tirto.id - Umat Islam Indonesia mulai menjalankan puasa Ramadan 1444 H pada hari ini, Kamis, 23 Maret 2023. Puasa artinya menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu, mulai terbit fajar (subuh) hingga tenggelamnya matahari (magrib). Lalu, bagaimana hukumnya jika mimpi basah dan keluar madzi saat puasa, apakah batal?
Kemenag telah menetapkan bahwa awal Ramadan 1444 H dimulai pada Kamis, 23 Maret 2023. Keputusan itu berlandaskan pada hasil sidang isbat yang diselenggarakan Rabu, 22 Maret 2023, di Auditorium HM Rasjidi, Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat.
Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI, menyampaikan bahwa penetapan 1 Ramadan 1444 H dalam sidang isbat Kemenag telah sesuai dengan kriteria yang disepakati Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yakni minimal ketinggian hilal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Penentuan tersebut didasarkan pada metode rukyatul hilal dan hisab
“Dari 124 titik rukyatul hilal (Kemenag RI) ada beberapa orang yang telah melaporkan hilal. Oleh karena itu berdasarkan hisab, posisi hilal sudah di atas ufuk, dan sudah memenuhi kriteria MABIMS. Kita bersepakat 1 Ramadhan 1444 H jatuh Kamis 23 Maret 2023 Masehi,” tutur Yaqut Cholil Qoumas pada Rabu (22/3/2023).
Pada dasarnya, puasa Ramadan merupakan ibadah wajib di siang hari Ramadan selama sebulan penuh bagi umat Islam mukalaf yang tidak memiliki uzur syar’i. Yang dimaksud uzur syar'i adalah hal-hal di luar kemampuan manusia yang membuatnya diberikan (marfu) keringanan untuk meninggalkan ibadah wajib seperti puasa.
Puasa dapat dimaknai ibadah menahan lapar, dahaga, berhubungan suami-istri, serta perkara lain yang membatalkannya. Batas waktunya adalah mulai terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) sampai terbenamnya matahari (waktu magrib).
Apakah Orang yang Mimpi Basah Bisa Membatalkan Puasa?
Mimpi basah adalah mimpi yang berisi aktivitas seksual dan menyebabkan keluarnya air mani. Islam menghukumi mimpi basah sebagai tindakan yang tidak membatalkan puasa Ramadan.
Pertama, mimpi basah terjadi ketika seseorang sedang tidur, artinya tidak dilakukan secara sengaja. Orang yang tidur dibebaskan dari ketentuan hukum Islam sebagaimana hadis riwayat Ahmad dari Aisyah Ra. berikut:
“Ada tiga golongan yang dibebaskan dari ketentuan hukum, yaitu orang yang sedang tidur sebelum bangun, anak-anak sampai ia ihtilam [bermimpi basah tanda dewasa], dan orang gila sampai ia sembuh,” (HR. Nasa’i, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Kedua, mimpi basah masuk dalam salah satu perkara yang tidak membatalkan puasa Ramadan. Dalam hadis riwayat Muhammad bin Katsir, bahwa Sufyan mengabarkan dari Zaid bin Aslam, dari salah seorang sahabatnya, dari salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah batal puasa orang yang muntah, mimpi basah, dan orang yang berbekam,” (HR. Abu Dawud).
Keluar Cairan Bening Air Madzi Apakah Membatalkan Puasa?
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum keluarnya madzi saat berpuasa terutama terkait penyebabnya. Madzi adalah cairan bening dari alat vital, dengan memiliki tekstur tidak terlalu kental, tidak berbau, dan keluarnya tidak memancar. Berbeda dengan air mani yang keluar melalui proses inzal, madzi mirip seperti air kencing.
Para ulama sepakat bahwa hukum air madzi adalah najis. Kemudian madzi dapat disucikan dengan membasuh menggunakan air pada area yang terkena hingga bersih, serta melakukan wudu apabila hendak beribadah.
Akan tetapi, keluarnya madzi memiliki alasan berbeda-beda. Madzi dapat keluar tanpa sebab maupun karena melihat, bersama, hingga berciuman dengan lawan jenis.
Syekh Hasan Hitou ulama asal suriah dalam kitab Fiqh ash-Shiyam mengungkapkan perihal madzi saat berpuasa bersandar kepada pendapat Ibnu al-Mundzir, dari pendapat Hasan al-Bashri, asy-Sya’bi, al-Awza’i, Abu Hanifah, hingga Abu Tsaur sebagai berikut:
“Jika seorang suami mencium istrinya dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tidak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tidak batal, dan itu adalah pendapat ulama Syafi’iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka.”
Di sisi lain, Imam Malik dan Imam Ibn Ishak menyebutkan bahwa seseorang yang keluar madzi setelah berciuman dengan istrinya saat puasa Ramadan mesti mengganti (mengqada) ibadah wajib tersebut. Konteks yang dibawa Imam Malik dan Ibn Ishak adalah kehati-hatian dalam menyempurnakan ibadah puasa Ramadan.
Ibnu Hajar Asqalani memuat perkataan Imam Malik dan Imam Ibn Ishak dalam kitab Fathul Baari sebagai berikut, “Hendaknya seseorang mengganti puasa dan membayar kafarat apabila keluar mani. Tetapi apabila yang keluar adalah madzi, maka ia cukup mengganti puasanya tanpa membayar kafarat.”
Perkataan Imam Malik dan Ibnu Ishak juga dipaparkan Syekh Hasan Hitou masih dari kitab Fiqh ash-Shiyam berikut, “madzi yang keluar setelah berciuman itu membatalkan puasa.” Imam Ahmad seorang ulama Irak juga memiliki pandangan yang sama dengan Imam Malik dan Ibnu Ishak terkait hukum keluarnya madzi setelah mencium istri ketika puasa.
Kemenag telah menetapkan bahwa awal Ramadan 1444 H dimulai pada Kamis, 23 Maret 2023. Keputusan itu berlandaskan pada hasil sidang isbat yang diselenggarakan Rabu, 22 Maret 2023, di Auditorium HM Rasjidi, Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat.
Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama RI, menyampaikan bahwa penetapan 1 Ramadan 1444 H dalam sidang isbat Kemenag telah sesuai dengan kriteria yang disepakati Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), yakni minimal ketinggian hilal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat. Penentuan tersebut didasarkan pada metode rukyatul hilal dan hisab
“Dari 124 titik rukyatul hilal (Kemenag RI) ada beberapa orang yang telah melaporkan hilal. Oleh karena itu berdasarkan hisab, posisi hilal sudah di atas ufuk, dan sudah memenuhi kriteria MABIMS. Kita bersepakat 1 Ramadhan 1444 H jatuh Kamis 23 Maret 2023 Masehi,” tutur Yaqut Cholil Qoumas pada Rabu (22/3/2023).
Pada dasarnya, puasa Ramadan merupakan ibadah wajib di siang hari Ramadan selama sebulan penuh bagi umat Islam mukalaf yang tidak memiliki uzur syar’i. Yang dimaksud uzur syar'i adalah hal-hal di luar kemampuan manusia yang membuatnya diberikan (marfu) keringanan untuk meninggalkan ibadah wajib seperti puasa.
Puasa dapat dimaknai ibadah menahan lapar, dahaga, berhubungan suami-istri, serta perkara lain yang membatalkannya. Batas waktunya adalah mulai terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) sampai terbenamnya matahari (waktu magrib).
Baca juga:
Apakah Orang yang Mimpi Basah Bisa Membatalkan Puasa?
Mimpi basah adalah mimpi yang berisi aktivitas seksual dan menyebabkan keluarnya air mani. Islam menghukumi mimpi basah sebagai tindakan yang tidak membatalkan puasa Ramadan.
Pertama, mimpi basah terjadi ketika seseorang sedang tidur, artinya tidak dilakukan secara sengaja. Orang yang tidur dibebaskan dari ketentuan hukum Islam sebagaimana hadis riwayat Ahmad dari Aisyah Ra. berikut:
“Ada tiga golongan yang dibebaskan dari ketentuan hukum, yaitu orang yang sedang tidur sebelum bangun, anak-anak sampai ia ihtilam [bermimpi basah tanda dewasa], dan orang gila sampai ia sembuh,” (HR. Nasa’i, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Kedua, mimpi basah masuk dalam salah satu perkara yang tidak membatalkan puasa Ramadan. Dalam hadis riwayat Muhammad bin Katsir, bahwa Sufyan mengabarkan dari Zaid bin Aslam, dari salah seorang sahabatnya, dari salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah batal puasa orang yang muntah, mimpi basah, dan orang yang berbekam,” (HR. Abu Dawud).
Baca juga:
Keluar Cairan Bening Air Madzi Apakah Membatalkan Puasa?
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum keluarnya madzi saat berpuasa terutama terkait penyebabnya. Madzi adalah cairan bening dari alat vital, dengan memiliki tekstur tidak terlalu kental, tidak berbau, dan keluarnya tidak memancar. Berbeda dengan air mani yang keluar melalui proses inzal, madzi mirip seperti air kencing.
Para ulama sepakat bahwa hukum air madzi adalah najis. Kemudian madzi dapat disucikan dengan membasuh menggunakan air pada area yang terkena hingga bersih, serta melakukan wudu apabila hendak beribadah.
Akan tetapi, keluarnya madzi memiliki alasan berbeda-beda. Madzi dapat keluar tanpa sebab maupun karena melihat, bersama, hingga berciuman dengan lawan jenis.
Syekh Hasan Hitou ulama asal suriah dalam kitab Fiqh ash-Shiyam mengungkapkan perihal madzi saat berpuasa bersandar kepada pendapat Ibnu al-Mundzir, dari pendapat Hasan al-Bashri, asy-Sya’bi, al-Awza’i, Abu Hanifah, hingga Abu Tsaur sebagai berikut:
“Jika seorang suami mencium istrinya dan dia sedang berpuasa, kemudian merasa nikmat dan keluar madzi, namun tidak mengeluarkan mani, maka jumhur berpendapat puasanya tidak batal, dan itu adalah pendapat ulama Syafi’iyyah tanpa ada perbedaan di antara mereka.”
Di sisi lain, Imam Malik dan Imam Ibn Ishak menyebutkan bahwa seseorang yang keluar madzi setelah berciuman dengan istrinya saat puasa Ramadan mesti mengganti (mengqada) ibadah wajib tersebut. Konteks yang dibawa Imam Malik dan Ibn Ishak adalah kehati-hatian dalam menyempurnakan ibadah puasa Ramadan.
Ibnu Hajar Asqalani memuat perkataan Imam Malik dan Imam Ibn Ishak dalam kitab Fathul Baari sebagai berikut, “Hendaknya seseorang mengganti puasa dan membayar kafarat apabila keluar mani. Tetapi apabila yang keluar adalah madzi, maka ia cukup mengganti puasanya tanpa membayar kafarat.”
Perkataan Imam Malik dan Ibnu Ishak juga dipaparkan Syekh Hasan Hitou masih dari kitab Fiqh ash-Shiyam berikut, “madzi yang keluar setelah berciuman itu membatalkan puasa.” Imam Ahmad seorang ulama Irak juga memiliki pandangan yang sama dengan Imam Malik dan Ibnu Ishak terkait hukum keluarnya madzi setelah mencium istri ketika puasa.
(tirto.id - Sosial Budaya)
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Muhammad Fadli Nasrudin Alkof
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Muhammad Fadli Nasrudin Alkof