Menuju konten utama

Hubungan Pacaran "Putus-Sambung" Buruk Bagi Kesehatan Mental

Hasil penelitian menyebutkan, hubungan putus-sambung dalam sebuah pasangan, bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental. 

Hubungan Pacaran
Ilustrasi foto relasi pasangan yang berjarak. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Tahun 2016 Rangga datang lagi ke kehidupan Cinta, setelah ia pergi 14 tahun yang lalu tanpa kabar.

Cinta batal bertunangan karena Rangga, sang pujaan hatinya saat remaja kini meminta maaf untuk kembali.

Cinta, dengan pergulatan emosi yang panjang dan mendalam. Akhirnya tetap menerima laki-laki berambut ikal yang suka puisi itu.

Begitu lah kisah lanjutan Ada Apa dengan Cinta 2 yang tayang 2016 yang lalu.

Film AADC2 setidaknya bagi beberapa orang menggambarkan kisah cinta sejati sepasang manusia.

Tetapi mungkin itu hanya terjadi di film, karena pada kehidupan nyata, hubungan yang telah berakhir kemudian berusaha untuk disatukan kembali akan berefek buruk pada kesehatan mental seserang. Penelitian terbaru menjelaskan hal itu.

Penelitian berjudul "Coming Out and Getting Back In: Relationship Cycling and Distress in Same‐ and Different‐Sex Relationships" menunjukkan bahwa, hubungan yang telah berakhir dan kemudian dipersatukan kembali, bisa meningkatkan gejala tekanan psikologis.

“Hal penting yang harus diingat yaitu, apa alasan putusnya hubungan tersebut. Itu harus dipertimbangkan,” jelas Kale Monk, penulis penelitian sekaligus asisten profesor di University of Missouri.

Menurut Monk, sebelum bersatu kembali, sebaiknya melakukan percakapan yang jelas dengan "mantan pacar", mengenai apa yang salah, serta mempertimbangkan untuk melupakan masalah tersebut, jika memang ingin berhubungan kembali.

Namun, psikolog Madeleine Mason Roantree dalam websitenya menjelaskan, hubungan "putus sambung" yang sering terjadi, sebenarnya disebabkan oleh adanya keinginan atau hasrat seksual yang kuat antar kedua pasangan.

Padahal, sebenarnya, secara fundamental keduanya sudah tidak lagi punya kecocokan. Akibatnya hubungan ini menghasilkan dinamika push-pull yang destruktif.

"Ini tipikal hubungan yang berkaitan dengan emosional dan fisik. Hal itu muncul seolah-olah mereka tidak bisa hidup tanpa satu sama lain, namun ketika mereka bersama, justru tidak ada kecocokan,“ jelas Mason

Penelitian lain dilakukan di University of Missouri di Columbia yang melibatkan lebih dari 500 orang pasangan dan 60 persennya telah putus.

Hubungan "putus sambung" selalu berkaitan dengan tingkat penyalahgunaan hubungan yang lebih tinggi, tingkat komitmen yang lebih rendah dan komunikasi yang lebih buruk.

Jenis-jenis hubungan ini dikaitkan dengan tekanan psikologis yang lebih besar, seperti depresi dan kecemasan.

"Hubungan yang tidak aktif (putus) biasanya terjadi ketika salah satu pasangan tidak berkomitmen dengan baik," jelas pelatih kencan James Preece seperti dilansir dari The Independent.

Preece juga mengatakan, orang yang lebih serius tentang hubungan itu menoleransi kelabilan pasangannya, karena mereka tidak ingin mengambil risiko kehilangan.

Perpisahan itu bisa disebabkan oleh pertengkaran atau perselingkuhan yang terus-menerus, tetapi kedua belah pihak masih saling tertarik.

Salah satu masalah utama pola ini adalah kurangnya kepastian yang dipupuknya. Hal itu membuat seseorang mempertanyakan diri mereka sendiri dan bertanya-tanya mengapa mereka tidak cukup baik untuk bagi pasangan mereka.

“Ini dapat menyebabkan peningkatan jumlah kecemburuan, yang dapat membuat orang merasa cemas. Semakin lama berlangsung maka semakin buruk perasaan mereka, yang dapat menyebabkan depresi,” jelas Preece.

“Jika ada seseorang yang membuat Anda merasa seperti itu, buatalah batasannya. Kesehatan Anda lebih penting daripada menghabiskan waktu bersama seseorang yang membuat Anda sangat tidak bahagia," tambahnya.

Baca juga artikel terkait PACARAN atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Febriansyah
Editor: Yandri Daniel Damaledo