tirto.id - Pertemuan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan digelar 27-28 Februari 2019 di Hanoi Vietnam untuk membahas mengenai denuklirisasi. Pertemuan ini menarik perhatian dunia tentang apa yang akan dicapai keduanya.
Associated Press (AP News) mewartakan Cina, Korea Selatan, dan Jepang secara khusus memiliki ketertarikan tentang apa yang akan mereka sepakati di Vietnam nanti.
Ketiga negara bertanya-tanya,“Bisakah AS dan Korea Utara setuju dengan denuklirisasi di semenjanjung Korea?”, yang sudah mereka gembor-gemborkan pada pertemuan pertama di Singapura. Apakah pertemuan kedua ini benar-benar akan menuntaskan kesepakatan tersebut.
Kim Jong-un menyebut Korea Selatan sebagai “Pedang Berharga” sebagai propaganda. Kim melakukan hal berbeda dari pemimpin diktator sebelumnya, ayah dan kakeknya.
Selain membangun teknologi dan percobaan nuklir yang menarik perhatian dunia dan untuk kestabilan ekonomi, militer, dan keamanan dia juga berusaha mengangkat negaranya dari kemiskinan.
Untuk itu, perlu bagi Korea Utara meringankan sanksi internasional yang dibebankan selama beberapa dekade. Dengan begitu, proyek-proyek dengan Korea Selatan berupa resor turis dan taman industri (industrial park) yang diestimasikan akan menghasilkan 150 juta dolar AS per tahunnya dapat berjalan.
Korea Utara berulang kali mengisyaratkan denuklirisasi tidak menetapkan harga yang murah untuk dihentikan. Ian Bremner, pendiri Institut penelitian International Eurasia Group menyampaikan pesimistis soal denuklirisasi dari Kim Jong-un.
“Tidak ada optimisme dalam administrasi [Trump dalam upaya denuklirisasi]. Ada keraguan mendalam saat menyinggung upaya denuklirisasi dari Kim Jong-un. Pompeo [sekretaris negara AS] percaya bahwa Korea Utara hanya mengulur waktu,” katanya seperti dilansir Independent.
Trump telah menjanjikan upaya denuklirisasi Korea Utara sejak Juni 2018. Akan tetapi, Trump kemudian menyampaikan dia tidak terburu-buru mendesak denuklirisasi tersebut.
Kali ini, di pertemuan kedua, Trump diharapkan dapat lebih tegas terhadap Korea Utara. Pada pertemuan mendatang, segala bentuk perjanjian yang dianggap masih samar, terutama komitmen untuk denuklirisasi dan kedamaian di Semenanjung Korea diharapkan dapat dibuat sebuah prosedur detail dan rencana eksekusi yang konkret.
Korea Selatan, menyatakan keinginan untuk melakukan hubungan bilateral yang baik dengan Korea Utara dan menciptakan kedamaian di Semenanjung Korea.
Melalui telepon antara Trump dan Moon Jae-in beberapa waktu lalu, Moon menyatakan siap memulai kembali hubungan bilateral dengan Korea Utara dan meminta Trump untuk menyampaikannya pula dalam pertemuan mendatang selagi AS-Korut membahas denuklirisasi.
Cina dan Jepang juga turut menanti kelanjutan nyata dari pertemuan kedua tersebut. Jepang khawatir karena media hanya memberitakan tentang Korea Utara yang melakukan denuklirisasi, tanpa ada keterangan apa yang akan dilakukan AS terhadap Korea Utara.
AP News menyatakan Jepang juga tidak ingin ketinggalan dalam proses negoisasi. Perdana Menteri, Shinzo Abe berulang kali menyatakan harapannya untuk bertemu Kim untuk memastikan ketertarikan orang Jepang tidak dilupakan. Dia juga mendekati Trump untuk sama-sama mengupayakan perdamaian.
Cina yang menganggap Korea Utara sebagai rekan komunis, mengkhawatirkan perekonomian Korut yang memburuk karena sanksi internasional yang diterimanya. Cina adalah sumber perdagangan dan asistensi Korea Selatan dan segala bentuk kemajuan hubungan Korut dan Korsel diterima dengan hangat oleh Cina.
Selama ini, Cina menggelar pertemuan sebanyak tiga kali dan Presiden Xi Jinping bertemu Kim secara informal di Timur Laut Cina beberapa saat setelah pertemuan Trump-Kim di Singapura.
Pertemuan Xi dan Kim dilihat sebagai upaya untuk mendukung dan mendampingi proses negosiasi serta memastikan Cina tetap sebagai pialang utama di Korea Utara.
Editor: Dipna Videlia Putsanra