Menuju konten utama
30 Agustus 1922

Hari Kemenangan Turki Melawan Invasi Yunani

Victory Day dianggap sebagai tonggak lahirnya Turki yang sekuler di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk.

Hari Kemenangan Turki Melawan Invasi Yunani
Turki mendeklarasikan diri sebagai republik. tirto.id/Sabit

tirto.id - Pada 29 Agustus 2015, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengatakan kemenangan pasukan Seljuk melawan tentara Bizantium dalam Pertempuran Manzikert pada 26 Agustus 1071 adalah awal mula persatuan Turki (Anatolia), sementara Victory Day 'Hari Kemenangan' menjadi penanda bersatunya Turki sebagai bangsa modern.

Victory Day dirayakan tiap 30 Agustus. Pada hari itu tahun 1922 atau persis 99 tahun lalu mereka memenangkan Perang Dumlupinar yang berlangsung sejak 26 Agustus. Ini adalah pertempuran terakhir melawan Yunani dan merupakan bagian dari perang kemerdekaan yang akhirnya membuat Turki menjadi negara berdaulat pada 29 Oktober 1923.

Sejarah Victory Day, juga revolusi nasional Turki, dapat diurut sejak Perang Dunia I selesai.

Sebelum Perang Dunia I, Kekaisaran Ottoman menguasai wilayah yang sangat luas, mulai dari Afrika Utara, bagian tenggara dan timur Eropa, Timur Tengah, dan Semenanjung Arab. Semua berubah saat mereka memutuskan ambil bagian dalam perang dalam Blok Sentral. Kekaisaran Ottoman--yang pasukan militernya terdiri dari orang Turki, Arab, Kurdi, dan sebagian etnis minoritas setempat--harus melawan negara Blok Sekutu, termasuk Inggris.

Singkat cerita, Blok Sentral kalah. Kekaisaran besar itu runtuh setelah Perang Dunia I. David Llyod George, Perdana Menteri Inggris saat itu, menjanjikan beberapa daerah Kesultanan Ottoman Turki kepada Yunani. "Hadiah" diberikan karena Yunani membantu Inggris dalam perang.

Tapi orang Turki tak mau menyerahkan wilayah mereka begitu saja. Mereka melawan.

Perang Turki-Yunani ditandai dengan pendaratan pasukan Yunani ke Smirna, salah satu kota yang dijanjikan, pada 15 Mei 1919. Ketika itu terjadi insiden penembakan, dan akhirnya memicu perang menahun. Pertempuran puncak antara keduanya mengambil tempat di bagian barat Turki, Provinsi Kütahya.

Dalam konteks usaha aneksasi inilah mencuat nama seorang perwira militer Turki yang menolak tunduk, Mustafa Kemal Atatürk. Atatürk, seorang sekuler, kelak menjadi presiden pertama Turki pada 1923-1938.

Dalam situs resmi Ataturk Higher Institution of Culture milik pemerintah Turki, heroisme Atatürk digambarkan nyaris sempurna. Misalnya kisah pada 26 Agustus. Diceritakan bahwa ketika itu Atatürk menyebarkan undangan pesta di Ankara agar para musuh berpikir ia sedang jauh dari front. Dengan mengendarai mobil, ia menuju tempat pertempuran dan memulai perang pada subuh.

Perang ini sebetulnya tidak berjalan dengan mudah. Salah satu komandan divisi Atatürk bernama Reşat Bey memutuskan bunuh diri karena gagal memenuhi misi. Beberapa jam kemudian, pasukan yang ditinggalkan melakukan tindakan nekat untuk mencapai target, dan banyak yang meninggal karenanya.

Dalam buku The Young Atatürk: From Ottoman Soldier to Statesman of Turkey karangan George Gawrych, dikisahkan pada 2 September 1922 pasukan Turki berhasil menangkap dua komandan pasukan Yunani: Nikolaos Trikoupis dan Kimon Digenis. Keduanya diserahkan kepada Atatürk. Lalu, apa yang dia lakukan?

Berdasarkan penuturan Halide Edib Adıvar, nasionalis dan tokoh pergerakan Turki yang dekat dengan salah satu komandan perang İsmet Pasha, Atatürk segera menjabat tangan musuhnya dengan hangat. Mereka, yang berstatus tawanan, diajak duduk bersama dan diberi kopi serta rokok.

Atatürk lantas membahas masa depan perang dan mengapa mereka kalah. "Perang adalah permainan kesempatan, jenderal. Hal terbaik kadang bisa jadi terburuk. Anda telah melakukan yang Anda bisa sebagai prajurit dan manusia terhormat," kata Atatürk. Peristiwa yang dicatat di buku Young Atatürk ini dibenarkan oleh beberapa sumber lain.

Usai kemenangan pasukan Turki, pemerintah Yunani menerima desakan Pasukan Nasional Turki untuk mundur ke perbatasan sebelum perang, memberikan bagian barat Anatolia kembali pada Turki. Sementara dua komandan yang bertemu Atatürk akhirnya kembali ke Yunani dalam program pertukaran tawanan.

Perang ini berakhir dengan Perjanjian Lausanne yang ditandatangani pada 24 Juli 1923. Daleziou Eleftheria dalam tesisnya menjelaskan setelah itu hubungan antara pemerintah Turki dan Yunani jadi membaik. Mereka mengizinkan warganya untuk berpindah dan tinggal di kedua negara tersebut.

Infografik 95 Tahun victory day

Banyak masyarakat Turki saat itu menganggap 30 Agustus sebagai hari kemenangan pasukan Turki yang dipimpin oleh Atatürk. Peran Atatürk yang dominan, juga berbagai cerita heroik yang muncul, membuat sosok ini menjadi pujaan rakyat. Ini mengapa Victory Day sangat erat dengan sosok Atatürk.

Pada mulanya Victory Day hanya dirayakan di beberapa kota seperti Ankara, Izmir, dan Afyonkarahisar, tapi sejak 1935 menjadi hari libur nasional.

Saat perayaan Victory Day, para wisatawan dan pengunjung bisa dengan mudah melihat wajah Atatürk di jalan-jalan dan pusat perbelanjaan.

Di hari besar ini, pemerintahan dan sekolah diliburkan. Para pekerja juga hanya bekerja setengah hari. Di Atatürk Monument, parade militer dilakukan dan menjadi salah satu atraksi menarik bagi masyarakat. Pada 27 Agustus 2014, 6.000 pendukung Atatürk membentuk barisan yang menyerupai wajahnya di Musoleum Ataturk.

Selain mengingat Atatürk, Victory Day juga penting karena merupakan satu momen penting yang menandai perubahan fundamental Turki: dari kesultanan menjadi republik dan berhaluan sekuler.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 30 Agustus 2017 dengan judul yang sama. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait TURKI atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Humaniora
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani & Rio Apinino