tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi tiba di Ukraina pada Rabu (29/6/2022). Kedatangan Jokowi tidak lepas dari keinginan Indonesia agar Rusia dan Ukraina segera menghentikan perang.
Guru Besar Hukum Internasional UI sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Hikmahanto Juwana mengaku kehadiran Jokowi sulit membawa penghentian perang total. Ia justru lebih menduga gencatan senjata daripada penghentian perang secara penuh.
"Kemungkinan berhasilnya misi untuk menciptakan gencatan senjata dan pengakhiran tragedi kemanusiaan sangat besar daripada mendamaikan kedua negara," kata Hikmahanto dalam keterangan kepada Tirto, Selasa (28/6/2022).
Setidaknya ada dua alasan Jokowi lebih mendorong gencatan senjata daripada penghentian perang. Pertama, konflik senjata Ukraina terjadi sudah berlangsung lama.
Ia menduga, Rusia tengah menanggung beban akibat serangan militer hingga dampak legitimasi kepada rakyat sementara Ukraina menderita tragedi kemanusiaan akibat perang berkepanjangan.
Di sisi lain, legitimasi kedua pemimpin terus tergerus. Selain Itu, kedua negara berupaya berdamai tetapi tidak ingin kehilangan muka di dunia internasional.
Kedua, belum ada negara yang berupaya menciptakan gencatan senjata kecuali Indonesia. Turki dan Israel tengah berupaya mendamaikan tetapi gagal karena kedua negara masih 'semangat' uuntuk berperang.
Di sisi lain, ia melihat Rusia bisa menjadi inisiasi untuk menghentikan perang.
"Ada indikasi bahwa Rusia hendak menghentikan ini. Ini karena Rusia bersedia menerima kunjungan Presiden Jokowi meski Rusia tahu Indonesia adalah ko-sponsor dari sebuah Resolusi Majelis Umum PBB yang disponsori oleh Amerika Serikat yang mengutuk serangan Rusia sebagai suatu agresi," kata Hikmahanto.
"Bila Rusia tidak memiliki keinginan untuk menghentikan perang tentu Rusia akan menolak kehadiran Presiden Jokowi yang menganggap Indonesia telah berpihak pada AS dan sekutunya," tutur Hikmahanto.
Meski berpotensi tidak sampai penghentian perang, aksi Jokowi dalam menghentikan perang patut diapresiasi. Ia beralasan, Indonesia memang harus mengambil inisiatif dalam menyelesaikan konflik Ukraina-Rusia karena telah menimbulkan dampak kepada negara-negara lain.
"Indonesia sebagai Presiden G20 telah mengambil inisiatif untuk menciptakan perdamaian dan menghentikan tragedi kemanusiaan di Ukraina, bahkan mencegah terjadinya tragedi pangan dunia. Hal ini karena perang di Ukraina telah menyengsarakan banyak pihak, termasuk negara-negara yang tidak terlibat dalam konflik, dan telah berdampak pada perekonomian dunia," kata Hikmahanto.
Kedua, Jokowi juga menjalankan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Indonesia harus ikut dalam menjaga ketertiban dunia. Ketiga, Jokowi juga dinilai telah melakukan kunjungan politik dengan asas politik luar negeri bebas aktif Indonesia. Indonesia harus berpihak pada perdamaian dunia dan mengakhiri tragedi kemanusiaan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto