Menuju konten utama

Golkar Minta Tak Berlebihan Respons Perpres Tenaga Kerja Asing

"Jangan terlalu berlebihan meresponsnya, apalagi sampai membuat pansus (panitia khusus) segala macam."

Golkar Minta Tak Berlebihan Respons Perpres Tenaga Kerja Asing
Sejumlah aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah berunjuk rasa di depan Kantor Imigrasi Kelas 1 di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (2/2). Aksi itu menuntut agar Imigrasi setempat meningkatkan pengawasan terhadap Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal yang jumlahnya semakin meningkat di Sulteng dan berbeda data dengan Dinas Tenaga Kerja. Berdasarkan hasil investigasi Jatam, jumlah TKA Asing di Sulteng yang bekerja di sektor pertambangan mencapai 6.000-an orang sedangkan berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja hanya sekitar 1.300-an orang. ANTARAFOTO/Basri Marzuki/pd/17

tirto.id - Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily meminta pihak-pihak yang tidak setuju Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing tidak perlu merespons berlebihan apalagi sampai mengusulkan pembentukan panitia khusus DPR.

"Jangan terlalu berlebihan meresponsnya, apalagi sampai membuat pansus (panitia khusus) segala macam," kata Ace di Jakarta, Jumat (20/4/2018) dilansir Antara.

Ace menilai Perpres tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Menurutnya Perpres tersebut dibuat sebagai upaya pemerintah mengatur dan membatasi warga negara asing bekerja di Indonesia.

Menurut Ketua DPP Golkar Bidang Media dan Penggalan Opini itu, selama ini pengaturan atau regulasi mengenai keberadaan TKA di Indonesia tidak jelas pembatasannya.

"Selain itu, soal TKA ini merupakan upaya kepastian hukum tentang bagaimana seharusnya mereka bekerja di Indonesia," ungkapnya.

Ace yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu menilai Perpres itu juga untuk meningkatkan investasi di Indonesia karena soal tenaga kerja di luar warga negaranya juga diatur, di mana pun di seluruh dunia.

Selain itu, terkait kekhawatiran adanya negara tertentu yang mendominasi lapangan kerja di Indonesia, dia menekankan bahwa Perpres TKA sama sekali tidak mengatur tentang TKA negara tertentu, namun berlaku untuk semua warga negara asing.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengusulkan dibentuknya Pansus Hak Angket DPR tentang TKA karena menduga keputusan pemerintah terkait TKA tersebut telah melanggar UU sehingga level pengawasannya bukan hanya hak bertanya biasa atau interpelasi.

Dia menjelaskan, hak bertanya adalah hak individual anggota, hak interpelasi adalah hak pertanyaan tertulis lembaga tetapi karena diduga ini levelnya adalah pelanggaran undang-undang, maka pansus angket diperlukan untuk menginvestigasi kebijakan.

"Sebab dalam interpelasi, dia tidak ada investigasi, kunjungan lapangan, tidak ada pemanggilan, hanya bertanya melalui paripurna dan dijawab melalui paripurna," kata Fahri.

Sementara itu, Sekjen Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Herry Sudarmanto mengatakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) justru bentuk kepastian hukum untuk sisi pekerja, pemberi kerja hingga pengawasan.

"Perpres ini justru memberi kejelasan hukum dari sisi pekerja. Kalau dulu dengan visa bisnis pekerja asing bisa dipindah ke visa kerja, sekarang sejak awal mereka masuk untuk bekerja ya harus menggunakan visa kerja tidak bisa lagi hanya pakai visa bisnis," kata Sekjen kepada Antara di Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Persyaratan untuk mendapatkan visa kerja, lanjutnya, juga dipertegas. Pemberi kerja harus berbadan hukum, calon TKA harus memiliki ijazah dengan latar belakang pendidikan yang memang sesuai dengan jabatan yang akan diisi di perusahan Indonesia.

Selain itu, dia mengatakan bahwa calon TKA juga harus memiliki sertifikat kompetensi, ditambah perusahaan pemberi kerja wajib menyediakan fasilitas pelatihan bahasa Indonesia.

Dengan kebijakan terkait syarat keimigrasian tersebut, menurut dia, justru pemerintah ingin mempertegas kepastian hukumnya, baik untuk calon pekerja, pemberi kerja maupun pemerintah sebagai pengawas.

Baca juga artikel terkait TENAGA KERJA ASING

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani