tirto.id - "I’m lucky I’m in love with my best friend," begitu penggalan lirik lagu Jason Mraz dan Colbie Caillat yang populer sekitar dekade yang lalu. Orang Jawa pun punya ungkapan, "witing tresno jalaran soko kulino." Cinta datang karena terbiasa.
Apakah Anda mencintai orang karena sudah mengenalnya dengan baik? Di Amerika Serikat, menurut poling terhadap 801 orang yang dilakukan oleh Monmouth University Polling Institute (Januari 2017), sebagian besar responden mengaku berhubungan dengan orang yang pernah menjadi teman baik. Dari keseluruhan responden yang telah menikah, 88 persen mengaku bahwa pasangan mereka adalah sahabat baiknya.
Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Susan S. Hendrick 24 tahun lalu, hasil tersebut mengalami peningkatan dua kali lipat. Pada penelitian yang dipublikasikan di Journal of Social and Personal Relationships tersebut, ada 44 persen responden yang mengaku pasangannya adalah sahabat baiknya.
Baca juga: Kecemasan Karena Mendamba Pernikahan
Perubahan yang terjadi dalam dua dekade tersebut menunjukkan perbedaan pola pikir pasangan yang memutuskan menikah. Setidaknya, ada standar menentukan pasangan yang berubah.
Salah satu pertanyaan dalam survei Monmouth University Polling Institute adalah: “Seberapa besar Anda mengharapkan pasangan Anda membantu Anda bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi lebih baik?” Dan, hasilnya menunjukkan bahwa secara keseluruhan, responden memang punya ekspektasi dan harapan besar kepada pasangannya untuk ‘memperbaiki’ kualitas pribadi mereka.
Hal ini juga diungkapkan dalam penelitian lain milik Brooke C. Feeney dan Nancy L. Collins. Mereka menyatakan bahwa ide hubungan romantis antar-pasangan saat ini cenderung mengutamakan peningkatan kualitas individu. Hubungan romantis yang mereka jalani menjadi perangkat untuk memperbaiki diri dan nilai-nilai yang mereka anut.
Untuk bisa mencapai ideal itu, kebanyakan pasangan cenderung memilih pasangan yang benar-benar mereka kenal sebelumnya. Bagaimana caranya? Memilih sahabat baik untuk dinikahi adalah jawaban yang paling mungkin.
Baca juga: Saat Pernikahan Jadi 'Barang Dagangan'
Kita juga melihat banyak contoh pasangan yang memulai hubungan romantis dengan pertemanan. Ada Pangeran William dan Kate Middleton, Presiden Habibie dengan Ainun, Kim Kardashian dan Kanye West, sampai Ayudia Bing Slamet dan Muhammad Pradana Budiarto. Pasangan-pasangan ini memutuskan menikah setelah lama menjadi teman baik.
Pasangan bangsawan Inggris, Prince William dan Kate Middleton, bertemu pada tahun 2001 saat mereka berdua belajar sejarah seni di Universitas St. Andrews, sebelum akhirnya menikah.
Begitu pula halnya dengan selebritas Ayudia Bing Slamet dan Muhammad Pradana Budiarto. Berteman sejak sekolah, keduanya adalah sahabat dekat. Keduanya memutuskan untuk menikah di usia 27 tahun pada 2015 lalu. Kisah mereka dituliskan dalam sebuah buku berjudul Teman tapi Menikah.
Sementara itu, Kim Kardashian dan Kanye West baru bertunangan dan menikah setelah benar-benar mengenal satu sama lain selama sepuluh tahun. “Saya menikahi sahabat saya. Lupakan apa itu mencari soulmate, menikahi sahabatmu adalah jenis pernikahan baru yang ideal,” kata Kardashian.
Masyarakat sendiri menilai bahwa menikah dengan sahabat adalah cara seseorang meningkatkan kualitas kebahagiaan. Hal ini ditunjukkan oleh survei The National Bureau of Economic Research pada 2014: dua sahabat yang menikah akan mengalami tingkat kebahagiaan pernikahan dua kali lebih baik dibanding pasangan suami-istri yang tak berawal dari persahabatan.
Baca juga: Apa Kunci Hubungan Bahagia?
Wajar saja jika seseorang jatuh cinta dan memilih sahabat baiknya untuk dijadikan kekasih. Anda kemungkinan mengalami interaksi lebih banyak dengan sahabat dibanding dengan orang-orang baru. Dua sahabat akan menghabiskan waktu bersama, berbagi minat yang sama, sampai pengalaman berbagi emosi, kemarahan, serta memecahkan masalah bersama.
Kepercayaan juga akan terbangun lebih kuat di antara sahabat. Selain itu, antara dua sahabat umumnya punya kecenderungan untuk saling menjaga satu sama lain, mengerti satu sama lain, dan sudah paham baik-buruk karakter keduanya. Hal-hal sederhana itu tak mudah dipelajari jika kita memulai hubungan dengan orang baru.
Sikap saling tahu dan paham itu juga yang akan meningkatkan kadar ikatan di antara mereka. Ikatan yang baik tentu akan mempengaruhi kadar kualitas hubungan, jika mereka berniat untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih intim. Maka, sangat masuk akal jika hubungan romantis atau juga pernikahan biasanya lebih kuat jika dimulai dari hubungan masa lalu yang intim, atau dalam istilah kekinian kita: teman tapi menikah.
Baca juga:
Namun, ternyata sejumlah orang yang menikah dengan sahabatnya tidak sepakat dengan anggapan bahwa pasangan mereka adalah sahabat. Beberapa orang lebih nyaman menganggap istri mereka sebagai istri saja dibanding "istri sekaligus sahabat." Alasannya, pernikahan adalah sesuatu yang punya nilai sakral, tak seperti persahabatan.
Hal ini diungkapkan oleh Jason, laki-laki berusia 35 tahun, salah satu responden Gabriella Paiella dalam tulisannya.
"Ketika saya mengatakan bahwa istri saya adalah 'istri saya’, saya sebenarnya ingin menjelaskan banyak hal: bahwa saya mencintainya, bahwa dialah satu-satunya. Saya menghabiskan lebih banyak waktu dengannya dibanding orang lain. Kami telah berbagi kehidupan bersama. Mengapa kata 'istri' tidak cukup mewakili hal-hal itu? Kenapa dia juga harus dianggap 'sahabat' [juga]? Istri adalah kata yang sangat bagus. Ia cukup menjadi seorang istri saja,” kata Jason.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Maulida Sri Handayani