tirto.id -
Walhi menilai pemerintah kurang melibatkan masyarakat lokal dalam wacana tersebut.
"Mereka [Bappenas] mengatakan sudah melakukan kajian planologi, tata ruang, masalah lingkungan dan segala macam tetapi itu tidak transparan. Ketika ditanyakan pun mereka mengatakan ini sedang dalam proses," ujar Direktur eksekutif daerah Walhi Kalimantan Tengah di kantor Walhi Pusat, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2019).
Kurang terbukanya pemerintah pusat dalam memberikan informasi terkait pemindahan ibu kota menurut Walhi karena wacana ini sebagai proyek yang tidak serius.
Menurutnya diskusi malah justru banyak terjadi di Jawa. Sementara di Kalimantan khususnya bagian tengah hanya sedikit sekali wacana itu dibicarakan.
"Pemerintah Kalteng pun hanya sekadar menyatakan 'kami akan menyiapkan lahan' hanya sebatas itu, mereka tidak membuat kajian kenapa lahan itu layak menjadi ibu kota baru," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro memastikan pembangunan ibu kota baru tidak akan menyebabkan deforestasi di Pulau Kalimantan.
Bambang menjelaskan hal itu dimungkinkan karena pemerintah akan memilih lahan yang kosong. Sehingga, kehadiran ibu kota baru katanya tak akan mencaplok luasan hutan lindung yang sudah ada.
“Wilayah tersebut itu kosong jadi tidak akan mengganggu luas hutan lindung. Tidak akan berubah (luasnya) dengan adanya ibu kota,” ucap Bambang dalam diskusi bertajuk “Pindah Ibu Kota Negara: Belajar dari Pengalaman Negara Sahabat” pada Rabu (10/7/2019).
“Pembangunan ibu kota baru tidak akan mengurangi luas lahan hutan lindung,” tegasnya.
Komitmen ini, kata Bambang, juga berlaku bagi nasib masyarakat sekitar yang sudah ada di Kalimantan. Ia menyebutkan pembangunan ibu kota baru juga tidak akan mengganggu penduduk sekitar sehingga meminimalisir kehadiran konflik agraria.
“Kami tidak akan mengganti suatu wilayah yang sudah ada penduduknya,” ucap Bambang.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari