Kebersihan di Kota Bandung Awal Abad ke-20"(PDF), upaya ini dimulai dengan penyediaan air bersih pada tahun 1911, kemudian dilanjutkan dengan pembangunan sistem pembuangan terpadu yang dirintis sejak 1917.

Upaya pembangunan dan pengembangan prasarana sanitasi dan kebersihan terus dilakukan hingga tahun 1938, termasuk usaha penyediaan pipa air bersih, toilet, pencucian umum, dan oven pembakar sampah untuk perkampungan pribumi.

Hary menjelaskan bahwa Kota Bandung memiliki bangunan penampungan air bersih, jaringan pipa air bersih, jaringan pipa terbuka (selokan) untuk pembuangan air hujan, jaringan pipa tertutup untuk pembuangan limbah (feses, urin, limbah dapur), manajemen pengolahan sampah, dan pelayanan kebersihan jalan. Sarana-sarana ini tersedia menjelang Hindia Belanda menyerah kepada Jepang pada 1942.

Untuk pengolahan limbah air kotor, Bandung memiliki teknologi sistem Imhoff atau yang dikenal dengan nama Imhoff Tank. Instalasi pengolah limbah modern ini dibangun di selatan Tegallega, di kasawan yang sekarang bernama Jalan Inhoftank. Sistem pengolahan limbah ini menjadi proyek percontohan bagi pengolah limbah serupa yang akan dibangun di kota-kota lain di Hindia Belanda.

Teknologi ini digagas oleh ilmuwan Jerman bernama Karl Imhoff (1876-1965). Pendeknya, teknologi ini memisahkan air dengan kotoran melalui proses pengendapan. Air yang sudah terpisah dengan kotoran dibuang ke lingkungan sekitar misalnya melalui sungai.

Teknologi Imhoff Tank dipakai untuk membersihkan air limbah Kota Bandung sebelum dibuang ke Sungai Citepus. Menurut koran Het Nieuws van den Dag edisi 11 Juni 1937, instalasi tersebut melayani 20 persen limbah yang dihasilkan oleh masyarakat Bandung.

Tempat pengolahan limbah di Imhoff Tank memiliki tinggi 4 meter dan kedalaman 6 meter. Dalam netsolwater dijelaskan, melalui proses kimia limbah yang diolah di Imhoff Tank menghasilkan gas. Di Eropa saat itu, gas yang dihasilkan teknologi sejenis dimanfaatkan dan dikirim ke pabrik gas. Sementara sisa-sisa pengendapan kotoran di bawahnya dapat diubah menjadi pupuk.

Menurut Prof. Dr. Ir. C. P. Mom, Kepala Balai Uji Penjernihan Air Manggarai, proses penguraian yang berlangsung dalam tangki Imhoff menghasilkan gas yang sebagian besar terdiri dari metana.

Dalam ceramah di Kongres Desentralisasi tentang Pemurnian Air Limbah di Bandung pada tahun 1932, Prof. Mom menjelaskan bahwa gas metana merupakan gas yang mudah terbakar. Sifat ini membuat metana dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk alat penerangan dan pemanas.

Koran De Locomotief edisi 4 November 1936 menulis, potensi gas yang diproduksi oleh Imhoff Tank memberi inspirasi dan ide bagi anggota dewan Kota Bandung. Salah satunya, mereka mendorong untuk mempelajari kemungkinan dan kepraktisan pemanfaatan gas dari pengolahan limbah. Misalnya, pemanfaatan gas untuk dijadikan bahan bakar mobil yang dimiliki pemerintah kota dan militer.

Warsa 1937, instalasi Imhoff Tank sudah menghasilkan 300 meter persegi gas metana. Para ahli menghitung, bahwa energi yang dihasilkan 1 meter persegi gas metana setara dengan energi yang dihasilkan oleh 1 liter bensin.

Penggunaan gas metana sebagai bahan bakar kendaraan alternatif tersebut didemonstrasikan pada tahun 1937 menggunakan truk Chevrolet dua silinder. Demonstrasi berjalan lancar, truk yang dimilik dinas kebersihan kota dapat melaju dengan baik.

Infografik Mozaik Imhoff Tank

Infografik Mozaik Imhoff Tank. tirto.id/FUad

Secara ekonomi, pemanfaatan gas metana sebagai bahan bakar kendaraan akan menguntungkan bagi Pemerintah Kota Bandung. Pos anggaran yang dipakai untuk membeli bensin mobil dinas milik pemerintah kota akan berkurang. Selain itu, pemerintah kota bisa menjual gas metana kepada pihak lain.

Pada tahun yang sama, Pemerintah Kota Bandung sepakat untuk menjual gas metana kepada pihak militer. Mereka akan membayar 5 sen per meter kubik gas yang mereka terima. Dalam kesepakatan tersebut, sebanyak 150 meter kubik gas metana disediakan bagi kebutuhan militer setiap hari.

Namun, pengembangan teknologi pengolahan limbah ini harus tertahan tahun 1939. Peperangan yang terjadi di Eropa saat itu menyulitkan pemerintah kota untuk mengembangkan teknologi pengolah limbah di Imhoff Tank.

Perang menyebabkan sulitnya pengelola Imhoff Tank untuk mendapatkan bahan-bahan pendukung dari Eropa. Walaupun dapat dibeli, bahan-bahan yang dibutuhkan jauh lebih mahal dan membuat biaya pengeluaran menjadi lebih tinggi. Pada tahun itu juga akhirnya pemerintah terpaksa menghentikan rencana tersebut.

Ketika Belanda harus hengkang dari Hindia Belanda, instalasi pengolahan limbah di Tegallega itu perlahan ditinggalkan. Sekarang, keberadaan pengolah limbah Imhoff Tank terhimpit oleh penduduk yang mendirikan bangunan tempat tinggal di sekitarnya.

Hanya nama Jalan Inhoftank yang menjadi saksi. Jalan di kawasan Tegallega itu menjadi tanda bahwa di sana pernah ada instalasi pengolah limbah modern di Kota Bandung.

Baca juga artikel terkait PENGOLAHAN LIMBAH atau tulisan lainnya dari Hevi Riyanto

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Hevi Riyanto
Penulis: Hevi Riyanto
Editor: Irfan Teguh Pribadi