Menuju konten utama

Hak Angket sebagai Trigger Ungkap Kejanggalan Prosedur KPK

Amir Fachrudin mengatakan, hak angket yang digulirkan kepada KPK dalam kasus korupsi KTP elektronik hanyalah pemicu untuk mengungkap adanya kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan korupsi

Hak Angket sebagai Trigger Ungkap Kejanggalan Prosedur KPK
Warga membawa peti mati saat melakukan aksi unjuk rasa menolak hak angket terhadap KPK di Solo, Jawa Tengah, Rabu (3/5). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/aww/17.

tirto.id - Pengacara Fahri Hamzah, Amir Fachrudin, mengatakan bahwa hak angket yang digulirkan kepada KPK dalam kasus korupsi KTP elektronik hanyalah pemicu untuk mengungkap adanya kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan korupsi di tubuh lembaga tersebut.

“Jadi menurut saya kejanggalan-kejangalan ini nanti akan ditemukan pada saat, kita sudah membentuk Pansus, sudah berjalan, bekerja. Jadi ini cuma trigger aja, seperti angket-angket yang lain,” ungkapnya dalam diskusi bertajuk Meriam DPR untuk KPK, di Jakarta, Sabtu (6/5/2017). Dalam diskusi tersebut, Amir mewakili Fahri yang mendadak tak bisa hadir dalam diskusi.

Seperti halnya Fahri, Amir juga menyampaikan bahwa kritik dan evaluasi terhadap KPK adalah hal yang wajar dan sah terutama jika lembaga tersebut terbukti menggunakan ketentuan di luar putusan hukum dan undang-undang.

Ia mencontohkan misalnya, soal penyadapan yang kerap dilakukan KPK dalam penyelidikan. Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk tindakan KPK di luar keputusan hukum. Sebab, selain menabrak hak privasi warga negara, undang-undang tentang pengaturan penyadapan tersebut belum disahkan oleh pemerintah. Hak tersebut, lanjutnya, hanya diatur dalam Standard Operating Procedure (SOP) internal KPK.

“Mestinya KPK melakukan status quo, karena apa? Prosedur yang dipakai oleh KPK itu kan SOP. Ini kan cuma pengaturan internal,” ungkapnya.

“Coba hari ini ada enggak itu di website-nya KPK dimunculkan SOP penyadapan. Bahkan komisi III yang punya hak konstitusional, meminta SOP-nya saja tidak diberikan.”

Seperti diketahui sebelumnya, dalam rapat paripurna, DPR menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi seperti diatur dalam UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Usulan hak angket dimulai dari protes sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Apakah usul hak angket tentang pelaksanaan tugas KPK yang diatur dalam UU KPK dapat disetujui menjadi hak angket DPR," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, Jumat (28/4/2017) lalu. Beberapa detik kemudian, ia mengetuk palu sidang kendati masih terdengar interupsi dari beberapa anggota DPR yang hadir.

Setelah itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat panitia khusus (Pansus) untuk menindaklanjuti hak angket terhadap KPK. Fahri juga mengimbau kepada seluruh fraksi di DPR untuk mengirimkan perwakilannya menjadi anggota Pansus tersebut meski belakang beberapa fraksi menyatakan menarik diri dari hak angket tersebut.

“Saya harap Pansus berjalan ke arah yang sesuai dengan yang diinginkan kita semua. Tentunya yang memandang secara positif, maka sebaiknya semua anggota fraksi mengirimkan perwakilannya.” Kata Fahri di Senayan, Rabu (3/5/2017) lalu.

Sampai saat ini, tercatat ada enam fraksi yang menyatakan menolak usulan hak angket KPK, yakni Gerindra, PKB, Demokrat, PAN, PPP, dan PKS. Sementara itu, 19 orang anggota yang sebelumnya menyetujui antara lain:

1. Desmond J Mahesa (Fraksi Partai Gerindra).

2. Arsul Sani (Fraksi PPP).

3. Daeng Muhammad (Fraksi PAN).

4. Nawawi Saleh (Fraksi Partai Golkar).

5. Ahmad Zacky Siradj (Fraksi Partai Golkar).

6. Taufiqulhadi (Fraksi Partai NasDem).

7. Adies Kadir (Fraksi Partai Golkar).

8. Ahmad Sahroni (Fraksi Partai NasDem).

9. Dossy Iskandar (Fraksi Partai Hanura).

10. Syaiful Bahri Ruray (Fraksi Partai Golkar).

11. Endang Srikarti Handayani (Fraksi Partai Golkar).

12. Agun Gunandjar Sudarsa (Fraksi Partai Golkar).

13. Anthon Sihombing (Fraksi Partai Golkar).

14. Fahri Hamzah (Fraksi PKS).

15. Noor Ahmad (Fraksi Partai Golkar).

16. Ridwan Bae (Fraksi Partai Golkar).

17. M.N Purnama Sidi (Fraksi Partai Golkar).

18. Masinton Pasaribu (Fraksi PDI Perjuangan).

19. Edy Wijaya Kusuma (Fraksi PDI Perjuangan).

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani