tirto.id - Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid mengatakan tengah mengajukan kenaikan harga rumah bersubsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan sebesar 3 persen sampai 7,75 persen.
Alasan pemerintah mengajukan kenaikan harga rumah subsidi ini yaitu karena harga material bangunan dan harga tanah di berbagai wilayah.
“Ada kenaikan harga tanah dan harga material, ini juga penyesuaian itu untuk 2019. Untuk lima tahunnya nanti kita bahas lagi untuk 2020-2024," kata dia kepada Tirto, Rabu (23/1/2019).
Ia menjelaskan, langkah ini juga tidak terlepas dari kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk membeli hunian bersubsidi. Pihaknya juga menghitung kemampuan para MBR untuk membeli hunian seiring dengan pendapatan MBR yang naik di setiap tahun.
“Pertimbanganya harga tanah semakin naik, biaya produksi meningkat dan tingkat keterjangkauan MBR yang menetapkan adalah kewenangan Kementerian Keuangan,” kata dia.
Sementara itu sebagai informasi dari data Kementerian PUPR di tahun 2018 batasan harga jual rumah sejahtera tapak paling tinggi yaitu di wilayah Jawa kecuali Jabodetabek yaitu Rp130 juta.
Kemudian Pulau Sumatera kecuali Kepulauan Riau dan Bangka Belitung Rp130 juta. Kalimantan Rp142 juta, Sulawesi harga paling mahal untuk rumah subsidi yaitu Rp136 juta.
Ada pula Maluku & Maluku Utara sebesar Rp148,5 juta. Kemudian Bali & Nusa Tenggara Rp148,5 juta. Papua & Papua Barat Rp 205 juta, Kepulauan Riau & Bangka Belitung Rp136 juta kemudian Jabotabek Rp148,5 juta.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Irwan Syambudi