tirto.id - Dalam kondisi normal, proses pernapasan manusia dimulai dengan menghirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Oksigen yang masuk akan berikatan dengan sel darah merah dan diedarkan ke seluruh tubuh guna menyokong kinerja organ tubuh. Lalu bagaimana reaksi tubuh ketika menghirup gas selain oksigen?
Bau tak sedap tercium saat berjalan sekitar jarak 10 meter dari bak penampungan limbah pabrik wadah telur di Kampung Cibunar. Pabrik itu, telah merenggut tujuh nyawa. Kematian para korban diduga akibat reaksi kimia limbah yang membuat mereka keracunan gas.
Kepada Tirto, Sidik (35), seorang penjual es kelapa muda di depan lokasi kejadian menuturkan. Selama dua bulan berjualan, ia kerap mencium bau tak sedap. Meski tahu pabrik tersebut mengolah tray, tapi ia tak menyangka bau yang biasa ia cium berasal dari pabrik yang berjarak 100 meter dari tempatnya berjualan.
"Selama ini ya nganggapnya ada yang kentut saja," celetuknya.
Baca juga:7 Orang Meninggal Akibat Limbah Pabrik Egg Tray
Kasus di atas merupakan yang teranyar mengenai keracunan gas yang merenggut nyawa tujuh orang seketika. Jika manusia menghirup gas selain oksigen, gas itu akan menggantikan posisi oksigen yang berkaitan dengan hemoglobin dalam darah. Akibatnya, darah yang harusnya membawa suplai oksigen ke jaringan tubuh dan otak malah membawa gas asing ke peredaran darah.
“Yang menjadi masalah, gas yang bocor atau mencemari udara akan mengambil tempat oksigen di lingkungan udara sekitar kita,” kata dr Wawan Mulyawan SpBS, ahli biomedik kepada Tirto.
Gas tersebut, akan mengalir ke dalam jantung, otak, serta organ vital. Kadar oksigen dalam darah pun makin berkurang dan tubuh mengalami hipoksemia, alias kekurangan oksigen. Padahal, oksigen sangat diperlukan oleh sel-sel dan jaringan tubuh untuk melakukan fungsi metabolisme. Fungsi sel otak juga akan terganggu ketika tubuh kekurangan oksigen. Gas asing akan menghambat komplek oksidasi sitokrom dan menyebabkan respirasi intraseluler menjadi kurang efektif.
“Tubuh akan kekurangan oksigen sampai akhirnya kehabisan oksigen untuk metabolisme dan berujung pada kematian sel.”
Efek paling serius adalah keracunan langsung sel-sel tubuh, juga gangguan pada sistem saraf. Sehingga membuat gejala mulai dari sesak napas, pusing, muntah, lemas, tubuh kebiruan, pingsan, henti napas, henti jantung, hingga kematian.
Baca juga:Bagaimana Tubuh Manusia di Masa Depan?
Ketika terjadi keracunan gas, tubuh sebenarnya disokong reaksi pertahanan untuk menghalangi kerusakan organ lebih parah. Sel dan kelenjar dalam tubuh akan mengeluarkan substansi kimiawi dalam bentuk lendir untuk mengencerkan racun iritan dan membuatnya tidak berbahaya.
Pada saat bersamaan, terjadi kejang otot pada saluran napas dalam usaha menghalangi aliran gas bertambah ke paru-paru. Namun, pada kasus keracunan gas parah, kondisi ini tidak hanya gagal melindungi paru-paru, tapi juga menghalangi masuknya udara. Akibatnya, korban sesak napas dan meninggal sebelum racun mengencer dan kejangnya reda.
“Tahap pertahanan awal tubuh akan mengeluarkan batuk. Dan sebenarnya kita bisa melatih adaptasi terhadap kekurangan oksigen,” kata dokter Wawan.
Penanganan pertama pada korban keracunan gas dapat dilakukan dengan cara membuat tubuh korban tetap hangat. Beri minuman hangat dan tempatkan korban di udara terbuka atau dekat jendela. Napas buatan atau oksigen bisa diberikan kepada korban.
Baca juga:Tak Perlu Jadi Superman untuk Menolong Korban Henti Jantung
Aturan Pengelolaan Limbah
Rachman Cahyono pada 2007 pernah meneliti dampak limbah cair pabrik kertas di Banyuwangi. Hasilnya menunjukkan populasi uji yang tinggal di sekitar pembuangan limbah lebih sering terkena penyakit diare, sakit perut/penyakit saluran pencernaan lain, demam, flu/pilek, sakit kepala, sakit kulit, batuk, dan asma atau penyakit saluran pernafasan lainnya.
Hasil analisis sampel air sumur menyatakan jumlah kadar klorida, nitrat, dan sulfat yang lebih tinggi dibanding air sumur di daerah kontrol. Kadar zat besi pada sampel air sumurnya pun lebih rendah dibanding tempat lain. Penelitian ini bisa saja menjadi acuan dugaan keracunan tujuh orang di pabrik pengolahan wadah telur. Sebab, keduanya sama-sama mengolah produk kertas. Rachman menunjukkan bahwa pengolahan limbah buruk berdampak serius terhadap kesehatan warga sekitar.
Aturan pengolahan limbah gas telah diatur dalam PP No 101 Tahun 2014 tentang Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Gas pembuangan harus dikontrol emisinya atau dihilangkan materi partikulatnya dari udara pembuangan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan penyaringan menggunakan filter basah, menurunkan suhu pembakaran, menggunakan bahan bakar alternatif, melakukan pengendapan gas, dan mengurangi produksi gas karbon monoksida.
Aturan pengolahan limbah cair juga telah termaktub dalam Permen Lingkungan Hidup No 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.Air limbah yang dibuang suatu industri tak boleh mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar. Sehingga harus melalui Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) domestik untuk mengolah air limbah menjadi layak dibuang ke drainase umum.
Baca juga:Aturan Pemusnahan Limbah Perlu Direvisi
Namun, masih banyak industri yang tak mengindahkan aturan ini dan seenaknya membuang limbah sembarangan. Alasannya, tentu karena proses pengolahan limbah ribet dan mahal harganya. Pengawasan dari pemerintah pun kurang. Walhasil, masyarakat sekitarlah yang harus memanen efek buruk pada kesehatan mereka.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani