tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan, aparat penegak hukum cenderung gagal membongkar kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah, terutama di wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan.
Staf Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah menegaskan, kasus korupsi di daerah hanya sebatas menangkap sejumlah pegawai negeri sipil (PNS). Sementara aktor-aktor yang menjadi otak di balik kasus korupsi tersebut, kata Wana, masih jarang tersentuh.
“Jangan-jangan penegak hukum di daerah tidak dapat menangani kasus birokrasi yang melibatkan kepala daerah. Upaya penegakan hukum untuk kasus-kasus korupsi seringkali seperti itu. Ini dugaan kami,” kata Wana kepada reporter Tirto saat ditemui di Kantor ICW, Jakarta Selatan, pada Rabu (30/1/2019).
Dalam ranah birokrasi di daerah, kata Wana, pihak yang paling sering menjadi terpidana korupsi adalah PNS. Sementara kasus yang paling sering terjadi adalah masalah pengadaan barang berupa lelang.
Padahal, dalam kasus pelelangan tersebut, bisa saja melibatkan aktor-aktor yang memiliki jabatan lebih tinggi dari pada panitia lelangnya. Lebih jauh lagi, bisa saja sampai melibatkan kepala daerahnya.
“Sedangkan yang menjadi tersangka seringkali hanya berhenti pada panitia lelang saja, padahal eskalasinya bisa sampai kepala daerah,” kata Wana.
Terkait dengan sejumlah PNS yang sudah menjadi terpidana korupsi, kata Wana, sampai saat ini juga masih terdaftar sebagai PNS. Anggaran gaji mereka pun masih tetap ada. Seharusnya, kata Wana, hal tersebut bisa langsung ditangani oleh kepala daerah.
Wana meminta kepada BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk menghitung kerugian negara akibat banyaknya terpidana korupsi yang masih mendapatkan anggaran gaji.
“Kami meminta kepada BPKP untuk menghitung potensi kerugian negara yang terjadi,” kata Wana.
Wana juga mendesak agar Presiden Joko Widodo mengambil langkah berupa teguran, bahkan sanksi bagi kepala daerah yang tidak menyelesaikan permasalahan ini.
“Dengan itu, Presiden Jokowi seharusnya memberikan ultimatum kepada kepala daerah agar segera memberhentikan PNS,” kata Wana.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani oleh pihak Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Aparatur Sipil Negara, dan BKN, seharusnya sejumlah PNS tersebut sudah dicabut selambat-lambatnya pada bulan Desember 2018.
“Dalam SKB tersebut, tertuang paling lambat harus diselesaikan pada desember 2018, tetapi sampai sekarang belum selesai. Kami khawatir bahwa SKB tersebut tidak dipatuhi,” kata Wana.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Alexander Haryanto