Menuju konten utama

Hotman Paris Dinilai Salah Definisikan Putusan MK

Hotman Paris Hutapea dinilai salah mendefinisikan putusan MK karena alat bukti rekaman kamera tersembunyi pada kasus terdakwa pembunuhan Mirna, Jessica Kumala Wongso berbeda dengan materi uji yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ke MK.

Hotman Paris Dinilai Salah Definisikan Putusan MK
Suasana sidang kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (5/10). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Pengacara senior Hotman Paris Hutapea dinilai salah mendefinisikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sah tidaknya kamera tersembunyi atau CCTV sebagai alat bukti. Putusan MK Nomor: 20/PUU_XIV/2016 tanggal 7 September 2016 tersebut dinilai tidak dapat digunakan dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.

Pernyataan tersebut ditegaskan pengacara Nadia Saphira dari Kantor Pengacara Lucas & Partners kepada Antara, di Jakarta, Minggu (9/10/2016). “Seharusnya putusan dibaca secara menyeluruh sehingga tidak terjadi penafsiran yang keliru dan pemahaman hukum yang sesat,” ujarnya.

Menurut Nadia, Putusan MK Nomor: 20/PUU_XIV/2016 tanggal 7 September 2016 itu bertujuan menghindari dimanfaatkan informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam suatu perkara ketika diperoleh melanggar hak asasi dan privasi seseorang.

Nadia juga mengatakan, alat bukti rekaman kamera tersembunyi pada kasus terdakwa pembunuhan Mirna, Jessica Kumala Wongso berbeda dengan materi uji yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ke MK.

Menurut Nadia, dasar permohonan uji materi yang diajukan Setya Novanto ketika rekaman pembicaraan yang dijadikan alat bukti dilakukan melawan hukum, melanggar privasi dan hak asasi manusia.

Karena itu, pengacara wanita muda itu mengharapkan Hotman mencermati penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Secara umum penyadapan didefinisikan kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik.

Nadia menyatakan kamera tersembunyi pada kasus pembunuhan Mirna yang dipasang Cafe Olivier bersifat publik sehingga tidak melanggar hak privasi maupun hak asasi manusia.

“CCTV jelas merupakan alat bukti yang sah dan harus dipertimbangkan majelis hakim pada kasus pembunuhan Mirna,” ujarnya.

Sebelumnya, pengacara senior Hotman Paris Hutapea mengatakan Putusan MK Nomor 20/PUU_XIV/2016 tertanggal 7 September 2016 menyebutkan bahwa rekaman kamera tersembunyi pada kasus Jessica tidak sah dijadikan sebagai alat bukti.

Bahkan, Hotman mengatakan lebih baik MK dibubarkan jika majelis hakim yang memproses Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan Mirna dan tidak mematuhi putusan tersebut. Karena menurut Hotman, putusan MK harus dilaksanakan.

Baca juga artikel terkait SIDANG JESSICA

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz