tirto.id - Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk mengendalikan tindakan anak buahnya di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Trisno meminta kepolisian untuk menghentikan penangkapan warga, tim kuasa hukum dan aktivis di sana.
"MHH dan LHKP Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak Kapolri untuk mengendalikan tindakan aparat kepolisian di Desa Wadas," ujar Trisno dalam keterangan tertulis, Rabu (9/2/2022).
Trisno mengecam tindakan kekerasan oleh kepolisian terhadap warga Desa Wadas yang menolak proyek penambangan material untuk Bendungan Bener.
"Mengingatkan kepada kepolisian bahwa setiap warga negara Republik Indonesia berhak dan sah menyampaikan aspirasi dan mengonsolidasikan gerakannya terkait penyelamatan kelestarian dan masa depan lingkungan hidup. Sebagaimana diamanatkan Pasal 28H UUD 1945 dan UU 32/2009," ujar Trisno.
Muhammadiyah juga mengecam tindakan kepolisian yang menutup dan membatasi akses informasi publik atas kondisi terkini di Desa Wadas.
Warga di Desa Wadas didatangi oleh ratusan aparat kepolisian dengan sejumlah kendaraan dan persenjataan pada Selasa (8/2/2022).
Menurut Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Julian Duwi Prasetya, kepolisian menyisir rumah warga dan menggeledah serta menyita ponsel milik warga.
"Bahkan seorang jurnalis ada yang diminta untuk menghapus video hasil rekamannya," ujarnya.
Polres Purworejo juga menahan sebanyak 60 warga Desa Wadas. 10 di antaranya merupakan anak di bawah umur.
"Ada 60 warga yang ditahan, satu di antaranya adalah staf LBH Yogyakarta. Hingga saat ini kami juga masih belum diberikan akses untuk memberikan pendampingan hukum," kata dia.
Perjuangan warga Wadas imbas dari proyek Bendungan Bener. Daerah Wadas menjadi lokasi penyuplai material bebatuan untuk pembangunan bendungan tersebut.
Warga menolak daerahnya menjadi lokasi pertambangan karena tanah tersebut menjadi lokasi pertanian dan perkebunan yang menjanjikan selama turun-temurun. Penambangan tersebut dinilai akan menghancurkan 28 sumber mata air.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan