tirto.id - Penyidik Bareskrim Polri menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan olehnya. Hari ini polisi memeriksa Edy Mulyadi sejak pukul 10-16.15 WIB sebagai saksi terkait pernyataan Kalimantan sebagai tempat “jin buang anak”.
Rampung permintaan keterangan sebagai saksi, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri langsung melakukan gelar perkara.
"Hasil dari gelar perkara, penyidik menetapkan status dari saksi menjadi tersangka," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, Senin (31/1/2022).
Polisi memeriksa 55 orang yang terdiri dari 37 saksi dan 18 ahli. Ahli terdiri dari bahasa, sosiologi hukum, pidana, ITE, analis media sosial, digital forensik dan antropologi hukum. Edy dikenakan pasal berlapis yakni, Pasal 45A ayat (2), juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 juncto Pasal 156 KUHP.
Polisi juga langsung menahan Edy selama 20 hari ke depan di Rutan Bareskrim Polri. Penahanan dilakukan dengan alasan objektif dan subjektif.
"Alasan subjektif karena dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatannya kembali. Alasan objektif [karena] ancaman [hukuman] kepada tersangka di atas 5 tahun," terang Ramadhan.
Sebelum pemeriksaan, Edy menuturkan "Musuh saya bukan penduduk Kalimantan, bukan suku ini, suku itu. Saya kembali minta maaf kepada para sultan, termasuk suku-sukunya. Mereka semua bukan musuh saya, musuh saya dan musuh kita adalah ketidakadilan," ucap dia. Pun ia meminta maaf kepada para seluruh elemen di Kalimantan.
Edy dan tim kuasa hukumnya menduga ada pihak yang menargetkan dirinya karena bersikap kritis.
"Saya dan pengacara sadar betul bahwa saya dibidik. Saya dibidik bukan karena ucapan 'tempat jin buang anak', bukan karena 'macan yang mengeong', tapi karena saya dikenal kritis," ujar dia.
Ia mengaku telah mengkritisi beberapa Rancangan Undang-Undang seperti Cipta Kerja, Mineral dan Batubara, bahkan regulasi perihal Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Itu saya kritisi semua dan jadi bahan incaran," imbuh Edy. "Saya menduga, pengacara juga menduga, (saya) akan ditahan. Sejatinya, bobot politis jauh lebih besar daripada persoalan hukumnya."
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto