tirto.id - Hingga 1937, semua pesawat terbang masih menggunakan baling-baling meski mesin jet sejak 1930 berhasil dipatenkan oleh Frank Whittle, seorang perwira Angkatan Udara Kerajaan Inggris (Royal Air Force/RAF).
Frank Whittle bersama Hans von Ohain (mahasiswa aerodinamika Universitas Gottingen) dan Secondo Campini (insinyur dari Italia), mengembangkan mesin jet yang telah diciptakan sebelumnya oleh seorang insinyur Perancis, Rene Lorin pada 1913. Mereka menggunakan komponen-komponen berputar seperti kompresor dan turbin yang kemudian prinsip dan konsepnya dikenal sampai saat ini.
Nino Oktorino dalam Militaria-Messerschmitt ME-262: Pesawat Tempur Hebat yang Muncul Terlambat (2018:12) menjelaskan cara kerja motor jet itu yang sebenarnya sederhana: untuk setiap gaya, ada gaya lawan yang besarnya sama tapi arahnya berlawanan. Konsep ini dikenal sebagai gaya reaksi.
"Apabila udara dipancarkan ke belakang dengan kecepatan tinggi, suatu gaya reaksi yang kuat akan dihasilkan," jelas Nino.
Contoh sederhananya adalah saat sebuah balon yang sedang menggelembung dilepaskan, otomatis udara dari dalam balon akan keluar, dan balon pun meluncur ke arah yang berlawanan.
Hans von Ohain meneruskan pemikiran Whittle. Ia lalu mendaftarkan paten rancangan mesin jetnya pada 1935. Mesin ciptaannya ini banyak dianggap serupa dengan konsep Whittle. Namun Ohain meyakini banyak detail perbedaan dalam mesin rancangannya.
David Myhra dalam Heinkel He 178, The Untold Story of the Jet Aircraft in History (2014) mengisahkan bahwa pada 3 Maret 1936, Profesor Pohl, Kepala Institut Sains di Universitas Gottingen menulis surat kepada Ernst Heinrich Heinkel--pemilik perusahaan industri pesawat Ernst Heinkel Flugzeugwerke di Jerman.
Dalam suratnya Pohl menyebut Ohain sebagai seorang pemuda berusia 24 tahun yang memiliki karya yang revolusioner. Surat ini untuk pertama kalinya membuat Heinkel sadar akan kemungkinan menggunakan mesin turbin gas untuk mendorong pesawat dengan kecepatan tinggi.
"Pohl menulis bahwa von Ohain sedang mengerjakan mesin pesawat yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang tidak menggunakan baling-baling, dan bukan, itu bukan mesin roket," tulis David Myhra.
Pohl meyakinkan Heinkel bahwa ide-ide von Ohain secara ilmiah masuk akal dan dengan dukungan finansial dan teknik dari produsen pesawat besar seperti Ernst Heinkel, sangat mungkin untuk menggerakkan mesin terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Perusahaan Heinkel memang berkonsentrasi memproduksi badan pesawat, berada di timur laut Jerman, dekat Rostock. Heinkel merendah dengan menyebut perusahannya sama sekali tak memiliki fasilitas yang memadai atau personel berpengalaman. Meski begitu, Pohl tetap memengaruhi Heinkel untuk mempekerjakan Ohain dan mekanik berbakat Max Hahn dalam mengembangkan mesin turbinnya.
Atas rekomendasi Pohl, Ernst Heinkel dalam autobiografinya "Stormy Life" yang ia tulis pada 1956, akhirnya setuju untuk mempekerjakan von Ohain dan asistennya Max Hahn setelah mereka bertemu pada 17 Maret 1936 di Rostock. Sebulan kemudian, tepatnya pada 15 April 1936, Hans von Ohain dan Max Hahn resmi menandatangani kontrak untuk bekerja bersama Ernst Heinkel.
Pada bulan itu juga mereka segera bekerja secara rahasia di gudang khusus dekat sisa bangunan pabrik Ernst Heinkel AG di Marienehe. Di lokasi inilah turbin gas von Ohain diujicoba.
Mesin pertama mereka, HeS 1 (Heinkel Strahltriebwerk 1) atau Heinkel Jet Engine 1, diuji coba pada September 1937, dan menghasilkan daya dorong 550lb (250kg), menggunakan hidrogen sebagai bahan bakarnya. Penelitian dan pengembangan terus dilanjutkan. Mesin ke-2, HeS 2 tak terlalu berkembang sehingga mereka melanjutkan pengembangan hingga menghasilkan mesin HeS 3 pada Maret 1938. Kali ini mesin yang berbahan bakar bensin itu menghasilkan daya dorong yang dapat dikontrol 1.100 lb (500 kg).
Juli 1939, Ohain dan Heinkel memberanikan diri untuk melakukan tes penerbangan pertama menggunakan mesin HeS 3 yang digantungkan di bawah badan pesawat Heinkel He 118. Ini berlanjut sampai mesin mati, dan pengetahuan yang diperoleh digunakan untuk memproduksi mesin HeS 3B.
Saat mesin HeS 3 sedang diuji coba pada badan pesawat He 118, badan pesawat He 178 sedang dalam pengembangan. He 178 dikembangkan Heinkel yang disesuaikan dengan mesin jet yang dirancang Ohain. Hasilnya adalah pesawat dengan posisi sayap dipasang di dekat bagian atas badan pesawat, satu tempat duduk, dan bermesin tunggal dengan roda pendaratan yang bisa ditarik.
He 178 memiliki asupan udara di bagian hidung dan mesin keluar di bagian belakang, konfigurasi yang akan menjadi tata letak standar untuk sebagian besar pesawat jet bermesin tunggal di masa depan. Pesawat itu terbuat dari kayu dan aluminium. He 178 dirancang untuk kecepatan jelajah 580 kilometer per jam dan kecepatan maksimum 700 kilometer per jam.
Gagal Dilirik Nazi
Flugkapitän Erich Karl Warsitz, seorang pilot Luftwaffe--Angkatan Udara Nazi--yang ditugaskan di Kementerian Penerbangan diajak Heinkel untuk menguji pesawat He 178 yang menggunakan mesin jet ciptaan von Ohain.
Warsitz terkenal menjadi pilot uji coba dan tentu saja ia menjadi langganan Heinkel untuk menguji pesawat-pesawat yang diciptakannya. Pada Juni 1939, Heinkel meminta Warsitz untuk menguji pesawat bermesin roket pertama di dunia, Heinkel He 176.
Pada 27 Agustus 1939, tepat hari ini 81 tahun lalu, pesawat jet pertama berhasil diterbangkan. Mula-mula Kapten Warsitz membuat dua sirkuit pendek di lapangan terbang dekat pabrik milik Heinkel. Cuaca saat itu cerah, dan He 178 pun ditarik ke posisi lepas landas. Heinkel terlihat agak khawatir dengan ujicoba ini, meskipun ia merasa akan mencatatkan sejarah bahwa pesawat masa depan bukanlah pesawat roket melainkan bermesin jet dengan waktu terbang yang lebih lama dan tingkat keselamatan yang lebih besar.
Erich Karl Warsitz dalam The First Jet Pilot: The Story of German Test Pilot Erich Warsitz (2008) menceritakan ketakjubannya pada pesawat He 178.
"Seperti He 176, 178 memiliki perbedaan besar dari pesawat konvensional: kemudi hanya efektif pada kecepatan yang lebih tinggi sesaat sebelum lepas landas sehingga saya harus menggunakan rem untuk menjaganya tetap lurus di landasan," ujarnya.
Selain itu, masih menurut Warsitz, "pada 178 saya bisa duduk dengan benar: kursi pilot terletak sedemikian rupa sehingga poros masuk untuk turbin tidak menghalanginya. Sempit, jelas, tapi tidak sebanding dengan 176 yang membutuhkan ujung sepatu agar pas untuk pilot."
Dua sirkuit yang telah disiapkannya berhasil ia taklukkan. Pesawat He 178 yang menggunakan mesin jet berhasil diterbangkan. Pesawat berhasil dikendalikan hingga akhirnya melakukan pendaratan yang sempurna dan berhenti di dekat perairan Warnow.
Semua orang bergembira termasuk tentu saja Heinkel dan von Ohain. Karyawan-karyawan Heinkel mengangkat bos mereka dan Warsitz ke bahu dan pesta pun berlanjut pada malam harinya.
Namun penerbangan itu dibayangi oleh serangan Hitler ke Polandia lima hari kemudian dalam mula Perang Dunia II. Keberhasilan ujicoba He 178 justru tak membuat Kementerian Udara Jerman tertarik untuk didemonstrasikan pada 1 November 1939. Padahal mesin telah dimodifikasi untuk menghasilkan HeS 6 yang menghasilkan daya dorong 1.300 lb serta memberikan kecepatan tertinggi hingga 373 mph. Namun tetap saja tiada ketertarikan Kementerian Udara Jerman terhadap He 178.
Mereka melihat He 178 tak bisa dijadikan pesawat tempur serta tak cukup mengesankan pejabat Jerman saat itu untuk diproduksi massal. Kementerian Udara Jerman justru lebih tertarik dengan pengembangan mesin He-178. Awalnya pengembangan mesin ini diletakkan di bagian bawah badan pesawat yang dapat ditarik serta memiliki sayap baru. Namun, pesawat He 178 versi ke-2 ini tak pernah diterbangkan.
Pesawat jet pertama ini pun harus dimuseumkan di Museum Udara Berlin. Malangnya lagi, purwarupa pesawat ini harus mengalami kehancuran dalam sebuah serangan udara Sekutu pada 1943.
Dukungan petinggi Luftwaffe dan Kementerian Udara justru diberikan saat Heinkel berhasil membuat pesawat terbang bermesin ganda yakni He 280. Dua mesin jet dipasangkan di bawah sayap yang rendah dan memiliki ekor ganda. Dua mesin jet ini diciptakan oleh dua orang, salah satunya adalah von Ohain yang mengembangkan mesin jet yang dinamakan HeS8. Satu mesin lagi diciptakan Max A. Mueller yang juga mengembangkan sebuah mesin axial-flow yang dikenal sebagai HeS30.
Dua purwarupa He 280, V5 dan V6, kemudian dipersenjatai dengan tiga kanon MG 151 kaliber 20 mm di bagian hidungnya. Pesawat ini dikenal sebagai pesawat tempur jet pertama di dunia.
Editor: Irfan Teguh