Menuju konten utama

Harga Rumah Subsidi Naik Masih Tunggu Persetujuan Sri Mulyani

Kementerian PUPR masih mengkaji soal kenaikan harga hunian rumah bersubdisi sebesar 3 sampai 7,75 persen dan masih menunggu persetujuan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Harga Rumah Subsidi Naik Masih Tunggu Persetujuan Sri Mulyani
Pekerja beraktivitas di area proyek pembangunan perumahan subsidi di Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/11/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/kye.

tirto.id - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mengkaji soal kenaikan harga hunian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau rumah bersubdisi sebesar 3 persen sampai 7,75 persen.

Kebijakan tersebut saat ini tengah dikaji dan menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan.

“Semoga secepatnya, baru diusulkan ke Kementerian Keuangan,” kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid kepada Tirto, Rabu (23/1/2019).

Khalawi menjelaskan, capaian FLPP di 2018 sebesar 57.939 unit dari target 58.000 unit artinya pihaknya telah menyelesaikan target penyelesaian pembangunan 100 persen. Sementara itu program pembangunan hubian FLPP akan terus dilanjutkan di tahun ini dengan anggaran sebesar Rp7,1 triliun dengan target sebesar 67.000 unit.

“Kita juga mempertimbangkan tingkat keterjangkauan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) untuk membeli, tiap tahun UMR (Upah Minimum Regional) kan naik juga. Sudah dipertimbangkan karena harga rumah komersial juga semakin tinggi dan yang paling besar faktor kenaikan harga tanah yang sangat tinggi,” jelas dia.

Ia mengakui, biaya pembangunan dari material dan tanah juga memberatkan pengembang yang menggarap bangunan FLPP membangun rumah dengan harga yang sama sementara ada kenaikan bahan dan material di setiap tahun.

“Kan tidak logis juga menugaskan pengembang bangun rumah MBR tapi harganya enggak masuk, nanti enggak ada yang mau bangun rumah MBR kan,” ujar dia.

Sebagai informasi, membahas soal batasan harga jual rumah sejahtera tapak dan satuan rumah sejahtera susun, serta besaran subsidi uang muka perumahan harus sesuai batas penghasilan kelompok sasaran KPR bersubsidi, yaitu untuk penghasilan per bulan paling banyak Rp4.000.000.

Jenis rumah yang difasilitasi yaitu, Kredit Pemilikan Rakyat (KPR) Sejahtera Tapak, KPR sejahtera syariah tapak, KPR Subsidi Selisih Bunga (SSB) tapak, KPR Subsidi Selisih Marjin (SSM) tapak.

Sementara untuk penghasilan per bulan paling banyak Rp7.000.000. Fasilitas yang diberikan yaitu jenis KPR sejahtera rusun, KPR sejahtera syariah susun, KPR SSB susun, KPR SSM susun.

Kemudian ada pula batasan harga jual rumah sejahtera tapak paling tinggi yaitu di wilayah Jawa kecuali Jabodetabek yaitu Rp130 juta.

Kemudian Pulau Sumatera kecuali Kepulauan Riau dan Bangka Belitung Rp130 juta. Kalimantan Rp142 juta, Sulawesi harga paling mahal untuk rumah subsidi yaitu Rp136 juta.

Ada pula Maluku dan Maluku Utara sebesar Rp148,5 juta. Kemudian Bali dan Nusa Tenggara Rp148,5 juta. Papua dan Papua Barat Rp205 juta, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung Rp136 juta kemudian Jabotabek Rp148,5 juta.

Baca juga artikel terkait RUMAH SUBSIDI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno