Menuju konten utama

Hampir 3 Persen, Tingkat Kematian COVID-19 Indonesia Cukup Tinggi?

Kendati baru ada satu kasus meninggal, namun tingkat kematian akibat COVID-19 di Indonesia cukup besar dibanding negara tetangga yakni, 2,94 persen.

Hampir 3 Persen, Tingkat Kematian COVID-19 Indonesia Cukup Tinggi?
Petugas medis membawa pasien ke ruang isolasi saat simulasi penanganan pasien virus corona di RS Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Jumat (6/3/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/aww.

tirto.id - Satu pasien positif virus Corona atau COVID-19 dilaporkan meninggal dunia pada Rabu, 11 Maret 2020 atau sembilan hari saja setelah pengumuman kasus positif pertama oleh Presiden Joko Widodo. Pasien yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) tersebut adalah kasus ke-25 positif Corona di Indonesia yang diumumkan pada 10 Maret 2020.

Ini merupakan kematian pertama dari 34 kasus positif COVID-19 di Indonesia. Jika dihitung tingkat kematiannya maka Indonesia berada di angka 2,94 persen. Masih di bawah tingkat kematian global sebesar 3,67 persen per 12 Maret 2020. Sementara tingkat kesembuhan berada di angka 14,7 persen. Cukup jauh di bawah tingkat kesembuhan global yang berada di angka 54,08 persen.

Namun, jika dibandingkan dengan negara tetangga, tingkat kematian Corona di Indonesia menjadi cukup besar.

Di Australia, kasus positif 126 dengan 3 kasus kematian, tingkat kematiannya mencapai 2,38 persen. Sementara di negara tetangga lain seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan Vietnam, tingkat kematiannya masih sama dengan nol kendati memiliki kasus positif yang lebih banyak dan terkonfirmasi lebih awal dari Indonesia.

Per 12 Maret, Malaysia memiliki 149 kasus positif, Singapura memiliki 187 kasus positif, 91 di antaranya masih dalam perawatan sementara 96 lainnya sudah dipulangkan dan dinyatakan sembuh. Itu artinya, tingkat kesembuhan di Singapura mencapai 51,33 persen.

Brunei Darussalam hingga 11 Maret terkonfirmasi 11 kasus positif. Seluruhnya dalam keadaan stabil dan tidak menunjukkan gejala. Vietnam memiliki 44 kasus.

Belum lagi jika menghitung kematian suspect Corona di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Hingga 6 Maret 2020, setidaknya ada lima suspect Corona yang meninggal. Satu kasus di RS Kariadi, Semarang, satu pasien di Rumah Sakit dr Hafiz (RSDH) Cianjur, satu orang pasien di RS Badan Pengusahaan Batam, satu pasien di RSPI Sulianti Saroso dan satu pasien di RSUP Sardjito Yogyakarta. Namun, hasil tes seluruhnya dinyatakan negatif.

Lantas, apa yang menyebabkan Indonesia memiliki tingkat kematian yang cukup besar, kendati baru satu kasus meninggal?

Pemerintah Belum Siap

Per 11 Maret 2020, total kasus impor di Indonesia sebanyak 22 kasus. Sementara 12 sisanya merupakan klaster yang kasus pertamanya juga mendapat penularan dari luar negeri. Itu artinya, 64 persen dari total keseluruhan kasus positif didapat dari hasil perjalanan luar negeri, bukan penularan lokal.

Indonesia masih terus membuka lebar keran pariwisata setidaknya hingga 2 Maret pada saat pengumuman kasus positif pertama.

Data Badan Pusat Statistik Nasional per Januari 2020 menyebut 796.934 wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia melalui 32 bandara internasional.

Bandara Internasional Ngurah Rai di Denpasar menjadi pintu masuk tertinggi (526.823 orang), berikutnya Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang (173.453 orang), Bandara Internasional Juanda, Surabaya (17.047 orang), dan Bandara Internasional Kualanamu, Medan (19.327 orang).

Pengawasannya pun tak cukup ketat. "Di brosur Malaysia, kalau datang dari negara terpapar COVID-19, disuruh pakai masker selama 14 hari di publik. Di Indonesia, brosurnya ngomongin virus lain. Isinya enggak serius juga . Malah lebih ketat urusan bagasi dan cukai dibandingkan soal Corona,” ujar Apriyani, salah seorang penumpang pesawat dari Hong Kong-Kuala Lumpur yang baru saja pulang ke kampung halamannya di Palembang, empat jam sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama.

Adita Irawati, juru bicara Kementerian Perhubungan, berkata pengawasan penumpang luar negeri sudah diterapkan sejak Februari lalu. Namun, ia mengakui pengetatan pengawasan bandara baru dijalankan setelah Indonesia mengumumkan ada dua pasien positif Corona pada 2 Maret lalu.

Di Bandara Internasional Kuala Lumpur, pengawasan ketat hampir serupa seperti Hong Kong, yakni pendatang wajib melewati thermal scanner dan thermo gun serta memakai masker dan diberi buku kecil alur penanganan COVID-19 oleh petugas bandara.

Pihak bandara juga melakukan pencegahan dengan menyemprotkan disinfektan selama dua jam sekali di sudut ruangan. Mereka membersihkan lebih sering tombol lift dan pegangan eskalator. Bedanya, penumpang masih ada yang tidak menggunakan masker.

Australia sudah memberlakukan travel ban untuk pelancong dari Cina, Korea, Iran dan baru-baru ini mulai melarang pelancong dari Italia. Hal yang sama juga sudah dilakukan pemerintah Indonesia dan Singapura.

Per Kamis kemarin, Presiden Filipina Rodrigo Duterte sudah memutuskan untuk melakukan karantina massal dan menghentikan seluruh perjalanan darat, laut, dan udara dari maupun ke Manila. Hal ini menyusul kasus positif Corona di negara itu yang sudah mencapai 53 kasus dengan 2 kematian (tingkat kematian 3,77 persen). Demikian dilansir The Star.

Sementara Indonesia hingga hari ini, pemerintah belum mau memutuskan untuk melakukan lockdown, setidaknya untuk ibukota DKI Jakarta. Jubir Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto menyebut, lockdown atau penguncian diri akibat Corona belum akan diambil.

"Kita tidak akan mengambil opsi lockdown karena kalau di-lockdown malah kita tidak akan bisa berbuat apa-apa," kata Yurianto di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Yuri juga mengatakan, kebijakan agar tidak terjadi lockdown masih perlu dibahas lebih lanjut. Ia mengatakan, keputusan tersebut akan diambil secara kolektif. Ia menambahkan, saat ini kepentingan negara adalah mengamankan stok alat pelindung diri, masker hingga kit atau alat uji Corona.

Sebelumnya, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla menyebut, kebijakan lockdown bisa diterapkan oleh pemerintah RI untuk mencegah penularan Corona. Namun, harus diantisipasi dampaknya, terutama dalam bidang ekonomi.

Menurutnya, lockdown efektif meminimalkan penularan dan perlu kedisiplinan selama proses penguncian diri. Negara yang telah memutuskan lockdown akibat Corona yakni Italia.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Maya Saputri