tirto.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (4/5/2023) dibuka melemah 2,95 poin atau 0,04 persen ke posisi 6.809,77. Sementara itu kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turun 0,41 poin atau 0,04 persen ke posisi 947,23.
Mengutip RTI Business, nilai transaksi IHSG pagi ini sudah Rp1,1 triliun dan kapitalisasi pasar mencapai Rp9.641riliun. Selain itu, setidaknya ada 171 saham yang bergerak menguat dan 194 saham melemah. Sementara sisanya 224 stagnan.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chity Masrani Mustikoningsih. memperkirakan IHSG pada hari ini akan bergerak mixed dalam range 6.795 - 6.945. Setelah perdagangan kemarin IHSG ditutup melemah sebesar -0,74 persen atau -50,58 poin di level 6.812.
Pergerakan indek dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama aktivitas sektor manufaktur Indonesia masih menggeliat, tercermin dari Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia pada April 2023 berada di level 52,7. Capaian tersebut lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang tercatat di level 51,9.
Penguatan tersebut dipicu oleh permintaan domestik yang masih menggeliat. Menguatnya PMI Manufaktur Indonesia tidak terlepas dari sentimen bisnis yang masih optimis pada sektor manufaktur.
Dari mancanegara, Retail Sales Australia tercatat tumbuh pada periode Maret 2023 sebesar 0,4 persen MoM, lebih tinggi dibanding periode sebelumnya yang tercatat di level 0,2 persen MoM dan menandakan pertumbuhan dalam tren positif selama 3 bulan beruntun.
Sementara itu, Inflasi Thailand pada periode April 2023 tercatat turun pada level 2,67 persen YoY, melandai dibanding periode bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,83 persen YoY. Adapun, core inflation periode April 2023 juga melandai ke level 1,66 persen YoY, lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang tercatat berada di level 1,75 persen YoY.
Pergerakan IHSG hari ini dipengaruhi oleh keputusan Federal Reserve Amerika Serikat (AS) menaikkan kisaran target suku bunga dana federal atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,00-5,25 persen.
Keputusan tersebut dengan mempertimbangkan kondisi inflasi di negara Paman Sam tersebut. Demikian dikutip Antara, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Sebagai kenaikan kesepuluh sejak Maret 2022, pengetatan kebijakan moneter yang berkelanjutan sejalan dengan ekspektasi pasar.
Namun, ada seruan untuk jeda kenaikan suku bunga karena inflasi AS mereda baru-baru ini dan risiko resesi meningkat.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang