Menuju konten utama

Hari Buruh: Kebijakan Pemerintah Disebut Masih Dikuasai Pengusaha

Memperingati Hari Buruh Internasional hari ini, Sekjen KPBI Damar Panca mengkritik kebijakan pemerintah di sektor perburuhan yang masih dikuasai oleh pengusaha.

Hari Buruh: Kebijakan Pemerintah Disebut Masih Dikuasai Pengusaha
Ratusan buruh outsourcing JICT (Jakarta International Container Terminal) dan Jasa Armada Indonesia Pelindo II yang tergabung dalam Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) melakukan aksi protes atas PHK massal 400 pekerja outsourcing JICT di depan kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Jelang peringatan hari buruh internasional yang jatuh hari ini, 1 Mei 2019, Sekretaris jenderal Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca mengatakan, kebijakan pemerintah di sektor perburuhan masih erat kaitannya dengan keberpihakan pada pengusaha.

Menurut Damar, hal itu disebabkan karena minimnya perwakilan dari buruh yang dapat duduk di posisi penting di eksekutif maupun legislatif.

Dalam kondisi ini, kata dia, sudah tentu kebijakan yang ada mewakili kepentingan para elit pengusaha. Ia pun yakin saat ini indikator yang menunjukkan pemerintah condong meliberalisasi ketenagakerjaan, masih sangat mudah dilihat.

“Tidak ada satu pun buruh atau petani di parlemen. Yang ada elitnya para pengusaha,” ucap Damar kepada wartawan dalam diskusi bertema "Gerakan Buruh Perikanan Bersama Rakyat" di Bakoel Koffie, Jakarta pada Selasa (30/4/2019).

“Kekuasaan hari ini masih dipegang pengusaha. Mereka menguasai eksekutif, legislatif, yudikatif,” ucap Damar.

Damar mengatakan, UU No. 13 tahun 2003 yang mengatur sistem kerja outsourcing adalah salah satunya.

Saat ini, model pekerjaan yang fleksibel itu justru masih menunjukkan langkah mundur pemerintah dalam mengakomodir nasib buruh. Sebab, UU itu memungkinkan perusahaan memperlakukan pekerja seturut keperluan mereka seperti mudah dipekerjakan tapi mudah juga untuk dipecat bila sedang tidak butuh.

Selanjutnya, Damar menyoroti adanya persoalan dalam PP No.78 Tahun 2015 yang menghilangkan peran negara dalam menengahi penetapan upah. Dari semula mampu menyeimbangkan kepentingan pengusaha dan buruh, menjadi sekadar bergantung pada indikator perekonomian semata.

Terakhir, Damar juga menyoroti adanya Permenaker No.33 Tahun 2016 yang menurutnya melanggengkan pelangggaran di tempat kerja. Ia mencontohkan adanya mekanisme verifikasi pelanggaran oleh perusahaan setiap satu tahun, tetapi nyatanya banyak dari pelanggaran itu diselesaikan “di bawah meja”. Dengan kata lain, tak benar-benar diusut tuntas dan lenyap tanpa kejelasan.

“Negara tidak ada dalam soal perburuhan. Peran negara sengaja dihilangkan,” tukas Damar.

Baca juga artikel terkait HARI BURUH atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno