tirto.id - Sidang pembacaan putusan gugatan praperadilan yang diajukan empat pengamen Cipulir korban salah tangkap polisi digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada hari ini.
Hakim tunggal Elfian yang memimpin persidangan memutuskan untuk menolak gugatan 4 pengamen tersebut secara keseluruhan. Alasan hakim, gugatan pemohon sudah kadaluwarsa.
Salah satu dari 4 pengamen itu, Ucok (18) mengaku kecewa dengan putusan hakim. Menurut dia, putusan hakim Elfian semakin membuktikan bahwa hukum hanya tajam ke bawah.
"Kayaknya kata-kata pepatah, hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas memang benar. Bukan hanya sekadar kata-kata," kata Ucok usai persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
Menurut Ucok, apa yang ia alami tentu sukar terjadi apabila dirinya berasal dari kalangan keluarga ekonomi menengah atas.
"Coba kalau saya anak pejabat yang kaya raya, enggak bakal kayak gini. Pas jadi saksi pun langsung disuruh pulang, saya jamin. Dan itu pasti dikabulkan [gugatan] saya," ujar Ucok.
Ibunda Ucok, Netty Herawati Hutabarat (47) juga kecewa dengan putusan hakim. Sebagai rakyat biasa, dia merasa dipermainkan oleh hukum.
"Tidak ada keadilan! Saya berani ngomong tidak ada keadilan di sini! Sudah benar-benar anak saya tidak bersalah, sudah benar-benar kasus salah tangkap. Sudah dibacakan semua," ujar Netty di PN Jakarta Selatan.
Ucok dan tiga rekannya menjadi korban salah tangkap oleh Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya pada Juli 2013.
Mereka ditangkap dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak dengan motif berebut lapak mengamen di Jakarta Selatan. Saat ditangkap, mereka masih berusia anak. Mereka juga mengaku mengalami penyiksaan saat menjalani pemeriksaan di kepolisian.
Keempatnya sempat dipenjara. Namun, Mahkamah Agung (MA) lalu menyatakan mereka tidak bersalah melalui putusan bernomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Ucok bersama Fikri, Fatahillah dan Pau kemudian mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pihak tergugat adalah Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI, serta Kementerian Keuangan.
Dalam gugatannya, mereka menuntut ganti rugi kepada negara senilai Rp750,9 juta. Nilai tersebut dihitung dari ganti rugi materiil senilai Rp662,4 juta dan imateriil Rp88,5juta.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom