Menuju konten utama

ICW: Praperadilan Setya Novanto Rawan Konflik Kepentingan

Aktivis ICW khawatir sidang praperadilan Setya Novanto berakhir seperti kasus Budi Gunawan.

ICW: Praperadilan Setya Novanto Rawan Konflik Kepentingan
Setya Novanto keluar dari Gedung KPK usai pemeriksaan terkait kasus E-KTP, Jakarta, Jumat (14/7/2017). tirto.id/Arimacs Wilander.

tirto.id - Gugatan praperadilan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka kasus proyek e-KTP dinilai rawan konflik kepentingan.

"Kami khawatir ini akan seperti (pra-peradilan) Budi Gunawan," kata Peneliti ICW Lola Easter di Jakarta pada Minggu (10/9/2017).

Ia menyebut ICW sudah lama memperingatkan hal ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan meminta Setya Novanto segera ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka. Sayangnya, KPK tak kunjung menahan Ketua Umum Partai Golkar itu.

"Kritik pada KPK memang karena tidak segera menahan Setnov. Tidak masalah sebenarnya asal diproses dengan jelas," kata Lola.

Pernyataan Lola itu berkaitan dengan kasus gugatan praperadilan Budi Gunawan atas penetapan dirinya sebagai tersangka KPK yang dikabulkan oleh pengadilan pada 16 Februari 2015 lalu. Budi waktu itu menjadi kandidat Kapolri saat ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK.

Hakim Sarpin Rizaldi yang memimpin jalannya sidang mengatakan, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tanggal 12 Januari 2015, adalah dalam rentang waktu 2003-2006. Saat itu, Budi masih menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri (Karobinkar).

Sedangkan, berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Karobinkar adalah jabatan administratif. Bukan jabatan penyelenggara negara. "Tidak termasuk dalam golongan penyelengggara negara karena tidak masuk eselon 1," kata Hakim Sarpin, di PN Jakarta Selatan, 16 Februari 2015 silam.

Sedangkan Ahmad Doli Kurnia, kader yang dipecat Partai Golkar karena mengorganisir Gerakan Golkar Bersih, khawatir ada konspirasi politik dalam praperadilan Setnov.

"Dia ditetapkan tersangka pada 17 Juli 2017, baru mengajukan praperadilan 4 September kemarin. Sudah 1,5 bulan lebih. Ada apa itu?", kata Doli.

Seperti halnya Lola, Doli menyebut KPK telah membiarkan Setnov untuk dapat melakukan manuver politik agar bisa menyelamatkan dirinya. "Ini KPK sama saja cari masalah sendiri," kata Doli.

"Sekarang dia sudah berani gugat praperadilan, berarti sudah yakin akan menang," ujar dia.

Doli menyebut konspirasi politik itu terindikasi dari pertemuan Setnov dengan Ketua MA Hatta Ali beberapa waktu lalu.

"Sekarang sedang ada pembahasan RUU Kehakiman. Salah satu poinnya menjadikan usia hakim lebih muda. Menjadi 65-67 tahun. Hatta Ali berpeluang tidak jadi lagi kalau itu diberlakukan," kata Doli.

Untuk itu, Doli mengaku dengan kawan-kawannya akan terus mengawal sidang praperadilan Setnov agar tidak ditunggangi kepentingan politik. Ini untuk mengawasi Hakim Ceppy Iskandar selaku hakim yang menangani sidang praperadilan Setnov.

Golkar Klaim Praperadilan Setnov Tidak Untuk Lawan KPK

Sekjen Partai Golkar Idrus Marham sudah membantah tuduhan bahwa praperadilan Setya Novanto untuk melawan KPK.

Idrus juga menyatakan gugatan praperadilan Setnov merupakan hak pribadinya sebagai warga negara di muka hukum dan bukan bermaksud untuk menentang KPK.

"Jadi tidak perlu bahwa ini seakan-akan kita persiapkan, apalagi saya kemarin sudah mengatakan praperadilan ini jangan pernah dilihat sebagai sebuah perlawanan Setya Novanto kepada KPK," kata Idrus di The Sultan Hotel Jakarta pada 8 September 2017 kemarin.

Selanjutnya, Idrus juga mengaku Golkar menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Setnov dalam gugatan praperadilan ini. Golkar pun akan menghormati apapun keputusan majelis hakim nanti.

"Ada yang diterima dan ditolak, itu wajar," kata Idrus.

Meski begitu, Idrus belum dapat memastikan Setnov akan menghadiri sidang perdana tanggal 12 September nanti atau tidak.

"Datang atau enggak, kita lihat nanti saja," kata Idrus.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Addi M Idhom