Menuju konten utama

Harga Cabai Makin "Pedas" Akhir 2020, Bagaimana Nasib Petani?

Meski harga cabai mulai naik di tingkat konsumen, tapi petani belum bisa menutup kerugian akibat penurunan harga cukup dalam selama COVID-19.

Harga Cabai Makin
Pedagang memilah cabai yang akan dijual di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Rabu (16/12/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

tirto.id - Di penghujung tahun 2020, harga cabai menunjukkan tanda-tanda semakin “pedas”. Harga cabai di tingkat konsumen bahkan telah mencapai tingkat tertinggi selama pandemi COVID-19.

Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) menunjukkan harga cabai merah sudah menyentuh Rp59.050/kg pada 29 Desember 2020. Sementara harga cabai rawit menyentuh Rp59.450/kg. Pada 31 Agustus 2020 lalu, keduanya masih berada di kisaran Rp29.450/kg dan Rp31.500/kg.

Meski harga cabai naik di tingkat konsumen, sayangnya petani belum bisa berbahagia. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan kenaikan harga di akhir tahun masih belum dapat menutup kerugian yang mereka alami akibat penurunan harga cukup dalam selama pandemi COVID-19.

Penurunan harga itu, menurut Henry, terjadi karena adanya penurunan penyerapan produksi pertanian seiring rendahnya permintaan dan daya beli. Menurut laporan SPI Pasir Datar dan Suka Mulya, Kabupaten Sukabumi hal ini tak terjadi pada cabai saja, tetapi sayuran lain seperti wortel sampai kol.

“Harga memang mengalami kenaikan, namun petani di sana belum masih belum mampu menutupi kerugian di bulan-bulan sebelumnya akibat penyerapan sayuran yang rendah,” ucap Henry dalam keterangan tertulis, Selasa (29/12/2020).

Penjelasan Henry memang dapat dimengerti. Pasalnya COVID-19 sempat menimbulkan penurunan drastis harga cabai. PIHPS mencatat per 20 Mei 2020 harga rata-rata cabai merah nasional di tingkat produsen pernah menyentuh Rp9.350/kg padahal 20 Januari 2020, harganya masih mencapai Rp37.500/kg.

Sementara harga rata-rata cabai rawit nasional di tingkat produsen pernah menyentuh Rp14.150/kg per 20 Mei 2020. Jauh di bawah posisi 20 Januari 2020 yang mencapai Rp32.000/kg.

Tren ini kemudian diselingi fluktuasi harga sampai September 2020. Pada Oktober, harga cabai merah dan cabai rawit sudah relatif mengalami perbaikan meski beberapa kali masih menurun.

Henry menjelaskan perbaikan harga cabai saat ini disumbang faktor kurangnya stok lantaran beberapa tanaman cabai yang terserang penyakit petak, dan busuk buah. Hal ini terjadi tiap tahun selama Desember-Maret 2020 karena curah hujan yang tinggi. Belum lagi ada kontribusi fenomena La Nina selama Oktober 2020-Maret 2021 yang turut berkontribusi meningkatkan curah hujan

Henry berharap agar pemerintah dapat meningkatkan penyerapan produk-produk hortikultura ini termasuk menggandeng BUMN. Jika perlu koperasi petani juga digerakkan untuk memasarkan hasil panen petani.

Di sisi lain, ada persoalan besar yang belum teratasi dari disparitas harga cabai yang lebar antara konsumen-produsen. Penyebabnya pasar cabai masih didominasi dalam bentuk segar, belum diolah, pengembangan monokultur cabai yang menjadikan rentan hama dan penyakit sampai rantai distribusi yang relatif panjang dari petani ke konsumen.

Sayangnya meski sudah mengalami kenaikan, harga cabai merah di tingkat produsen tercatat kembali turun dari Rp39.350/kg (23 Desember) menjadi Rp35.500/kg (29 Desember) dan Rp38.550/kg ke Rp35.850/kg untuk cabai rawit.

Di saat harga rata-rata nasional tingkat produsen turun, di tingkat konsumen trennya terus naik ke level Rp59-60 ribu/kg. Harga cabai tingkat konsumen pada Desember 2020 bahkan mengalahkan posisi sebelum pandemi COVID-19 yang berkisar Rp40.000/kg.

Guru Besar Institur Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai situasi ini sedikit-banyak dipengaruhi oleh belum pulihnya distribusi cabai dan logistik. Di sisi lain, produksi petani sedikit banyak terganggu karena musim penghujan yang menyebabkan penurunan kualitas cabai bahkan tidak sedikit yang rusak. Hal ini praktis menyebabkan harga di tingkat konsumen naik sementara di petani turun.

Data Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Kemendag mencatat produksi cabai akhir tahun mengalami penurunan dari 101-105 ribu ton/bulan pada Maret-April 2020 menjadi 91-92 ribu ton/bulan. Pasokan rata-rata seminggu terakhir per November 2020 juga turun menjadi 93 ton/hari di bawah pasokan normal 125 ton/hari.

Meski demikian, Dwi meyakinkan lagi kalau situasi ini bersifat sementara. Pasalnya stok cabai di tingkat konsumen akan berangsur berkurang sehingga cabai petani akan kembali dicari. Peningkatan permintaan ia yakini bakal berdampak pada kenaikan harga cabai di tingkat petani. Dwi meyakini harga cabai di tingkat petani bakal sudah membaik pada Februari 2021 nanti.

“Enggak lama lah (penurunannya). Nanti udah pada akan nyari cabai lagi, akan rebutan,” ucap Dwi kepada reporter Tirto saat dihubungi, Rabu (30/12/2020).

Reporter Tirto telah menghubungi Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Sailendra untuk meminta tanggapan mengenai stabilisasi harga dan penyerapan di tingkat petani. Namun pertanyaan tertulis maupun panggilan telepon belum direspons hingga naskah ini tayang.

Soal dampak cuaca, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan lembaganya bakal melakukan gerak cepat mengantisipasi kemungkinan adanya iklim ekstrem yang memengaruhi produksi pangan seperti beras maupun komoditas pertanian lain di musim tanam 2021. Menurut Syahrul, antisipasi itu sudah dirancang dengan percepatan tanam, infrastruktur air, serta pencocokan validasi cuaca dengan menggunakan data BMKG.

"Selama ini kita selalu bersoal dengan masalah cuaca dan hama. Karena itu kita lakukan mapping serta kerja sama dengan BMKG,” ucap Syahrul dalam keterangan tertulis, Kamis (31/12/2020).

Baca juga artikel terkait HARGA CABAI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz