tirto.id - Kenaikan harga minyak mentah dunia dikhawatirkan ikut melambungkan tingkat inflasi. Target inflasi sebesar 3 – 3,5 persen bahkan diprediksi meleset hingga menyentuh angka 4,5 persen.
"Tahun kemarin 3,6 persen [inflasi]; tahun ini lebih tinggi. Dengan range 4,5 masih bisa, tapi sangat ketat," ucap Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Marwatawardaya di Jakarta pada Kamis (25/1/2018).
Secara historis, Berly mengungkapkan bahwa harga minyak mentah dunia dapat signifikan mempengaruhi tingkat inflasi dalam negeri. Pengalaman pada 2014 pasca-kenaikan BBM Rp2.000 pada solar dan premium, Berly mengungkapkan dalam dua bulan inflasi menjadi 3,91 persen.
Harga minyak mentah dunia saat ini sudah menyentuh angka 70 dolar AS per barel. Sementara itu, pemerintah telah mematok harga minyak mentah (Indonesian Crude Price/ICP) dalam APBN 2018 sebesar 48 dolar AS per barel, dan telah disepakati DPR.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM memastikan harga BBM yang berlaku saat ini hingga tiga bulan ke depan tidak akan naik. Namun, hal itu masih sampai perhitungan Maret 2018, belum ada kepastian untuk beberapa bukan ke depan.
Menteri ESDM Ignasius Jonan pada Rabu (24/1/2018) mengatakan pemerintah telah mempertimbangkan daya beli masyarakat sebelum akhirnya memutuskan harga BBM tak naik untuk triwulan I-2018.
Harga solar subsidi seharga Rp5.150 per liter, premium Rp6.450 per liter, dan minyak tanah Rp2.500 per liter, akan belaku hingga 31 Maret 2018.
Namun berdasarkan data INDEF, harga tersebut tidak bisa masuk dalam perhitungan keekonomian. Dengan asumsi harga minyak mentah dunia 69,96 dolar AS per barel sementara nilai tukar Rp13.321, harga keekonomian BBM untuk premium seharusnya Rp8.925 per liter, solar Rp9.058 per liter, dan minyak tanah Rp7.592 per liter.
Peneliti INDEF, Abdul Manap Pulungan mengatakan kemudian, harga minyak mentah dunia dapat mengerek inflasi ketika impor naik. Dengan demikian penarikan uang dolar akan semakin meningkat, sementara nilai tukar rupiah jatuh.
Kenaikan impor minyak mentah sebelumnya sudah terjadi pada 2017. Pada Januari – Desember 2017 nilai impor minyak mentah dan hasil minyak sebesar 215,836 miliar dolar AS. Angka itu naik dari periode yang sama 2016, yaitu 170,709 miliar dolar AS.
"Ini belum lagi berbentrokan dengan kebijakan Trump dan lain-lain. Kalau ini bertransmisi akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Nantinya akan memperberat pertumbuhan ekonomi, karena kontribusi terbesar dari konsumsi rumah tangga," tutur Abdul.
Kenaikan inflasi, dijelaskan Abdul, akan mengenai semua tier. Di 40 persen tier terbawah terdampak dari sisi pangan; 40 persen menengah akan berdampak terhadap harga tiket pesawat semacamnya, yang bukan kebutuhan dasar; dan pada 20 persen teratas akan terdampak di nilai tukar.
"Yang sangat terpengaruh adalah menengah ke bawah," ucapnya. Abdul menambahkan, saat ini kemampuan masyarakat mendapatkan peningkatan pendapatan tidak cepat, tapi seringkali tergerus inflasi.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari