tirto.id - Partai Gerindra menyatakan akan mendukung Deddy Mizwar pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jawa Barat 2018. Meski demikian, partai besutan Prabowo Subianto ini masih membuka pintu bagi Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil dengan syarat pria yang akrab disapa Emil ini “insaf” dan memaparkan permasalahan dirinya.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Ferry Juliantono, di Menteng, Jakarta, pada Minggu (11/6/2017). “Ridwan Kamil saya harapkan harus menjabarkan menyampaikan secara resmi kepada warga Jawa Barat, khususnya Kota Bandung masalah sebenarnya apa sih?” kata Ferry.
Gerindra mengaku heran, Emil lebih suka maju lewat Partai Nasdem yang hanya memiliki 5 kursi, daripada Gerindra-PKS yang mengantongi 25 kursi. Ia meminta Emil untuk lebih terbuka tentang alasannya mau diusung Nasdem.
Syarat lainnya, Gerindra ingin meminta klarifikasi dari Emil tentang apa kesalahan Gerindra dan PKS, yang sebelumnya telah mendukung Emil pada pemerintahan di Kota Bandung. Menurut dia, jika tidak ada kesalahan, pria yang juga arsitek itu harus memaparkan alasan yang sebenarnya.
Dalam wawancara khusus dengan Tirto, Ridwan Kamil memaparkan alasannya kenapa ia mendeklarasikan diri maju sebagai bakal calon kepala daerah pada Pilgub Jawa Barat 2018 dari Partai Nasdem. Salah satu alasannya, karena Nasdem tidak mensyaratkan ia jadi kader partai dan bebas menentukan calon wakilnya sendiri.
“Tidak minta mahar, saya juga tidak punya duit, tidak perlu masuk partai, itu yang saya cari. Karena Gerindra mensyaratkan partai, Nasdem tidak mensyaratkan [jadi anggota] partai. Dan boleh milih wakil sendiri,” kata dia.
Baca selengkapnya wawancara khusus Tirto dengan Ridawan Kamil: Dua Partai yang Terasosiasi Lawan Ahok Tidak di Pihak Saya.
Gerindra Memilih Koalisi dengan PKS
Dalam Pilgub Jawa Barat 2018, Gerindra kemungkinan besar akan berkoalisi dengan PKS. Ferry memaparkan alasan partai berlambang kepala burung garuda ini dalam gelaran pilkada serentak kerap berkoalisi dengan PKS. Menurut dia, Gerindra suka dengan PKS karena beragam faktor.
“Saya melihat Pak Prabowo menghormati Partai Keadilan Sejahtera, karena PKS mau mengambil posisi terhormat, mengalah itu sesuatu yang penting di dalam politik Indonesia dan konsistensi Partai Keadilan Sejahtera dalam rangka menegakkan sikap dengan partai Gerindra di luar pemerintahan menunjukkan konsistensi yang mahal nilainya,” kata Ferry.
Gerindra melihat, PKS telah banyak berkorban sejak Pilpres 2014 hingga kini. Ferry mencontohkan tentang langkah PKS dalam Pilkada DKI Jakarta. Partai yang saat ini dipimpin Sohibul Iman itu rela tidak memajukan wakil dalam Pilkada DKI.
Terkait calon yang diajukan PKS sebagai pendamping Deddy Mizwar dalam Pilgub Jawa Barat 2018 pun, Gerindra tidak serta-merta menerima. Mereka masih melakukan komunikasi politik dengan partai lain, termasuk membangun komunikasi dengan Dedy Mulyadi, kandidat calon gubernur dari Partai Golkar.
“Jadi mungkin akan ada koalisi yang lebih besar, bukan hanya Gerindra dengan PKS. Tapi Gerindra dengan partai-partai lain terbuka termasuk dengan Golkar," kata Ferry.
Ferry pun tidak memungkiri pihaknya masih menerima Ridwan Kamil sebagai wakil gubernur. Namun, mereka meminta agar Emil untuk kembali ke jalan yang benar dan berpikir rasional. Jika tidak, kata Ferry, pihaknya bisa saja memilih Netty Heryawan, istri Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan dan kader PKS sebagai wakil Deddy Mizwar.
"Wakilnya bisa Ibu Netty, bisa Pak Ridwan Kamil kalau Pak Ridwan Kamil insaf dan tobat kembali ke jalan yang benar. Kalau enggak, ini Nasdem dianggap sebagai pemecah belah karena kan sumbernya,” kata Ferry.
Direktur Eksekutif Poltracking Institute, Hanta Yudha melihat menempelnya PKS ke Partai Gerindra karena sejumlah faktor. Ia melihat, ada empat faktor yang membuat partai tersebut bisa membangun koalisi.
Pertama, kata Hanta, mereka membangun koalisi karena kesamaan pandangan terhadap figur, seperti kisah SBY dalam Pilpres 2009 dan Saifullah Yusuf dalam Pilgub Jatim. Kedua, adanya kedekatan elit partai. Faktor ketiga adalah kesamaan ideologi. Dan faktor terakhir adalah keinginan untuk melengkapi syarat pencalonan 20 persen.
“Kalau PKS dan Gerindra itu karena faktor kedekatan elit partai,” ujar Hanta saat berbincang dengan Tirto di Menteng, Jakarta, minggu.
Hanta mengatakan, PKS menempel Partai Gerindra berdasarkan kekuatan elektoral. Kekuatan elektoral berdasarkan kekuatan elektabilitas kandidat. Kemudian, mereka juga melihat prospek kekuatan dalam suatu pilkada. Dalam kasus Pilkada Jabar, kata Hanta, mereka bisa saja mengulang kisah Pilkada DKI Jakarta, namun mereka harus berjuang keras untuk memenangkan Pilkada Jabar.
“Kalau peta koalisinya bisa saja terjadi, cuma tetap Gerindra atau PKS harus mengalkulasi nama. Karena kalau mereka tidak mendukung Ridwan Kamil, tren survei di Poltracking Ridwan Kamil cukup kuat,” tutur Hanta.
Karena itu, kata Hanta, jika Gerindra dan PKS tidak mendukung Ridwan Kamil, maka mereka harus mencari figur yang betul-betul bisa mengimbangi, kompetitif berhadapan dengan Ridwan Kamil.
Menurut Hanta, kader PKS yang diajukan untuk Pilkada Jabar, yakni Netty Heryawan dan Syaikhu, belum mampu memberikan dampak apabila disandingkan dengan Deddy Mizwar, yang notabene akan diusung Gerindra.
Ia menilai, Bupati Purwakarta, Deddy Mulyadi, mantan Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf, atau politisi senior PAN Dessy Ratnasari lebih cocok dan berdampak terhadap elektabilitas daripada Netty dan Syaikhu. Bahkan, kata Hanta, KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym lebih layak maju sebagai pendamping dibandingkan Netty atau Syaikhu.
“Aa Gym juga potensial. Aa Gym adalah figur yang lebih potensial daripada figur PKS tadi,” kata Hanta.
Sampai saat ini, nama Ridwan Kamil memang cukup di atas rata-rata. Elektabilitas pria yang akrab disapa Emil ini masih cukup tinggi dibandingkan Deddy Mizwar. Nama Emil bahkan masih lebih kuat meskipun Deddy Mizwar disandingkan dengan Deddy Mulyadi, yang notabene kandidat terkuat ketiga dalam bursa Cagub Jabar.
Hanta pesimistis Ridwan Kamil akan bersatu dengan Deddy Mizwar karena keduanya mempunyai nilai kekuatan masing-masing. “Karena yang satu petahana, yang satu unggul lagi naik daun," jelas Hanta.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz