tirto.id - “Terima kasih Pak Jokowi, keberhasilan ekonomi Pak Jokowi adalah keberhasilan Golkar, Golkar selalu bersama Pak Jokowi."
Kutipan tersebut adalah bagian dari iklan kampanye politik Partai Golkar dalam Pemilu 2024. Kampanye ini kemungkinan besar menghasilkan dampak yang positif. Di Pemilu 2024, jumlah suara yang mengalir ke partai berlambang pohon beringin tersebut melebihi tahun 2019. Berdasarkan perhitungan sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Partai Golkar bertengger di posisi kedua sebagai partai dengan suara terbanyak nasional, hanya di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Pada Selasa (27/2/2024), pukul 09.00 WIB, dengan total data masuk sekitar 64,93 persen, Partai Golkar telah mendapatkan suara sebesar 11.441.688 atau sebesar 15,11 persen dari suara nasional.
Perolehan suara Partai Golkar ini meningkat dibandingkan pada Pemilu 2019 lalu. Pada Pemilu 2019, Golkar mendapatkan 12,31 dukungan suara nasional. Perolehan ini juga lebih tinggi dibandingkan Pemilu 2009 (14,45 persen) dan Pemilu 2014 (14,75 persen).
Dengan perolehan ini, Partai Golkar hanya berselisih 1,37 persen dari PDIP di Pemilu 2024, yang sementara ini memiliki total suara sebanyak 12.484.886 atau setara 16,44 persen.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai, melejitnya perolehan suara Partai Golkar disebabkan oleh beberapa faktor, namun utamanya karena efek ekor jas (coattail effect) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sementara, peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, tak menampik adanya efek ekor jas Jokowi terhadap kenaikan suara Partai Golkar, namun faktor itu bukan faktor tunggal. Ia menganggap, posisi adaptif Partai Golkar terhadap berbagai isu dan perubahan politik serta kelembagaan partai yang kuat menjadi faktor utama kenaikan suara partai ini di Pemilu 2024.
Lantas, bagaimana persebaran suara Golkar di Pemilu 2024?
Partai Golkar di Pemilu 2024: Tembus 15 Persen dan Menang di 15 Provinsi
Awalnya, ada pesimisme yang muncul dari Partai Golkar terkait Pemilu 2024. Pada Juli 2023 misalnya, eksponen Partai Golkar yang menamai diri dengan Pemrakarsa Penggerak Kebangkitan Partai Golkar mengeluarkan sejumlah rekomendasi nama untuk mendongkel Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Mengutip laporan Tirto, perwakilan dari eksponen Partai Golkar, Lawrence T.P Siburian, menyebut usulan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) diberikan karena mereka khawatir dengan elektabilitas partai berlambang pohon beringin yang kian hari kian anjlok.
Rasa pesimisme terhadap kiprah Partai Golkar di Pemilu 2024 juga diungkap oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.
Pria yang namanya sempat diusulkan menjadi suksesor Airlangga dalam Munaslub itu menyebut, Partai Golkar dalam kondisi genting atau lampu kuning jelang Pemilu 2024. Pasalnya, elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu terus mengalami tren penurunan dan hanya berkisar 6 persen saja pada 2023.
Sejumlah kekhawatiran tersebut nampak beralasan. Hasil survei Litbang Kompas yang digelar pada 29 April-10 Mei 2023 menunjukkan bahwa Partai Golkar hanya mendapat elektabilitas 7,3 persen. Jumlahnya merosot 1,7 persen dari survei Januari 2023. Tak hanya itu, berdasarkan survei itu, posisi Partai Golkar di jajaran tiga partai teratas partai dengan suara terbanyak nasional tergusur oleh Partai Demokrat dengan raihan 8 persen suara.
Hingga menjelang Pemilu 2024, rilis hasil survei yang dirilis sejumlah lembaga pun nampak tak meyakinkan untuk Partai Golkar. Temuan Poltracking mencatat, dalam kurun waktu selama satu tahun sebelum Pemilu 2024, tepatnya Februari 2023 hingga Februari 2024, tren elektabilitas Partai Golkar tak pernah menyentuh angka 12 persen, angka persentase perolehan suara partai itu pada Pemilu 2019.
Survei tatap muka yang dilakukan Poltracking pada 27 Januari–2 Februari 2024, tepat dua pekan sebelum Pemilu 2024, memprediksi Partai Golkar hanya akan meraih elektabilitas sebesar 10,1 persen di Pemilu 2024, tertinggal jauh dibawah PDIP (18,1 persen) dan Partai Gerindra (16,4 persen).
Namun, prediksi tersebut tidak terjadi. Dengan proses perhitungan suara yang masih terus berlangsung, Partai Golkar bahkan masih berpeluang menjadi partai dengan perolehan kursi terbanyak di DPR-RI, dengan syarat perolehan suaranya dapat menyalip PDIP, atau konversi suara ke kursinya lebih banyak dibanding PDIP. Faktor terakhir bisa terjadi jika persebaran suara Partai Golkar lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.
Situasi tersebut misalnya terjadi pada Pemilu 2019 lalu. Meski suara Partai Golkar sebesar 12,31 persen berada di bawah Partai Gerindra (12,57 persen), namun secara perolehan kursi di DPR RI, Partai Golkar (85 kursi) unggul atas Partai Gerindra (78 kursi).
Berdasarkan pantauan Tirto, di laman hasil penghitungan suara KPU per Selasa (27/2/2023) pukul 09.00 WIB, Partai Golkar memang tercatat sebagai partai dengan persebaran kemenangan terbanyak di tingkat provinsi.
Partai berlambang beringin ini tercatat unggul di 15 provinsi, yaitu Aceh, Banten, Bengkulu, Jambi, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Tengah, Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara.
Jumlah ini unggul jauh dari PDIP, yang tercatat hanya unggul di 10 provinsi, yaitu Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Sulawesi Utara.
Sementara itu, Partai Gerindra tercatat hanya unggul di lima provinsi yaitu Kalimantan Utara, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Kembali ke Partai Golkar, catatan sebaran kemenangan di tingkat provinsi pada Pemilu 2024 tercatat naik hampir dua kali lipat dibanding saat Pemilu 2019 lalu.
Tercatat, pada Pemilu 2019 partai ini hanya unggul di delapan provinsi, yaitu Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo.
Dengan hasil sementara ini, Partai Golkar berhasil mempertahankan keunggulan di Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Disamping itu, Partai Golkar juga berhasil merebut provinsi-provinsi yang sebelumnya dikuasai partai lain, seperti Aceh, Banten, Jawa Barat, Papua (Papua Barat, Papua Barat Daya dan Papua Tengah) dan Sumatera Utara.
Lalu, bagaimana karakteristik dari pemilih Partai Golkar di Pemilu 2024 ini?
Rajin Beriklan di Media Sosial, Populer di Kalangan Anak Muda
Survei exit poll yang dilakukan Litbang Kompas pada 14 Februari 2024, yang melibatkan 7.865 responden di 38 provinsi, mengungkap, salah satu faktor di balik capaian Partai Golkar di Pemilu 2024 adalah loyalitas pemilihnya.
Temuan survei exit poll tersebutmengungkap, pada Pemilu 2024, terlihat sebagian suara Golkar ditopang oleh pemilih Golkar pada Pemilu 2019. Hampir separuh (45,6 persen) pemilih Golkar merupakan pemilih partai ini pada Pemilu 2019 lalu.
Faktor lain yang tidak bisa dilepaskan dari capaian Partai Golkar di Pemilu 2024 adalah popularitas partai ini. Hasil survei Litbang Kompas pada Desember 2023 memperlihatkan tingginya popularitas Golkar di benak publik, mencapai 92,1 persen. Tingkat popularitas ini juga merupakan yang tertinggi dibandingkan 17 partai lain yang menjadi peserta Pemilu 2024.
Lebih lanjut, Litbang Kompas mencatat kepopuleran Partai Golkar ini tak lepas juga dari belanja iklan partai ini di medsos. Terkait hal ini, Tirto melakukan penelusuran ke laman Meta Ad Library untuk melihat seberapa besar belanja iklan yang dilakukan Partai Golkar di platform Meta (Facebook dan Instagram).
Hasilnya, Meta melaporkan dalam rentang waktu 90 hari terakhir (28 November 2023-25 Februari 2024) Partai Golkar telah menghabiskan dana sebesar Rp937 juta pada platform media sosial Facebook dan Instagram untuk keperluan iklan kampanye politik yang tersebar dalam 3.602 konten.
Jumlah ini lebih banyak dibanding belanja iklan dua partai besar lain seperti PDIP yang hanya menghabiskan dana sebesar Rp37 juta untuk iklan kampanye politik yang tersebar di 1.797 konten dan Partai Gerindra yang menghabiskan dana sebesar Rp105,5 juta untuk iklan politik yang terdistribusi dalam 149 konten.
Sementara itu, temuan Litbang Kompas, dalam rentang waktu 1 April-29 Juni 2023, mencatat bahwa Partai Golkar juga telah membelanjakan dana Rp3,75 miliar pada platform media sosial Facebook dan Instagram. Angka ini merupakan yang terbesar di antara partai-partai lain peserta Pemilu 2024.
Masifnya belanja iklan Partai Golkar di Facebook ini memiliki dampak yang cukup signifikan. Survei exit poll Litbang Kompas mencatat, Partai Golkar memiliki basis dukungan kuat di kalangan Gen Z (17-25 tahun) dengan persentase 20,19 persen dan Generasi Y muda (15,6 persen).
Sebagai informasi, survei yang dilakukan Tirto bekerjasama dengan Jakpat pada Juli 2023 terhadap 1.500 pemilih pemula dalam Pemilu 2024 mengungkap, media sosial menjadi sarana utama generasi muda untuk mencari informasi soal isu-isu politik, dipilih oleh lebih dari 90 persen responden.
Lebih lanjut, temuan survei Tirto mengungkap, Instagram menjadi media sosial yang paling banyak digunakan untuk mencari informasi dan isu politik. Setidaknya, ada 71 persen responden yang mengaku menggunakan Instagram untuk mendapat informasi seputar politik.
Temuan survei Tirto juga merekam bahwa para pemilih pemula menyatakan bahwa aktivitas figur dan partai politik di media sosial akan berpengaruh terhadap sentimen mereka terhadap figur ataupun partai politik. Jawaban terbanyak, sekitar 40 persen responden, menjawab bahwa aktivitas figur dan partai politik di media sosial cukup mempengaruhi sentimen mereka.
Meski begitu, temuan survei exit poll Litbang Kompas mencatat bahwa proporsi terbesar pemilih Golkar sebenarnya berasal dari kalangan generasi X, yang berusia 42-55 tahun, yaitu sebanyak 32 persen. Temuan lain dari survei ini merekam Partai Golkar lebih banyak memperoleh dukungan dari kaum perempuan (52,1 persen).
Sementara itu, dari segi latar belakang pekerjaan, pemilih Partai Golkar paling banyak datang dari kalangan ibu rumah tangga, buruh, wiraswasta, karyawan swasta, dan pelajar/mahasiswa. Dari latar belakang kelas sosial, dukungan bagi Golkar berada pada kelompok dengan status sosial ekonomi bawah dan menengah bawah.
Lalu, benarkah ada pengaruh coattail effect Presiden Jokowi dibalik melejitnya suara Partai Golkar di Pemilu 2024?
Presiden Jokowi: Faktor Utama Kenaikan Suara Golkar
Di luar semua faktor yang dianggap turut mendongkrak suara Partai Golkar diatas, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai faktor utama dibalik keberhasilan Partai Golkar dalam meraih suara maksimal di Pemilu 2024 adalah karena faktor Presiden Jokowi.
Ia menjelaskan, faktor Presiden Jokowi yang dimaksud adalah coattail effect atau efek ekor jas dari migrasi pemilih mantan Wali Kota Surakarta tersebut. Arifki mencatat, migrasi pemilih Presiden Jokowi yang memilih Partai Golkar di Pemilu 2024 cukup masif.
Hal ini disebabkan, celah hubungan antara Presiden Jokowi dan PDIP yang mulai meretak berhasil dimanfaatkan oleh partai berlambang beringin itu untuk lebih mengasosiasikan diri dengan Presiden Jokowi.
“Migrasi pemilih Jokowi terutama dari yang sebelumnya memilih PDIP, berhasil dikapitalisasi dengan baik oleh Golkar, mereka (Partai Golkar) lebih banyak mendapat efek migrasi Jokowi dibanding PSI misalnya yang turut mengekor Jokowi,” kata Arifki saat dihubungi Tirto, Rabu (27/2/2024)
Namun, mengapa Partai Golkar menjadi partai yang paling banyak mendapat migrasi pemilih Presiden Jokowi, dibanding Partai Solidaritas Indonesia (PSI)? Padahal, keduanya sama-sama turut mengekor Presiden Jokowi.
Arifki menjelaskan, hal ini disebabkan karena Partai Golkar merupakan eksekutor utama program-program Presiden Jokowi.
Ia menambahkan, peran strategis yang diberikan Presiden Jokowi terhadap Partai Golkar berhasil dikapitalisasi dengan baik. Sebagai informasi, selama masa pemerintahan kedua Presiden Jokowi, kader-kader Partai Golkar memang tercatat memegang peranan strategis dalam beberapa proyek strategis nasional Presiden Jokowi.
Airlangga Hartarto misalnya, Ketua Umum Partai Golkar tersebut, selain menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), juga dipercaya Presiden Jokowi mengemban jabatan strategis seperti Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) dan Ketua Komite Cipta Kerja.
“Golkar merupakan eksekutor resmi program-program strategis Jokowi, ini yang memberikan keuntungan. Misalnya, beberapa program strategis itu dibawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang dipimpin oleh kader Golkar. Program-program strategis itu dieksekusi oleh menteri Golkar,” kata Arifki.
Arifki menambahkan, sederet peran dan kepercayaan Presiden Jokowi tersebut juga dikapitalisasi oleh Partai Golkar, salah satunya lewat iklan kampanye politik. Berdasarkan iklan tersebut, Partai Golkar ingin meyakinkan kepada pemilih Presiden Jokowi, bahwa merekalah partai yang paling dipercaya oleh Presiden Jokowi.
Berdasarkan pengamatan Tirto, Partai Golkar memang menjadikan Presiden Jokowi bintang utama dalam tiap iklan kampanye politiknya, hal itu terlihat dalam iklan ini dan ini.
Dalam salah satu iklan ini misalnya, video berdurasi 30 detik yang menarasikan keberhasilan program-program strategis Jokowi di bawah kendali kader partai berlambang pohon beringin ini pun mempunyai pesan akhir yang cukup jelas, yaitu “Golkar selalu bersama Pak Jokowi”.
Hal ini, menurut Arifki, membuat pemilih Jokowi yakin, bahwa Golkar adalah partai yang paling terasosiasi dengan Jokowi, menyusul retaknya hubungan presiden dengan PDIP.
Strategi Partai Golkar yang gencar mengkampanyekan keberhasilan program Presiden Jokowi tersebut pun memiliki dampak yang signifikan.
Survei setelah pencoblosan yang diselenggarakan Indikator Politik pada 14 Februari 2024, merekam, salah satu faktor utama yang menyebabkan pemilih memilih Partai Golkar adalah karena program-program yang dijalankan atau dijanjikan paling meyakinkan (21,2 persen).
Lalu, dalam konteks Pemilu 2024, apakah Partai Golkar “mengambil keuntungan” dari sejumlah program pemerintah tersebut untuk keuntungan elektoral partai?
Sebagai konteks, sebelumnya ramai menjadi perbincangan di media bahwa penyaluran sejumlah program bantuan pemerintah, seperti bantuan sosial (bansos) dipolitisasi oleh Partai Golkar untuk kepentingan elektoral partai.
Hal itu misalnya diungkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, yang menyebut bahwa program bansos semakin dipolitisasi jelang Pemilu 2024. Dia menyebut, ada paket bansos yang ditumpuk di Kantor DPD Partai Golkar Yogyakarta.
"Hari ini kami menerima laporan ada bansos yang berada di Kantor Golkar, di DPD Jogja," kata Hasto saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (4/2/2024) seperti dikutip dari Liputan 6.
Sebagai informasi, berdasar pengamatan Tirto, bertepatanjelang pelaksanaan Pemilu 2024, Airlangga Hartarto, dalam kapasitasnya sebagai Menko Perekonomian, menjadi salah satu pihak yang turut menyalurkan langsung bantuan pemerintah ke masyarakat ke beberapa daerah.
Pada Kamis (18/1/2024) misalnya, Airlangga turun langsung menyalurkan bantuan pangan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dua hari setelahnya, ia juga turun langsung melakukan peninjauan proses penyaluran Bantuan Pangan kepada Penerima Bantuan Pangan (PBP) di wilayah Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Sabtu (20/01/2024).
Tak hanya itu, Airlangga juga terlihat turun langsung menyalurkan Bantuan Pangan sekaligus melakukan Temu Wicara dengan 100 Penerima Bantuan Pangan (PBP) di Kantor Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, Jumat (2/2/2024).
Terkait hal ini, menurut Arifki, memang bisa jadi penyaluran bansos sebagai bagian dari program pemerintah yang dieksekusi Partai Golkar dianggap menguntungkan bagi suara partai. Namun, ia memberi catatan, keuntungan yang mungkin terjadi dari penyaluran bansos bukan hanya mengarah ke Partai Golkar, tapi juga ke partai lain.
Hal ini disebabkan, dalam rangka penyaluran bansos ini banyak instansi/kementerian yang terlibat artinya tidak hanya Kemenko Perekonomian yang diemban oleh kader Partai Golkar. Lebih lanjut, ia menilai, bahwa program lain yang dipegang oleh Partai Golkar, seperti Prakerja misalnya, lebih berpengaruh terhadap elektoral Partai Golkar, terutama bagi kalangan pemilih muda.
“Bansos bukan hanya mengarah ke Golkar, tapi ke kementerian lain juga ada karena penyalurnya juga tidak tunggal, banyak kementerian lain, misalnya Kementerian Sosial yang dipimpin oleh kader PDIP atau Kementerian Perdagangan yang dipimpin oleh PAN,” kata Arifki.
Efek ekor jas Presiden Jokowi, yang dianggap menjadi faktor terbesar dibalik meningkatnya suara Partai Golkar juga diamini Konsultan Komunikasi Politik Ipang Wahid Stratejik (IPWS), Irfan Wahid.
Dikutip dari Antara, ia mengungkap, Partai Golkar adalah satu-satunya partai yang tidak menggunakan efek ekor jas dari calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024 dan memilih menggunakan efek ekor jas Jokowi.
Hal itu dilakukan Partai Golkar dengan cara memposisikan diri menjadi “rumah baru” bagi para pendukung Presiden Jokowi. Menurut Irfan, jumlahnya masih tinggi, di kisaran 73-80 persen, terutama bagi sebagian pendukung yang tidak nyaman dengan PDIP.
“Golkar memposisikan dirinya sebagai rumah baru pendukung Jokowi ini, menurut saya tidak asal ngomong, karena Pak Airlangga Hartarto menjadi Menko Perekonomian. Di situ juga ada Pak Luhut yang menjadi Menko Marves. Jadi, di sektor ekonomi ini, Golkar yang all out untuk Pak Jokowi, dan publik bisa menerima serta melihat itu,” Kata Irfan dikutip dari Antara, Senin (19/2/2024).
Caleg: Mesin Politik Partai Golkar di Daerah
Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, tak menampik ada efek Jokowi dibalik kenaikan suara Partai Golkar di Pemilu 2024 ini, namun efek tersebut tak ada artinya jika partai yang mendapatkan efek tersebut tidak didukung kelembagaan partai yang kuat.
Lebih lanjut, ia mengungkap, faktor utama dibalik kenaikan suara Partai Golkar di Pemilu 2024 adalah karena posisi Partai Golkar yang cenderung adaptif terhadap berbagai isu dan perkembangan politik.
Selain itu, Wasisto menilai, akar historis Partai Golkar sebagai partai besar sekaligus tertua di Indonesia yang telah mengikuti Pemilu sejak tahun 1971—saat itu masih bernama Golongan Karya—turut membangun suatu kelembagaan partai yang kuat sekaligus turut membangun preferensi politik pemilih.
“Saya pikir faktor penyebab utamanya (kenaikan suara Partai Golkar di Pemilu 2024) terletak pada posisi adaptif Golkar terhadap berbagai isu dan perubahan politik. Efek ekor jas Jokowi itu ada, namun juga perlu didukung dengan kelembagaan partai yang kuat pula.” Kata Wasisto, saat dihubungi Tirto, Kamis (29/2/2024).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai, Partai Golkar sebagai partai besar dan telah berpengalaman di kancah politik nasional memiliki keuntungan yaitu telah memiliki mesin politik dan infrastruktur yang kuat dibanding partai lain.
Menurut Arifki, salah satu mesin politik yang juga turut mendongkrak suara Partai Golkar adalah deretan para caleg yang terdiri dari politisi-politisi yang telah berpengalaman dan telah memiliki rekam jejak populer di tengah masyarakat.
“Kenaikan suara Partai Golkar di wilayah-wilayah, salah satunya disebabkan oleh mesin politik Partai Golkar yaitu para caleg yang tangguh-tangguh, karena pertarungan di internal Golkar pun juga kompetitif,” kata Arifki.
Terkait hal ini, penelusuran Tirto menemukan bahwa pada Pemilu 2024 ini, Partai Golkar memasukan sejumlah kader yang memiliki rekam jejak populer di tengah masyarakat dalam line up calegnya.
Para kader tersebut kebanyakan adalah mereka yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau keluarga kepala daerah, termasuk gubernur/wakil gubernur, bupati/walikota, wakil bupati/wakil walikota, yang merupakan kader Partai Golkar.
Sebagai informasi, berdasarkan data yang dikumpulkan Tirto, Partai Golkar merupakan partai dengan kader yang menjabat kepala daerah terbanyak kedua di Indonesia dengan total 98 kader yang menjabat sebagai kepala daerah pada tahun 2023, atau setahun sebelum Pemilu 2024.
Persebaran kepala daerah yang merupakan kader Partai Golkar, terlihat tersebar lebih merata di luar pulau Jawa. Partai berlambang beringin tersebut tercatat menjadi partai yang paling banyak menempatkan kadernya sebagai kepala daerah di Provinsi Sulawesi Selatan (9 orang), Sumatera Utara (10 orang), Kalimantan Tengah (6 orang), Kalimantan Selatan (5 orang) dan Nusa Tenggara Barat (4 orang).
Partai Golkar juga menjadi partai yang paling banyak memiliki kader menjabat gubernur per tahun 2023. Tercatat, partai besutan Airlangga Hartarto tersebut memiliki tujuh kader yang menjabat sebagai gubernur.
Dari segi persebaran, Sumatera menjadi pulau dengan sebaran gubernur terbanyak yang berasal dari Partai Golkar. Tercatat, di pulau ini, Golkar memiliki empat kader yang menjabat sebagai gubernur di Provinsi Bengkulu, Lampung, Riau, dan Kepulauan Riau. Sisanya, gubernur dari Partai Golkar menjabat di Provinsi Sulawesi Barat, Jabar, dan Kalimantan Selatan. Pola ini mirip dengan persebaran kepala daerah setingkat bupati/walikota dari Partai Golkar.
Menariknya, Tirto menemukan kecocokan antara daerah yang banyak dipimpin oleh kepala daerah Partai Golkar di tahun 2023 tersebut baik itu gubernur/wakil gubernur, walikota/bupati dengan suara kemenangan partai ini di Pemilu 2024.
Hasil Pemilu 2024 mencatat, Partai Golkar meraih kemenangan di Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara daerah yang pernah/sedang dipimpin oleh kader partai beringin tersebut.
Penelusuran Tirto menemukan sejumlah kepala daerah/keluarga kepala daerah kader Partai Golkar tersebut maju menjadi caleg dalam Pemilu 2024. Di Provinsi Riau, misalnya, tepatnya di Dapil Riau I, Partai Golkar menurunkan langsung dua mantan gubernur dari partainya, yaitu Syamsuar (Gubernur Riau 2019-2023) dan Arsyadjuliandi Rachman (Gubernur Riau 2016-2018).
Sementara itu, di Bengkulu, provinsi yang 27,73 persen suara totalnya dimenangkan oleh Partai Golkar, Derta Rohidin, yang merupakan istri dari Gubernur Bengkulu 2018-2024, menyumbang 106.523 suara dari total 256.537 suara total partai di provinsi tersebut.
Beralih ke Gorontalo, Partai Golkar juga menempatkan Rusli Habibie (Gubernur Gorontalo 2012-2022) beserta sang istri Idah Syahidah, yang juga merupakan anggota DPR-RI petahana sebagai daftar calegnya. Hingga saat ini, masing-masing caleg tersebut 67.465 dan 19.231 suara.
Di Sumatera Utara, Wakil Gubernur Sumatera Utara 2018-2023, yang tercatat maju sebagai caleg DPR-RI dari dapil Sumut I juga memimpin perolehan suara caleg Partai Golkar dengan 30.534 suara.
Tak ketinggalan, di Jawa Barat, Atalia Praratya, istri dari Gubernur Jawa Barat 2018-2023, Ridwan Kamil, juga maju menjadi caleg DPR-RI Partai Golkar dari Dapil Jabar I. Sementara ini, Atalia menjadi caleg dengan perolehan suara terbanyak di dapilnya dengan 87.312 suara.
Terkait kekuatan caleg yang dimiliki Partai Golkar, yang dianggap juga turut mendongkrak suara partai di Pemilu 2024, hal tersebut juga diamini oleh Konsultan Komunikasi Politik Ipang Wahid Stratejik (IPWS), Irfan Wahid.
“Caleg mereka terkenal sebagai tokoh-tokoh yang memiliki daya tarik di dapilnya masing-masing. Mereka juga saya dengar sangat aktif menggarap dapilnya sejak lama,” katanya, dikutip dari Antara.
==
Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email [email protected].
Editor: Farida Susanty