tirto.id - SMS spam, penipuan, hingga pembobolan data pribadi masih jadi pekerjaan rumah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bagi masyarakat, pemerintah belum signifikan memberantas dan menangani persoalan ini, kontras dengan penanganan konten pornografi.
Beberapa saat setelah video pornografi diduga mirip artis viral, Kominfo lewat Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Digital dan Sumber Daya Manusia Dedy Permadi mengatakan mereka "sudah dan terus menelusuri video yang dimaksud di berbagai platform media sosial. "Paralel, kami berkoordinasi dengan platform medsos terkait untuk melakukan take down. Beberapa di antaranya sudah take down," ujar Dedy, Sabtu (7/11/2020), dikutip dari Antara.
Tekad Kominfo memblokir semua video itu terjadi "di tengah jutaan warga masih menerima SMS hadiah ratusan juta rupiah dan tawaran kredit online dari entah siapa," ujar seorang warganet. "Urusan begituan, kok, bisa gercep (gerak cepat), ya," katanya menambahkan.
Agung Ari Mursito, warga Salatiga, Jawa Tengah adalah salah satu dari jutaan orang yang dimaksud. Di ponselnya saban hari minimal ada lima SMS masuk dari nomor yang tidak ia kenal, kebanyakan menawarkan pinjaman dan pemberitahuan memenangkan undian. Ia tak tahu bagaimana nomor-nomor asing tersebut bisa mengetahui nomor pribadinya.
Ia jarang menanggapi kecuali satu kali. SMS tersebut berisi penawaran dari 'Pegadaian online'. "Saya pikir resmi dari Pegadaian, saya respons lalu dia telepon. Saya disuruh transfer uang," kata Agung kepada reporter Tirto, Senin (9/11/2020). Saat itulah ia akhirnya yakin itu bukan dari PT Pegadaian.
Menurutnya, nomor-nomor penipu itulah yang semestinya cepat ditindak, toh saat ini semua nomor telah terdaftar pemiliknya.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abdi mengatakan sudah tak terhitung berapa banyak konsumen yang mengadu tentang SMS spam dan penipuan ke lembaganya. Oleh karena itu isu ini memang harus ditangani secepat menanggapi konten pornografi diduga artis.
Dua bulan lalu YLKI menggelar pertemuan dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Kominfo dan operator jaringan telepon seluler. Rekomendasi dari pertemuan itu adalah agar BRTI segera membuat aturan soal SMS spam.
"BRTI harus bertanggung jawab karena kesimpulan dan rekomendasi [pertemuan itu], SMS spam itu dilarang dan operator tidak boleh mengirimkan SMS spam kepada konsumennya," katanya kepada reporter Tirto, Senin. "Kita tagih sekarang tanggung jawab BRTI sebagian regulator di bidang telekomunikasi."
Berdasarkan Ketetapan BRTI No.4 tahun 2018 tentang Penanganan Pengaduan Penyalahgunaan Jasa Telekomunikasi, yang berlaku terhitung sejak tanggal 10 Desember 2018, warga sebenarnya dapat mengadu jika menerima SMS atau telepon yang berisi permintaan untuk mengurus pembayaran tertentu, permintaan transfer uang, atau pemberitahuan bodong memenangkan kuis. Masalahnya itu saja tidak cukup. Pengalaman Rachmania, warga Jember, Jawa Timur yang baru saja ditipu pekan lalu jadi contohnya.
Seseorang yang tak ia kenal mengirimkan pesan untuk membeli pulsa Rp200 ribu. Karena memang jualan pulsa, ia kemudian mengirimkannya. Tak dinyana orang tersebut menghilang, tak merespons saat ditagih. Ia pun rugi. Rachmania lantas membuat aduan ke BRTI. Namun, aduan itu tak ditindaklanjuti. Rachmania bilang BRTI hanya bisa mengupayakan memblokir nomor yang mengirim SMS spam.
"Harusnya kalau enggak bisa menangkap [pemilik nomor], seenggaknya nomor [pelaku] diblokir permanen," kata Rachmania kepada reporter Tirto, Senin.
Masalah dari Hulu sampai Hilir
Menurut peneliti dan Cyber Security sekaligus pendiri Ethnical Hacker Indonesia Teguh Aprianto, upaya pemerintah memang belum cukup untuk membendung derasnya penipuan dan SMS spam. "Selama ini dari pemerintah tak ada tindakan tegas. Yang mereka lakukan cuma sebatas blokir dan blokir. Jadi enggak ada efek jera sama sekali," kata Teguh saat dihubungi reporter Tirto, Senin.
Pangkal persoalannya adalah maraknya kebocoran data pribadi, yang juga belum dapat ditangkal pemerintah. "Selama ini praktek jual beli database nomor HP sudah banyak," katanya.
Maraknya kebocoran data pribadi ini berkelindan dengan mudahnya seseorang memiliki nomor baru, yang juga merupakan masalah di hulu. Chairman Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persada mengatakan pendaftaran nomor baru tak dibatasi jumlahnya, asalnya didaftarkan dengan KTP dan KK, membuat Indonesia menjadi lokasi favorit pelaku kejahatan siber.
"Akibatnya tidak hanya terkait kejahatan kecil, dalam skala besar ini juga membahayakan keamanan nasional. Misalnya para produsen hoaks sebenarnya sangat bergantung pada nomor prabayar baru, sehingga mereka bebas membuat akun WA, email, medsos, dan lainnya," ujar Pratama kepada reporter Tirto, Senin.
Oleh karena itu menurutnya pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) semestinya dipercepat. Tanpa UU PDP, para Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik (PSTE) ini akan menjalankan sistem tanpa memaksimalkan sisi keamanan. Akibatnya akan terus terjadi serangan yang merusak sejumlah PSTE. Ini belum termasuk sulitnya konsumen melakukan tuntutan hukum atas kebocoran data pribadi yang dikelola PSTE. Maksimal hanya penghentian kegiatan PSTE, seperti diatur dalam Permenkominfo Nomor 20 Tahun 2016.
"[Pembobolan data pribadi] ini akan semakin marak terjadi bila UU PDP tidak kunjung diselesaikan," kata Pratama. RUU PDP jadi fokus DPR dalam masa persidangan berikutnya, yang bakal selesai pada 11 Desember nanti.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino